Wednesday, April 1, 2015

Intelektual Islam

Standard
BAB II
Pembahasan
Ada hal yang harus diketahui seluruh kader bahwa status, fungsi dan peran kader di dalam implementasi mission Hmi :
1.     Status HMI adalah organisasi mahasiswa
mahasiswa adalah orang yang memiliki tingkat intelektual yang lebih dibandingkan masyarakat pada umumnya. Selain itu mahasiswa masih punya kebebasan dalam menyuarakan sesuatu, karena mereka belum terikat dengan suatu kepentingan apapun. Jiwa mudanya mengarahkan mahasiswa untuk senantiasa progress dalam menghadapi situasi jaman. Hal itulah yang mengakibatkan mahasiswa mendapatkan julukan agent of change atau agen-agen perubahan. Dan HMI membutuhkan sosok-sosok yang berani, intelektual, radikal, untuk meyerukan perubahan-perubahan, yaitu mahasiswa.
2.     Fungsi HMI sebagai organisasi kader
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kader berfungsi dan berperan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia melalui olah sikap, nalar, dan perilaku. Proses perkaderan HMI adalah menerapkan proses internalisasi nilai-nilai moral dan kebenaran, baik dalam nilai keislaman, kebangsaan dan kemahasiswaan. Organisasi ini senantiasa terus berganti dengan pola dibina untuk kemudian membina. Dengan demikian proses pembelajarannya dapat menyeluruh kepada semua kader. Dan diharapkan akan terbentuk sosok kader-kader yang memiliki integritas pribadi yang tangguh, bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, militan, kritis, dan berani untuk melawan.
3.     Peran HMI sebagai organisasi perjuangan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi perjuangan dalam keberadaannya tidak bisa dilepas dari sejarah perjuangan bangsa, maka sebagai kelompok cendikiawan, dinamika HMI terkait erat dengan dinamika bangsa yang berkembang.
Nilai-nilai yang harus hidup ditubuh HMI adalah sebagai komunitas terdidik yang memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri dan lingkuang sosial, bangsa dan agama. HMI harus mampu memberikan warna baru bagi dunia akademis dan gerakan mahasiswa. Dan perjuangannya adalah untuk senantiasa untuk mewujudakan tujuan, dan mengawal proses berkembangnya bangsa dan agama.
Sebagai agama yang memiliki materi ajaran yang integral dan komprehensif, islam memotivasi kaum muslimin untuk mengembangkan agama islam, yaitu kebudayaan yang mencerminkan nilai-nilai islam. Kebudayaan memperoleh perhatian yang serius dalam islam karena mempunyai peran yang sangat penting untuk mem-bumikan ajarannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia.
            Manusia dengan akal budinya mampu menghasilkan kebudayaan yang spektakuler. Hidup manusia memang memerlukan sarana kehidupan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya, memperoleh kemudahan, dan kesenangan hidup. Akal budi mampu melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mengelolanya sehingga menghasilkan produk budaya maju. Tetapi tidak sedikit produk budaya itu yang justru menyengsarakan manusia dan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga ekosistem terganggu, seperti obat pembasmi hama tanaman yang ikut terkonsumsi melalui produk tanaman yang hilangnya jenis binatang tertentu sehingga terputusnya mata rantai predator.
            Kebudayaan dalam bentuk karya seni juga berkembang pesat, tetapi terdapat sisi negatif dalam perkembangannya, seperti pakaian para seniman yang seronok, disamping penampilan yang vulgar dalam bentuk adegan mesum. Islam tidak melarang umatnya mengembangkan budayanya, bahkan mendorongnya, tetapi ada batas-batas yang harus diperhatikan dalam pengembangannya itu sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai islam yang berusaha menjaga fitrah hidup manusia untuk memperoleh kemudahan, kesenangan hidup, tetapi juga selamat dari perilaku menyimpang yang menyesatkan1.
