BAB II
Pembahasan
Ada hal yang harus
diketahui seluruh kader bahwa status, fungsi dan peran kader di dalam
implementasi mission Hmi :
1. Status
HMI adalah organisasi mahasiswa
mahasiswa adalah orang yang memiliki tingkat intelektual yang lebih
dibandingkan masyarakat pada umumnya. Selain itu mahasiswa masih punya
kebebasan dalam menyuarakan sesuatu, karena mereka belum terikat dengan suatu
kepentingan apapun. Jiwa mudanya mengarahkan mahasiswa untuk senantiasa
progress dalam menghadapi situasi jaman. Hal itulah yang mengakibatkan
mahasiswa mendapatkan julukan agent of change atau agen-agen perubahan. Dan HMI
membutuhkan sosok-sosok yang berani, intelektual, radikal, untuk meyerukan
perubahan-perubahan, yaitu mahasiswa.
2. Fungsi
HMI sebagai organisasi kader
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kader berfungsi dan
berperan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia melalui olah sikap, nalar, dan
perilaku. Proses perkaderan HMI adalah menerapkan proses internalisasi
nilai-nilai moral dan kebenaran, baik dalam nilai keislaman, kebangsaan dan
kemahasiswaan. Organisasi ini senantiasa terus berganti dengan pola dibina
untuk kemudian membina. Dengan demikian proses pembelajarannya dapat menyeluruh
kepada semua kader. Dan diharapkan akan terbentuk sosok kader-kader yang memiliki
integritas pribadi yang tangguh, bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, militan,
kritis, dan berani untuk melawan.
3. Peran
HMI sebagai organisasi perjuangan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi perjuangan dalam
keberadaannya tidak bisa dilepas dari sejarah perjuangan bangsa, maka sebagai
kelompok cendikiawan, dinamika HMI terkait erat dengan dinamika bangsa yang
berkembang.
Nilai-nilai
yang harus hidup ditubuh HMI adalah sebagai komunitas terdidik yang memiliki
kesadaran terhadap dirinya sendiri dan lingkuang sosial, bangsa dan agama. HMI
harus mampu memberikan warna baru bagi dunia akademis dan gerakan mahasiswa.
Dan perjuangannya adalah untuk senantiasa untuk mewujudakan tujuan, dan
mengawal proses berkembangnya bangsa dan agama.
Sebagai
agama yang memiliki materi ajaran yang integral dan komprehensif, islam
memotivasi kaum muslimin untuk mengembangkan agama islam, yaitu kebudayaan yang
mencerminkan nilai-nilai islam. Kebudayaan memperoleh perhatian yang serius
dalam islam karena mempunyai peran yang sangat penting untuk mem-bumikan
ajarannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia.
Manusia dengan akal budinya mampu menghasilkan kebudayaan
yang spektakuler. Hidup manusia memang memerlukan sarana kehidupan untuk
meningkatkan harkat dan martabatnya, memperoleh kemudahan, dan kesenangan
hidup. Akal budi mampu melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta
mengelolanya sehingga menghasilkan produk budaya maju. Tetapi tidak sedikit
produk budaya itu yang justru menyengsarakan manusia dan mengakibatkan
terjadinya kerusakan lingkungan sehingga ekosistem terganggu, seperti obat
pembasmi hama tanaman yang ikut terkonsumsi melalui produk tanaman yang
hilangnya jenis binatang tertentu sehingga terputusnya mata rantai predator.
Kebudayaan dalam bentuk karya seni juga berkembang pesat,
tetapi terdapat sisi negatif dalam perkembangannya, seperti pakaian para
seniman yang seronok, disamping penampilan yang vulgar dalam bentuk adegan
mesum. Islam tidak melarang umatnya mengembangkan budayanya, bahkan
mendorongnya, tetapi ada batas-batas yang harus diperhatikan dalam
pengembangannya itu sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai islam yang
berusaha menjaga fitrah hidup manusia untuk memperoleh kemudahan, kesenangan
hidup, tetapi juga selamat dari perilaku menyimpang yang menyesatkan1.
