Tiga
Lentera
(
Cerita Bersambung )
Karya
Rhendi Van Pasaribu,S.Pd
Kota ini merupakan tempat dimana semua lentera dibesarkan
menjadi anak-anak yang tumbuh dengan sehat dan dapat belajar sambil bermain
serta bermain sambil belajar. Kota metropolitan yang begitu indah, aman dan
ramai. Lentera tinggal di tepi kota tersebut, di sebuah lorong yang padat
penduduk dengan nuansa masyarakat yang heterogen. Dinamika sosial yang beraneka
ragam dengan tingkat kriminal lingkungan yang tinggi.
Lentera pertama bernama Alfarabi, seorang anak laki-laki
pertama dari 3 bersaudara. Dia memiliki 2 saudara kandung yang bernama Hussein
dan Fatimah. Mereka hidup dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang kuat.
Alfarabi itu nama ku, Anak tertua dari seorang Ibu yang bernama Shelly, dan
Ayah bernama Khodri. Alfarabi saat ini sudah tumbuh besar dan bersekolah di
sekolah milik pemerintah di kota metropolitan, kota itu bernama Medan.
Disuatu hari, Lentera pertama harus berjuang dalam hidup
mereka yang diakibatkan usaha keluarga mereka yang bangkrut, dari sebuah
ekonomi yang kacau berakibat banyak terhadap kehidupan ketiga lentera. Ketiga
lentera mengalami dinamika keluarga yang seharusnya tidak mereka terima diusia
yang sekecil ini, layaknya sebuah lagu dari penyanyi kesukaan Alfarabi yaitu
Iwan Fals dengan lirik “ Anak sekecil itu berkelana lewat waktu...”. Lirik lagu
itu menginspirasi sehingga dapat tumbuh diantara permukaan yang terjal,
bebatuan yang keras dan angin yang kencang menghembus.
Lentera pertama itu bagai api di suatu wadah pembakaran,
yang terus ingin hidup dan membakar semangat kedua lentera lainnya. Api
merupakan energi, energi yang memberikan panas dan cahaya. Panasnya membakar
kemalasan dan pesimisme, dan cahayanya memberi jalan harapan bagi perjalanan
ini. Bukankah Tuhan mengajarkan melalui Seorang Pria yang menjadi teladan
kehidupan semua manusia lainnya, Beliau Rasulullah Muhammad SAW. Melalui lisan
beliau terbentuk hadist yang selalu dibaca setiap insan termasuk Alfarabi.
Sehingga begitu dia terus diajarkan kelimuan agama oleh guru spiritual, membuat
energi dan harapan itu terus berkobar dihati.
Dipagi hari yang cerah, Ibu bercerita dengan Alfarabi,
untuk mencoba merajut kehidupan yang baru setelah bangkrut dengan berdagang
minuman khas Medan yaitu TST, Teh Susu Telur serta warung mie rebus. Dengan
keyakinan yang besar, lentera dan ibu memulai usaha baru tersebut,
Alhamdulillah kehidupan mulai berwarna kembali, seakan ada embun pagi yang
terus menyejukkan kehidupan kami.
********************************************************
0 comments:
Post a Comment