            Keberadaan kader-kader Hmi di Indonesia inilah yang diharapkan dapat menjadi agent of change, pembawa perubahan-perubahan menuju perbaikan dengan sebuah landasan perjuangan yang telah ditetapkan yaitu Missi Hmi. Paradigma yang dimaksud bagi missi Hmi, yaitu dapat membuat keadaan menjadi bermakna dan bernilai transendental. Tidak hanya sekedar itu, tetapi kreasi  bentuk dengan nafas atau isi yang menghubungkan manusia dengan Allah SWT. Maksudnya, tidak berorientasi pada materi, tetapi nilai. Walaupun berujud materi, tetapi punya nilai transendental
Dalam perjalanan menata bangsa Indonesia kader-kader Hmi juga telah mengambil peran sebagai social control. Kader-kader berpartisipasi aktif, konstruktif, proaktif, insklusif, integratif bersama-sama pemerintah Republik indonesia serta seluruh kekuatan bangsa. Perwujudan ini juga dibarengi oleh nilai-nilai intelektual yang teraktualisasi dalam sikap, tutur kata, serta visualisasi aspek lainnya. Adapun missi Hmi yang terdiri dari :
1.      Menegakkan dan mengembangkan agama islam yang bersumbe pada Al-Quran dan As-sunah, untuk tegaknya keyakinan Tauhid, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang majemuk, dengan melakukan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.
2.     Berperan dan berpartisipasi, konstruktif, proaktif, iinklusif, integratif, bersama-sama pemerintah Republik Indonesia serta seluruh kekuatan bangsa, guna meningkatkan harkat dan martabat serta peradaban bangsa Indonesia dalam bidang kehidupan beragama, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, sosial, politik, kemasyarakatan, dan dimensi kehidupan lainnya, dan hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diridhoi Allah SWT, menuju Indonesia Baru di masa depan.
3.     Berusaha menguasai dan membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membangun masa depan bangsa.
4.     Membina kader-kader intelektual dan pejuang bangsa yang berwawasan keislaman, keindonesiaan, keilmuan, dan independensi, sebagai calon pemimpin bangsa di masa mendatang untuk mengisi Proklamasi 17 Agustus 1945, dan menyempurnakan perjuangan bangsa mencapai cita-citanya. Kader Hmi memiliki 5 ciri dengan kualifikasi-kulifikasi :
a.      Kader Hmi merupakan hamba Allah yang juhud dan tawadlu’,taat beribadah- sehingga berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara baik secara individual, komunal ataupun secara organisasi.
b.     Sebagai pemuda, kader Hmi memiliki sifat kejuangan yang senantiasa peka dan militan menjawab kehidupan lingkungan sekitarnya-sehngga mampu tampil usaha amar ma’ruf nahi mungkar secara ikhlas.
c.      Sebagai warga masyarakat, kader Hmi adalah seorang warga negara yang memiliki akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga menjadi panutan masyarakat sekitarnya.
d.     Sebagai mahasiswa, kader MHI adalah seorang yang berpendidikan tinggi, tekun belajar-sehingga dapat mengembangkan kemampuan ilmiahnya yang selalu didayagunakan bagi lingkungannya.
e.      Sebagai pemimpin, kader MHI adalah seorang yang bersifat amanah, adil, benar, jujur, tanpa pamrih serta penyeru, pengayom, penyantun sekaligus cerdas, berilmu dan terampil.
5.     Membendung dan memberantas bahaya abadi dan latent paham/ajaran komunis dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta paham-paham lain yang bertentangan dengan islam dan pancasila.
6.     Senantiasa mengusahakan persatuan dan kesatuan umat islam dan bangsa Indonesia yang majemuk, serta keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke, sebagai syarat mutlak tercapainya cita-cita umat Islam dan bangsa Indonesia yang besar dan luhur dalam hidup berdampingan degan bangsa-bangsa lain di dunia.
Implementasi Missi HMI untuk menjawab tantangan yang dihadapi bangsa, dapat dilakukan dengan menerapkan pemikiran keislaman-keindonesiaan MHI. Pemikiran HMI yang berkembang dalam kurun waktu 58 tahun, menampakkan relevansinya dengan sejarah perjuangan bangsa indonesia. Pada sisi ini akan ditelusuri bagaimana partisipasi dan peran yang diambil HMI dalam ikut membentuk kepribadian, identitas bangsa indonesia ditengah realitas sosial budaya dengan ciri pertumbuhan, perkembangan dan kemajemukan. Atas konsep independensinya, peran HMI akan dicoba diungkapkan dalam upaya persatuan dan kesatuan nasional dari seluruh komponen bangsa, maupun latar belakang sosial budaya, politik, dan keagamaan. Pancasila sebagai konvergensi nasional dijadikan sebagai platform untuk menuju integrasi nasional yang harmonis. Kemudian atas wawasan kebangsaan-keislaman HMI, melahirkan oemikiran keislaman-keindonesiaan, sebagai satu ideologi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia.