Keberadaan kader-kader Hmi di Indonesia inilah yang
diharapkan dapat menjadi agent of change,
pembawa perubahan-perubahan menuju perbaikan dengan sebuah landasan
perjuangan yang telah ditetapkan yaitu Missi Hmi. Paradigma yang dimaksud bagi
missi Hmi, yaitu dapat membuat keadaan menjadi bermakna dan bernilai
transendental. Tidak hanya sekedar itu, tetapi kreasi bentuk dengan nafas atau isi yang
menghubungkan manusia dengan Allah SWT. Maksudnya, tidak berorientasi pada
materi, tetapi nilai. Walaupun berujud materi, tetapi punya nilai transendental
Dalam
perjalanan menata bangsa Indonesia kader-kader Hmi juga telah mengambil peran
sebagai social control. Kader-kader
berpartisipasi aktif, konstruktif, proaktif, insklusif, integratif bersama-sama
pemerintah Republik indonesia serta seluruh kekuatan bangsa. Perwujudan ini
juga dibarengi oleh nilai-nilai intelektual yang teraktualisasi dalam sikap,
tutur kata, serta visualisasi aspek lainnya. Adapun missi Hmi yang terdiri dari
:
1. Menegakkan dan mengembangkan agama islam yang
bersumbe pada Al-Quran dan As-sunah, untuk tegaknya keyakinan Tauhid, dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang majemuk, dengan
melakukan dakwah amar ma’ruf nahi
mungkar.
2. Berperan
dan berpartisipasi, konstruktif, proaktif, iinklusif, integratif, bersama-sama
pemerintah Republik Indonesia serta seluruh kekuatan bangsa, guna meningkatkan
harkat dan martabat serta peradaban bangsa Indonesia dalam bidang kehidupan
beragama, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, sosial, politik, kemasyarakatan, dan
dimensi kehidupan lainnya, dan hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di
dunia, untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, yang diridhoi Allah SWT, menuju Indonesia Baru di masa depan.
3. Berusaha
menguasai dan membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka membangun masa depan bangsa.
4. Membina
kader-kader intelektual dan pejuang bangsa yang berwawasan keislaman,
keindonesiaan, keilmuan, dan independensi, sebagai calon pemimpin bangsa di
masa mendatang untuk mengisi Proklamasi 17 Agustus 1945, dan menyempurnakan
perjuangan bangsa mencapai cita-citanya. Kader Hmi memiliki 5 ciri dengan
kualifikasi-kulifikasi :
a. Kader
Hmi merupakan hamba Allah yang juhud dan tawadlu’,taat beribadah- sehingga
berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara baik secara
individual, komunal ataupun secara organisasi.
b. Sebagai
pemuda, kader Hmi memiliki sifat kejuangan yang senantiasa peka dan militan
menjawab kehidupan lingkungan sekitarnya-sehngga mampu tampil usaha amar ma’ruf
nahi mungkar secara ikhlas.
c. Sebagai
warga masyarakat, kader Hmi adalah seorang warga negara yang memiliki akhlakul
karimah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga menjadi panutan masyarakat
sekitarnya.
d. Sebagai
mahasiswa, kader MHI adalah seorang yang berpendidikan tinggi, tekun
belajar-sehingga dapat mengembangkan kemampuan ilmiahnya yang selalu
didayagunakan bagi lingkungannya.
e. Sebagai
pemimpin, kader MHI adalah seorang yang bersifat amanah, adil, benar, jujur,
tanpa pamrih serta penyeru, pengayom, penyantun sekaligus cerdas, berilmu dan
terampil.
5. Membendung
dan memberantas bahaya abadi dan latent paham/ajaran komunis dalam segala
bentuk dan manifestasinya, serta paham-paham lain yang bertentangan dengan
islam dan pancasila.
6. Senantiasa
mengusahakan persatuan dan kesatuan umat islam dan bangsa Indonesia yang
majemuk, serta keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia dari Sabang sampai
Merauke, sebagai syarat mutlak tercapainya cita-cita umat Islam dan bangsa
Indonesia yang besar dan luhur dalam hidup berdampingan degan bangsa-bangsa
lain di dunia.