            Untuk mewujudkan mission Hmi ,saya menawarkan  pembangunan budaya akademis dalam segi kehidupan dalam implementasikan mission Hmi, Berdasarkan gagasan itu saya paparkan .
            A.L. kroeber dan Clyde Kluckhohn, telah mengumpulkan kurang lebih 161 defenisi tentang kebudayaan. Secara garis besarnya, defenisi kebudayaan sebanyak itu dikelompokkan ke dalam enam kelompok sesuai dengan tinjauan dan sudut pandang masing-masing pembuat defenisi.
            Kelompok pertama menggunakan pendekatan deskriptif dengan menekankan pada sejumlah isi yang terkandung di dalamnyaseperti defenisi yang dipakai oleh Taylor. Ia mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang amat kompleks meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diterima manusia sebagai anggota masyarakat.
            Kelompok kedua menggunakan pendekatan historis dengan menekankan pada warisan sosial dan tradisi kebudayaan. Misalnya defenisi yang dipakai oleh Park dan Burgess yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah sejumlah totalitas dari organisasi dan warisan sosial yang diterima sebagai sesuatu yang bermakna yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa.
            Kelompok ketiga menggunakan pendekatan normatif seperti defenisi yang dipakai oleh Ralph Linton. Ia menegaskan bahwa kebudayaan adalah suatu pandangan hidup dari sekumpulan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka pelajari, mereka miliki, kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
            Kelompok keempat menggunakan pendekatan psikologi yang diantaranya menekankan pada aspek penyesuaian diri (adjustment) dan proses belajar seperti definisi yang dipakai oleh Kluckhohn. Tokoh ini menegaskan bahwa kebudayaan terdiri dari semua kelangsungan proses belajar suatu masyarakat.
            Kelompok kelima menggunakan pendekatan struktural dengan menekankan pada aspek pola dan organisasi kebudayaan, seperti defenisi yang dipakai oleh Turney. Ia menyatakan bahwa kebudayaan adalah pekerjaan dan kesatuan aktivitas sadar manusia yang berfungsi membentuk pola umun dan melangsungkan penemuan-penemuan, baik material maupun non material.
            Kelompok keenam menggunakan pendekatan genetik yang memandang kebudayaan sebagai suatu produk, alat-alat, benda-benda, ataupun ide dan symbol. Termasuk dalam kelompok ini adalah defenisi yang dibuat oleh Bidney yang menegaskan bahwa kebudayaan dapat dipahami sebagai proses dinamis dan produk dari pengolahan dari manusia dan lingkunganya untuk mencapaikan akhir individu dan masyarakat.
            Dari berbagai tujuan dan sudut pandang tentang defenisi kebudayaaan, ditemukan bahwa kebudayaan itu merupakan sesuatu persoalan yang sangat luas. Namun, esensinya melekat dengan diri manusia. Artinya, manusialah sebagai mencipta kebudayaan itu. Kebudayaan lahir bersamaan dengan kelahiran mansuai itu sendiri. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kebudayaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan sebagai suatu produk.
            Alquran memandang kebudayan merupakan suatu proses, dan meletakkannya sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati, dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu, secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan. Walau demikian, ia bisa lepas dari nilai-nilai ketuhanan ketika manusia telah mengabaikan eksistensi tuhan di dalam hidupnya.
            Kebudayaan islam adalah hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk keberkiprahan dan keberkembangannya. Hasil olah akal, budi, rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
            Dalam perkembangannya, budaya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Disini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau berperadaban islam.
            Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut sebagai peradaban islam, maka fungsi agama di sini akan semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan persoalan kehidupan sendiri, di sini sangat terasa perlunya suatu bimbingan wahyu.
            Kebudayaan itu akan terus berkembang, tidak akan pernah berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas dan kreativitas manusia, baik dalam konteks hubungan dengan sesamanya, maupun dengan alam lingkungannya, akan selalu terkait dengan kebudayaan orang lain. Di sini terlihat bahwa manusia sebagai mahkluk budaya dan mahkluk sosial tidak akan pernah berhenti dari kreativitasnya dengan tidak akan pernah bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Kebudayaan baru akan berhenti apabila manusia sudah tidak sanggup lagi menggunakan akal budinya.