Implementasi
Missi HMI untuk menjawab tantangan yang dihadapi bangsa, dapat dilakukan dengan
menerapkan pemikiran keislaman-keindonesiaan MHI. Pemikiran HMI yang berkembang
dalam kurun waktu 58 tahun, menampakkan relevansinya dengan sejarah perjuangan
bangsa indonesia. Pada sisi ini akan ditelusuri bagaimana partisipasi dan peran
yang diambil HMI dalam ikut membentuk kepribadian, identitas bangsa indonesia
ditengah realitas sosial budaya dengan ciri pertumbuhan, perkembangan dan
kemajemukan. Atas konsep independensinya, peran HMI akan dicoba diungkapkan
dalam upaya persatuan dan kesatuan nasional dari seluruh komponen bangsa, maupun
latar belakang sosial budaya, politik, dan keagamaan. Pancasila sebagai
konvergensi nasional dijadikan sebagai platform untuk menuju integrasi nasional
yang harmonis. Kemudian atas wawasan kebangsaan-keislaman HMI, melahirkan
oemikiran keislaman-keindonesiaan, sebagai satu ideologi untuk kepentingan
seluruh bangsa Indonesia.
Untuk mewujudkan mission Hmi ,saya
menawarkan pembangunan budaya akademis
dalam segi kehidupan dalam implementasikan mission Hmi, Berdasarkan gagasan itu
saya paparkan .
A.L. kroeber dan
Clyde Kluckhohn, telah mengumpulkan kurang lebih 161 defenisi tentang
kebudayaan. Secara garis besarnya, defenisi kebudayaan sebanyak itu
dikelompokkan ke dalam enam kelompok sesuai dengan tinjauan dan sudut pandang
masing-masing pembuat defenisi.
Kelompok pertama menggunakan pendekatan deskriptif dengan
menekankan pada sejumlah isi yang terkandung di dalamnyaseperti defenisi yang
dipakai oleh Taylor. Ia mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang
amat kompleks meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat
istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diterima manusia sebagai
anggota masyarakat.
Kelompok kedua menggunakan pendekatan historis dengan
menekankan pada warisan sosial dan tradisi kebudayaan. Misalnya defenisi yang
dipakai oleh Park dan Burgess yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah sejumlah
totalitas dari organisasi dan warisan sosial yang diterima sebagai sesuatu yang
bermakna yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa.
Kelompok ketiga menggunakan pendekatan normatif seperti
defenisi yang dipakai oleh Ralph Linton. Ia menegaskan bahwa kebudayaan adalah
suatu pandangan hidup dari sekumpulan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan yang
mereka pelajari, mereka miliki, kemudian diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Kelompok keempat menggunakan pendekatan psikologi yang
diantaranya menekankan pada aspek penyesuaian diri (adjustment) dan proses
belajar seperti definisi yang dipakai oleh Kluckhohn. Tokoh ini menegaskan
bahwa kebudayaan terdiri dari semua kelangsungan proses belajar suatu
masyarakat.
Kelompok kelima menggunakan pendekatan struktural dengan
menekankan pada aspek pola dan organisasi kebudayaan, seperti defenisi yang
dipakai oleh Turney. Ia menyatakan bahwa kebudayaan adalah pekerjaan dan
kesatuan aktivitas sadar manusia yang berfungsi membentuk pola umun dan
melangsungkan penemuan-penemuan, baik material maupun non material.
Kelompok keenam menggunakan pendekatan genetik yang
memandang kebudayaan sebagai suatu produk, alat-alat, benda-benda, ataupun ide
dan symbol. Termasuk dalam kelompok ini adalah defenisi yang dibuat oleh Bidney
yang menegaskan bahwa kebudayaan dapat dipahami sebagai proses dinamis dan
produk dari pengolahan dari manusia dan lingkunganya untuk mencapaikan akhir
individu dan masyarakat.
Dari berbagai tujuan dan sudut pandang tentang defenisi
kebudayaaan, ditemukan bahwa kebudayaan itu merupakan sesuatu persoalan yang
sangat luas. Namun, esensinya melekat dengan diri manusia. Artinya, manusialah
sebagai mencipta kebudayaan itu. Kebudayaan lahir bersamaan dengan kelahiran
mansuai itu sendiri. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kebudayaan
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kebudayaan sebagai suatu proses dan
kebudayaan sebagai suatu produk.
Alquran memandang kebudayan merupakan suatu proses, dan
meletakkannya sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayan merupakan suatu
totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati, dan tubuh yang
menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu, secara umum kebudayaan dapat
dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia.
Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan. Walau demikian, ia bisa
lepas dari nilai-nilai ketuhanan ketika manusia telah mengabaikan eksistensi tuhan
di dalam hidupnya.
Kebudayaan islam adalah hasil olah akal, budi, cipta
rasa, karsa dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam
sangat menghargai akal manusia untuk keberkiprahan dan keberkembangannya. Hasil
olah akal, budi, rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya, budaya perlu dibimbing oleh wahyu
dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber
dari nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Disini agama
berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga
menghasilkan kebudayaan yang beradab atau berperadaban islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang
dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut sebagai peradaban islam, maka
fungsi agama di sini akan semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika
kehidupan umat manusia mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan
persoalan kehidupan sendiri, di sini sangat terasa perlunya suatu bimbingan
wahyu.
Kebudayaan itu akan terus berkembang, tidak akan pernah
berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan aktivitas dan kreativitas manusia, baik dalam konteks hubungan dengan
sesamanya, maupun dengan alam lingkungannya, akan selalu terkait dengan
kebudayaan orang lain. Di sini terlihat bahwa manusia sebagai mahkluk budaya
dan mahkluk sosial tidak akan pernah berhenti dari kreativitasnya dengan tidak
akan pernah bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Kebudayaan baru akan berhenti
apabila manusia sudah tidak sanggup lagi menggunakan akal budinya.
Allah mengutus para Rasul dari jenis manusia dan dari
kaumnya sendiri karena akan menjadi sasaran dakwahnya adalah umat manusia. Oleh
sebab itu, misi utama karasulan Muhammad saw, adalah untuk memberi bimbingan
pada umat manusia agar dalam mengembangkan kebudayaannya tidak melepaskan diri
dari nilai-nilai ketuhanan, sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya aku diutus Allah
untuk menyempurnakan akhlak.” Artinya, Nabi Muhammad saw, mempunyai tugas pokok
untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaannya sesuai dengan
petunjuk Allah. Sebelum Nabi di utus Bangsa Arab sudah berbudaya tetapi budaya
yang dikembangkannya terlepas dari nilai-nilai ketauhidan yang bersifat
universal. Landasan pengembangan kebudayaan mereka adalah hawa nafsu.
Mengawali tugas kerasulannya Nabi saw. Meletakkan
dasar-dasar kebudayaan islam. Hal itu kemudian berkembang menjadi peradaban
islam. Ketika dakwah islam ke luar dari jazirah Arab, kemudian tersebar ke
seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi
budaya setempat dengan nilai-nilai islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan
islam. Selanjutnya, kebudayaan itu berkembang menjadi suatu peredaban yang
diakui kebenarannnya secara universal.
Dalam pandangan Islam kebudayaan marupakan produk akal
manusia atas penerjemahaannya terhadap sumber ajaran islam, Alquran dan Sunnah.
Ajaran Islam diturunkan sesuai dengan kebutuhan manusia, yaitu sebagai
pembimbing dalam mengembangkan kehidupan dan kebudayaannya.
Menurut M. Nastsir ada enam sumber kekuatan ajaran Islam
kebudayaan bersifat lokal menjadi dari peradaban manusia yang universal yaitu:
1.
Menghormati akal. Manusia Muslim disuruh
menggunakan akalnya untuk mengamati dan memikirkan keadaan alam. Banyak
ayat-ayat Alquran yang menyatakan betapa pentingnya pengembangan akal bagi
kehidupan manusia. Dalam kaitan ini, maka proses ijtihad menjadi penting bagi
peningkatan kesejahteraan hidup manusia.
2.