            Allah mengutus para Rasul dari jenis manusia dan dari kaumnya sendiri karena akan menjadi sasaran dakwahnya adalah umat manusia. Oleh sebab itu, misi utama karasulan Muhammad saw, adalah untuk memberi bimbingan pada umat manusia agar dalam mengembangkan kebudayaannya tidak melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan, sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak.” Artinya, Nabi Muhammad saw, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaannya sesuai dengan petunjuk Allah. Sebelum Nabi di utus Bangsa Arab sudah berbudaya tetapi budaya yang dikembangkannya terlepas dari nilai-nilai ketauhidan yang bersifat universal. Landasan pengembangan kebudayaan mereka adalah hawa nafsu.
            Mengawali tugas kerasulannya Nabi saw. Meletakkan dasar-dasar kebudayaan islam. Hal itu kemudian berkembang menjadi peradaban islam. Ketika dakwah islam ke luar dari jazirah Arab, kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya setempat dengan nilai-nilai islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan islam. Selanjutnya, kebudayaan itu berkembang menjadi suatu peredaban yang diakui kebenarannnya secara universal.
            Dalam pandangan Islam kebudayaan marupakan produk akal manusia atas penerjemahaannya terhadap sumber ajaran islam, Alquran dan Sunnah. Ajaran Islam diturunkan sesuai dengan kebutuhan manusia, yaitu sebagai pembimbing dalam mengembangkan kehidupan dan kebudayaannya.
            Menurut M. Nastsir ada enam sumber kekuatan ajaran Islam kebudayaan bersifat lokal menjadi dari peradaban manusia yang universal yaitu:
1.     Menghormati akal. Manusia Muslim disuruh menggunakan akalnya untuk mengamati dan memikirkan keadaan alam. Banyak ayat-ayat Alquran yang menyatakan betapa pentingnya pengembangan akal bagi kehidupan manusia. Dalam kaitan ini, maka proses ijtihad menjadi penting bagi peningkatan kesejahteraan hidup manusia.
2.     Kewajiban menuntut ilmu. Setiap pemeluk islam, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan menuntut ilmu. Nabi saw, menyuruh umatnya belajar ilmu pengetahuan walaupun ke negeri Cina.
3.     Larangan Taqlid. Setiap orang dilarang mengikuti sesuatu perkara yang tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu sekalipun datang dari para leluhurnya.
4.     Mengambil inisiatif. Setiap muslim dikerahkan untuk mengambil inisiatif keduniaan yang dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat umum sekalipun bagi mereka yang tidak seagama. Seperti mengadakan barang-barang kebutuhan yang tidak ada sebelumnya.
5.     Menggunakan hak-hak keduniaan. Kaum muslimin disuruh mancari rida Allah atas hikmah yang diterimanya di dunia ini dan menggunakannya hak-hak itu sesuai dengan aturan agama.
6.     Aktualisasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan nyata. Kaum muslim dianjurkan untuk berhubungan dengan dunia luar, berinteraksi dengan bangsa atau golongan lain untuk saling bertukar ilmu dan pengetahuan.
 Sejarah Intelektual Islam
Perkembangan pemikiran islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti yang seluas-luasnya. Tradisi pemikiran dikalangan umat islam berkembang seiring dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat arab sendiri, di mana islam lahir dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap dengan tradisi keilmuannya. Sebab masyarakat Arab pra Islam belum mempunyai sistem pengembangan pemikiran secara sistematis.
Pada masa awal perkembangan islam, tentu sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum terselenggara karena ajaran Islam tidak diturunkan sekaligus. Namun demikian isyarat Alquran sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh terhadap pengembangan ilmu dan pemikiran, sebagaimana terlihat pada ayat yang per-tamadi turunkan (surat al-‘alaq:1). Dalam kaitan ini dapat dipahami mengapa proses pendidikan islam pertama kali berlangsung di rumah Dar al-arqam. Ketika masyarakat islam telah terbentuk, maka pendidikan islam dapat diselenggarakan di mesjid. Proses pendidikan pada kedua tempat tersebut dilakukan dalam lingkaran besar atau disebut halaqah.
Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual islam dapat dikelompokkan menjadi tiga masa, yaitu masa klasik, yaitu antara tahun 650-1250M., masa pertengahan yaitu tahun 1250-1800M., dan masa modern, yaitu sejak tahun 1800-sampai sekarang.