Kewajiban menuntut ilmu. Setiap pemeluk
islam, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan menuntut ilmu. Nabi saw,
menyuruh umatnya belajar ilmu pengetahuan walaupun ke negeri Cina.
3.
Larangan Taqlid. Setiap orang dilarang
mengikuti sesuatu perkara yang tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu
sekalipun datang dari para leluhurnya.
4.
Mengambil inisiatif. Setiap muslim
dikerahkan untuk mengambil inisiatif keduniaan yang dapat memberikan
kemaslahatan bagi masyarakat umum sekalipun bagi mereka yang tidak seagama.
Seperti mengadakan barang-barang kebutuhan yang tidak ada sebelumnya.
5.
Menggunakan hak-hak keduniaan. Kaum
muslimin disuruh mancari rida Allah atas hikmah yang diterimanya di dunia ini
dan menggunakannya hak-hak itu sesuai dengan aturan agama.
6.
Aktualisasi nilai-nilai Islam ke dalam
kehidupan nyata. Kaum muslim dianjurkan untuk berhubungan dengan dunia luar,
berinteraksi dengan bangsa atau golongan lain untuk saling bertukar ilmu dan
pengetahuan.
Sejarah Intelektual Islam
Perkembangan
pemikiran islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti yang seluas-luasnya.
Tradisi pemikiran dikalangan umat islam berkembang seiring dengan kemunculan
islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat arab sendiri, di mana islam lahir
dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap dengan tradisi
keilmuannya. Sebab masyarakat Arab pra Islam belum mempunyai sistem
pengembangan pemikiran secara sistematis.
Pada
masa awal perkembangan islam, tentu sistem pendidikan dan pemikiran yang
sistematis belum terselenggara karena ajaran Islam tidak diturunkan sekaligus.
Namun demikian isyarat Alquran sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh
terhadap pengembangan ilmu dan pemikiran, sebagaimana terlihat pada ayat yang
per-tamadi turunkan (surat al-‘alaq:1). Dalam kaitan ini dapat dipahami mengapa
proses pendidikan islam pertama kali berlangsung di rumah Dar al-arqam. Ketika
masyarakat islam telah terbentuk, maka pendidikan islam dapat diselenggarakan
di mesjid. Proses pendidikan pada kedua tempat tersebut dilakukan dalam
lingkaran besar atau disebut halaqah.
Dengan
menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi
perkembangannya, sejarah intelektual islam dapat dikelompokkan menjadi tiga
masa, yaitu masa klasik, yaitu antara tahun 650-1250M., masa pertengahan yaitu
tahun 1250-1800M., dan masa modern, yaitu sejak tahun 1800-sampai sekarang.
Pada
masa klasik, lahir para ulama mazhab seperti imam Hambali, Hanafi,Imam
asy-Syafii dan Imam Malik. Sejalan dengan itu lahir pula para filosuf Muslim
seperti al-Kindi, tahun 801M., seorang filosuf pertama Muslim. Di antara
pemikirannya bahwa kaum Muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian
dari kebudayaan islam. Selain Al-Kindi, pada abad itu lahir pula para filosuf
besar seperti Al-Razi yang lahir tahun 865M. Al-Farabi lahir tahun 870M., dia
dikenal sebagai pembangun sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula
filosuf agung Ibn Miskawaih pada tahun 930mM. Pemikiran yang terkenal adalah
pendidikan Akhlak. Kemudian muncul pula Ibn Sina Tahun 1037, Ibn Bajjah,
1138M., Ibn Tufai 1147M.,dan Ibn Rusyd 1126M.
Akhlak
kepada Lingkupan Hidup
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa misi
Agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga
kepada alam dan lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Tidaklah kami utus
engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh
alam”.(Al-Abiya’:107).
Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya
manusia sebagai khalifah di muka bumi, yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas
memakmurkan, mengelola, dan melestarikan alam. Berakhlak kepada lingkungan
hidup adalah menjalin dan mngembangkan hubungan yang harmonis dengan menjaga
alam sekitarnya.
Memakmurkan alam adalah mengelola sumber daya sehingga
dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam secara
berlebihan. Allah menyediakan bumi yang subur ini untuk disikapi oleh manusia
dengankerja keras untuk mengolah dan memeliharanya sehingga melahirkan nilai
tambah yang tinggi bagi kehidupan dan peradabannya.
Allah berfirman:
“Dia menciptakan kalian
dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmurnya”. (Hud:61).
Kekayaan alam yang berlimpah disediakan Allah untuk
disikapi dengan cara mengambil dan memberi manfaat dari dan kepada alam serta
melarang segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Firman Allah:
“...dan berbuat baiklah
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu bebuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yangberbuat kerusakan”. (Al-Qashash:77).
Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat
memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana atau
hanya diambil manfaatnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia.
Akibat akhlak yang buruk terhadap lingkungan akan
melahirkan malapetaka. Misalnya, banjir yang menghancurkan habitat hewan, dan
kematian manusia. Eksploitas kekayaan laut yang tanpa memperhitungkan
kelestarian ekologi laut melahirkan kerusakan hebat habitat hewan laut. Hal ini
akan merugikan manusia dan kelangsungan hidup bumi. Padahal, semua itu
semata-mata mengejar keuntungan ekonomis yang bersifat sementara.
Inilah persoalan yang dihadapi oleh manusia pada abad
ini, apabila tidak diatasi dengan segera tentu akan dapat menghancurkan
lingkungan sekaligus mendatangkan malapetaka yang hebat bagi manusia itu
sendiri. Firman Allah:“Telah tampak kerusakan didaratan dan dilautan disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan ayng benar)”.
(Ar-Rum,30:41)
Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan daratan
terjadi akibat manusia tidak sadar, sombong, egois, rakus, dan angkuh ini
merupakan bentuk akhlak terhadap lingkungan yang buruk dan sangat tidak terpuji
dan membahayakan.
Seharusnya
dalam mengimplementasikan nilai-nilai intelektual dalam mission Hmi kita
sebagai manusia harus menjadi khalifah. Seperti yang terdapat dalam
Al-Quran yang menjadi landasan dalam menjalankan ajaran ini .
( 2:30 ). Dan apabila Pemelihara kamu berkata
kepada para malaikat, "Aku akan meletakkan di bumi khalifah (pengganti)."
Mereka berkata, "Adakah Engkau meletakkan di dalamnya orang yang akan
membuat kerosakan di dalamnya dan menumpahkan darah, sedang kami menyanjung
dengan memuji-Mu dan memanggil Engkau Suci?" Dia berkata,
"Sesungguhnya Aku tahu apa yang kamu tidak tahu."
(6:165). Dia yang melantik kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti)
di bumi, dan menaikkan sebahagian kamu dalam darjat di atas sebahagian yang
lain, supaya Dia menguji kamu pada apa yang Dia memberikan kamu. Sesungguhnya,
Pemelihara kamu cepat dalam pembalasan sewajarnya; dan sesungguhnya Dia
Pengampun, Pengasih.
(7:69). Apa, adakah kamu hairan bahawa satu peringatan
daripada Pemelihara kamu telah datang kepada kamu melalui seorang lelaki antara
kamu supaya dia memberi amaran kepada kamu; dan ingatlah apabila Dia melantik
kamu sebagai pengganti selepas kaum Nuh, dan menambahkan kamu
dengan luas dalam ciptaan kamu; ingatlah kamu akan pemberian Allah agar kamu
beruntung."
(7:74 ). Dan
ingatlah apabila Dia melantik kamu pengganti-pengganti selepas
Ad, dan Dia menempatkan kamu di bumi, mengambil untuk kamu istana-istana
daripada tanah-tanah datarnya, dan memahat gunung-gunungnya menjadi
rumah-rumah. Ingatlah akan pemberian Allah, dan janganlah membuat kecelakaan di
bumi dengan membuat kerosakan."
( 10:14 ). Kemudian Kami melantik kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti)
di bumi selepas mereka supaya Kami memerhatikan bagaimana kamu akan buat.
( 10:73 ). Tetapi mereka mendustakannya; maka Kami
menyelamatkan dia dan orang-orang yang bersama dia di dalam kapal, dan Kami
melantik mereka sebagai pengganti-pengganti, dan Kami
menenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami; kemudian
perhatikanlah bagaimana kesudahannya orang-orang yang diberi amaran.