Pada masa klasik, lahir para ulama mazhab seperti imam Hambali, Hanafi,Imam asy-Syafii dan Imam Malik. Sejalan dengan itu lahir pula para filosuf Muslim seperti al-Kindi, tahun 801M., seorang filosuf pertama Muslim. Di antara pemikirannya bahwa kaum Muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan islam. Selain Al-Kindi, pada abad itu lahir pula para filosuf besar seperti Al-Razi yang lahir tahun 865M. Al-Farabi lahir tahun 870M., dia dikenal sebagai pembangun sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula filosuf agung Ibn Miskawaih pada tahun 930mM. Pemikiran yang terkenal adalah pendidikan Akhlak. Kemudian muncul pula Ibn Sina Tahun 1037, Ibn Bajjah, 1138M., Ibn Tufai 1147M.,dan Ibn Rusyd 1126M.
Akhlak kepada Lingkupan Hidup
            Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa misi Agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”.(Al-Abiya’:107).
            Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi, yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan, mengelola, dan melestarikan alam. Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mngembangkan hubungan yang harmonis dengan menjaga alam sekitarnya.
            Memakmurkan alam adalah mengelola sumber daya sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam secara berlebihan. Allah menyediakan bumi yang subur ini untuk disikapi oleh manusia dengankerja keras untuk mengolah dan memeliharanya sehingga melahirkan nilai tambah yang tinggi bagi kehidupan dan peradabannya.
 Allah berfirman:
“Dia menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmurnya”. (Hud:61).
            Kekayaan alam yang berlimpah disediakan Allah untuk disikapi dengan cara mengambil dan memberi manfaat dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Firman Allah:
“...dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu bebuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yangberbuat kerusakan”. (Al-Qashash:77).
            Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana atau hanya diambil manfaatnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia.
            Akibat akhlak yang buruk terhadap lingkungan akan melahirkan malapetaka. Misalnya, banjir yang menghancurkan habitat hewan, dan kematian manusia. Eksploitas kekayaan laut yang tanpa memperhitungkan kelestarian ekologi laut melahirkan kerusakan hebat habitat hewan laut. Hal ini akan merugikan manusia dan kelangsungan hidup bumi. Padahal, semua itu semata-mata mengejar keuntungan ekonomis yang bersifat sementara.
            Inilah persoalan yang dihadapi oleh manusia pada abad ini, apabila tidak diatasi dengan segera tentu akan dapat menghancurkan lingkungan sekaligus mendatangkan malapetaka yang hebat bagi manusia itu sendiri. Firman Allah:“Telah tampak kerusakan didaratan dan dilautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan ayng benar)”. (Ar-Rum,30:41)
            Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak sadar, sombong, egois, rakus, dan angkuh ini merupakan bentuk akhlak terhadap lingkungan yang buruk dan sangat tidak terpuji dan membahayakan.
Seharusnya dalam mengimplementasikan nilai-nilai intelektual dalam mission Hmi kita sebagai manusia harus menjadi khalifah. Seperti yang terdapat dalam Al-Quran yang menjadi landasan dalam menjalankan ajaran ini .
 ( 2:30 ). Dan apabila Pemelihara kamu berkata kepada para malaikat, "Aku akan meletakkan di bumi khalifah (pengganti)." Mereka berkata, "Adakah Engkau meletakkan di dalamnya orang yang akan membuat kerosakan di dalamnya dan menumpahkan darah, sedang kami menyanjung dengan memuji-Mu dan memanggil Engkau Suci?" Dia berkata, "Sesungguhnya Aku tahu apa yang kamu tidak tahu."
(6:165). Dia yang melantik kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti) di bumi, dan menaikkan sebahagian kamu dalam darjat di atas sebahagian yang lain, supaya Dia menguji kamu pada apa yang Dia memberikan kamu. Sesungguhnya, Pemelihara kamu cepat dalam pembalasan sewajarnya; dan sesungguhnya Dia Pengampun, Pengasih.
(7:69). Apa, adakah kamu hairan bahawa satu peringatan daripada Pemelihara kamu telah datang kepada kamu melalui seorang lelaki antara kamu supaya dia memberi amaran kepada kamu; dan ingatlah apabila Dia melantik kamu sebagai pengganti selepas kaum Nuh, dan menambahkan kamu dengan luas dalam ciptaan kamu; ingatlah kamu akan pemberian Allah agar kamu beruntung."