( 27:62 ).
Atau, siapakah yang menyahut orang yang dalam kesulitan apabila dia berseru
kepada-Nya, dan menghilangkan kejahatan, dan melantik kamu untuk menjadi pengganti-pengganti (khalifah)
di bumi? Adakah tuhan selain Allah? Amat sedikit kamu mengingati.
( 35:39 ). Dia yang melantik kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti)
di bumi. Maka sesiapa yang tidak percaya, atasnyalah ketidakpercayaannya;
ketidakpercayaan mereka menambahkan orang-orang yang tidak percaya hanya dalam
kebencian di sisi Pemelihara mereka; ketidakpercayaan mereka menambahkan bagi
orang-orang yang tidak percaya hanya dalam kerugian.
( 38:26 ).
"Wahai Daud, sesungguhnya Kami melantik kamu khalifah (pengganti)
di bumi; maka hakimkanlah antara manusia dengan adil, dan janganlah mengikuti
keinginan supaya ia tidak menyesatkan kamu daripada jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat daripada jalan Allah, bagi mereka, azab yang keras
kerana mereka melupakan Hari Perhitungan."
Tugas yang lebih jelas dalam konsep
khalifah di muka bumi adalah manusia harus tampil untuk melakukan sebuah
perubahan sesuai misi yang diemban oleh para nabi yaitu menjadikan Islam
sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ini bermakna, bahwa
Islam adalah mencita-citakan terbentuknya suatu masyarakat yang menjunjung
tinggi semangat persaudaraan universal (universal broderhoood), egaliter
(sejajar), demokratis, berkeadilan sosial (social justice), dan berkeadaban
(social civilization) serta secara istikamah (ajeg) melakukan perjuangan untuk
membebaskan kaum tertindas (mustadafin).
Seperti yang dikatakan Bung Soekarna
“Ingatlah kepada Tuhan. Carilah pemimpin Tuhan. Bangsa yang tidak dipimpin
Tuhan, diperintah oleh orang-orang yang dzolim! Men must be governed by God, or they will governed by tryants.
Ingatlah akan hal ini, setiap waktu”
Dengan hal seperti ini kita dapat belajar
dari teori belajar bahwa untuk
menumbuhkan rasa sadar dalam mengaktualisasikan mission Hmi melalui nilai
–nilai intelektual yaitu menurut Skiner memandang reinforcement ( penguatan ) sebagai unsur yang paling penting dalam
proses belajar. Individu cenderung untuk belajar jika diikuti dengan reinforcement. Jika laku individu
diikuti dengan reinforcement yang
menyenangkan maka tingkah laku tersebut cenderung akan diulang sesering
mungkin. Reinforcement inilah yang
oleh Skiner disebut dengan operant conditing. Dalam menggunakan reinforcement untuk memperkuat tingkah
laku dikenal dua metode yaitu pembentukan (shaping ) dan pemodelan ( modeling
).
Berdasarkan hal-hal diatas kita dapat
mengupayakan agar seluruh kader dapat sadar bahwa hari ini Hmi kehilangan
budaya intelektual nya sehingga tercitra HMI kader intelektual menjadi aktivis
demonstran yang keluar dari subtansi fungsi dan peran HMI yang terkesan
bergerak-gerak saja, tanpa ada sebuah langkah yang kongkrit buat menjawab
problematika keumatan maupun kebangsaan. Pembentukan budaya intelektual dapat
dilakukan di komisariat maupun di cabang dengan memasukkan nilai-nilai
intelektual yang bersumber dari al-quran dan tidak menyalahi moral dan etika.
Sebagai bentuk konkrit nilai keterbukaan
terhadap ilmu pengetahuan, kader Hmi harus banyak membaca buku sebagai
reinforcement keilmuannya dan memprofersionalkan diri kader sehingga dapat
menjadi kader yang siap dalam mengaktualisasikan mission dimanapun,kapan pun
dan mampu menjadi pemimpin.
0 comments:
Post a Comment