 (7:74 ). Dan ingatlah apabila Dia melantik kamu pengganti-pengganti selepas Ad, dan Dia menempatkan kamu di bumi, mengambil untuk kamu istana-istana daripada tanah-tanah datarnya, dan memahat gunung-gunungnya menjadi rumah-rumah. Ingatlah akan pemberian Allah, dan janganlah membuat kecelakaan di bumi dengan membuat kerosakan."
( 10:14 ). Kemudian Kami melantik kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti) di bumi selepas mereka supaya Kami memerhatikan bagaimana kamu akan buat.
( 10:73 ). Tetapi mereka mendustakannya; maka Kami menyelamatkan dia dan orang-orang yang bersama dia di dalam kapal, dan Kami melantik mereka sebagai pengganti-pengganti, dan Kami menenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami; kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahannya orang-orang yang diberi amaran.
 ( 27:62 ). Atau, siapakah yang menyahut orang yang dalam kesulitan apabila dia berseru kepada-Nya, dan menghilangkan kejahatan, dan melantik kamu untuk menjadi pengganti-pengganti (khalifah) di bumi? Adakah tuhan selain Allah? Amat sedikit kamu mengingati.
( 35:39 ). Dia yang melantik kamu khalifah-khalifah (pengganti-pengganti) di bumi. Maka sesiapa yang tidak percaya, atasnyalah ketidakpercayaannya; ketidakpercayaan mereka menambahkan orang-orang yang tidak percaya hanya dalam kebencian di sisi Pemelihara mereka; ketidakpercayaan mereka menambahkan bagi orang-orang yang tidak percaya hanya dalam kerugian.
 ( 38:26 ). "Wahai Daud, sesungguhnya Kami melantik kamu khalifah (pengganti) di bumi; maka hakimkanlah antara manusia dengan adil, dan janganlah mengikuti keinginan supaya ia tidak menyesatkan kamu daripada jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat daripada jalan Allah, bagi mereka, azab yang keras kerana mereka melupakan Hari Perhitungan."
Tugas yang lebih jelas dalam konsep khalifah di muka bumi adalah manusia harus tampil untuk melakukan sebuah perubahan sesuai misi yang diemban oleh para nabi yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.  Ini bermakna,  bahwa Islam adalah mencita-citakan terbentuknya suatu masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal (universal broderhoood), egaliter (sejajar), demokratis, berkeadilan sosial (social justice), dan berkeadaban (social civilization) serta secara istikamah (ajeg) melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindas (mustadafin).

Seperti yang dikatakan Bung Soekarna “Ingatlah kepada Tuhan. Carilah pemimpin Tuhan. Bangsa yang tidak dipimpin Tuhan, diperintah oleh orang-orang yang dzolim! Men must be governed by God, or they will governed by tryants. Ingatlah akan hal ini, setiap waktu”

Dengan hal seperti ini kita dapat belajar dari teori belajar  bahwa untuk menumbuhkan rasa sadar dalam mengaktualisasikan mission Hmi melalui nilai –nilai intelektual yaitu menurut Skiner memandang reinforcement ( penguatan ) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Individu cenderung untuk belajar jika diikuti dengan reinforcement. Jika laku individu diikuti dengan reinforcement yang menyenangkan maka tingkah laku tersebut cenderung akan diulang sesering mungkin. Reinforcement inilah yang oleh Skiner disebut dengan operant conditing. Dalam menggunakan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku dikenal dua metode yaitu pembentukan (shaping ) dan pemodelan ( modeling ).

Berdasarkan hal-hal diatas kita dapat mengupayakan agar seluruh kader dapat sadar bahwa hari ini Hmi kehilangan budaya intelektual nya sehingga tercitra HMI kader intelektual menjadi aktivis demonstran yang keluar dari subtansi fungsi dan peran HMI yang terkesan bergerak-gerak saja, tanpa ada sebuah langkah yang kongkrit buat menjawab problematika keumatan maupun kebangsaan. Pembentukan budaya intelektual dapat dilakukan di komisariat maupun di cabang dengan memasukkan nilai-nilai intelektual yang bersumber dari al-quran dan tidak menyalahi  moral dan etika.


Sebagai bentuk konkrit nilai keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan, kader Hmi harus banyak membaca buku sebagai reinforcement keilmuannya dan memprofersionalkan diri kader sehingga dapat menjadi kader yang siap dalam mengaktualisasikan mission dimanapun,kapan pun dan mampu menjadi pemimpin.

0 comments:

Post a Comment