Kompetensi Profesional Guru dalam Hubungannya dengan
Proses Belajar Mengajar
Proses belajar
dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola,
sturktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh
kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten akan
lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan
lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat
optimal (Hamalik, 2002:36).
Guru adalah orang
yang melakukan fungsinya di sekolah. Dalam pengertian tersebut, telah
terkandung suatu konsep bahwa guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi
dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-konpetensi yang dituntut agar guru
mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Tanpa mengabaikan
kemungkinan adanya perbedaan tuntutan kompetensi profesional yang disebabkan
oleh adanya perbedaan lingkungan sosial kultural dari setiap isntitusi sekolah
sebagai indikator, secara umum seorang guru dinilai kompeten secara
profesional, apabila guru tersebut:
a. Mampu mengembangkan tanggung jawab dengan
sebaik-baiknya.
b. Mampu melaksanakan peranan-peranannya
secara berhasil.
c. Mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan (tujuan instruksinoal) sekolah.
d. Mampu melaksanakan peranannya dalam proses
mengajar dan belajar dalam kelas.
Berdasarkan
pertimbangan dan analisis di atas, dapat diperoleh gambaran secara fundamental
tentang pentingnya kompetensi guru. Dengan demikian, terdapat cukup alasan
mengenai pentingnya kompetensi profesional guru. Kompetensi guru merupakan tumpuan
keberhasilan proses belajar mengajar karena dengan kompetensi itu guru mampu
menciptakan suasana belajar yang menarik dan efektif.
Di awal telah
dijelaskan bahwa guru adalah jabatan profesional. Karena itu, ia memerlukan
berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka seorang guru harus
memenuhi kriteria profesional. Hamalik (2002:37), mengutip hasil lokakarya
pembinaan Kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung, mengemukakan kriteria
profesional yang ditinjau dari berbagai aspek sebagai berikut:
a. Fisik
- Sehat jasmani dan rohani.
-
Tidak
mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan
dari anak didik.
b. Mental/Kepribadian
- Berkepribadian/berjiwa Pancasila.
- Mampu menghayati GBHN.
- Mencintai bangsa dan sesama manusia dan
rasa kasih sayang kepada anak didik.
- Berbudi pekerti yang luhur.
- Berjiwa kreatif, dan memanfaatkan rasa
pendidikan yang ada secara maksimal.
- Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tenggang rasa.
- Mempu mengembangkan krerativitas dan
tanggung jawab yang besar akan tugasnya.
- Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
- Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.
- Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.
- Ketaannya akan disiplin.
c. Keilmiahan/pengetahuan
- Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan
pribadi.
- Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan
mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik.
- Memahami, menguasai, serta mencintai ilmu
pengetahuan yang akan diajarkan.
- Memiliki pengetahuan yang cukup tentang
bidang-bidang yang lain.
- Senang membaca buku-buku ilmiah.
- Mampu memecahkan persoalan secara
sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
- Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar
mengajar.
d. Keterampilan
- Mampu berperan sebagai organisator proses
belajar mengajar.
- Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar
pendekatan struktural, indisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi.
- Mampu menyusun garis besar program
pengajaran (GBPP).
- Mampu memecahkan memecahkan dan
malaksanakan teknik-teknik menngajar yang baik dalam mencapai tujuan
pendidikan.
- Mampu merencanakan dan melaksanakan
evaluasi pendidikan.
- Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan
dan pendidikan luar sekolah.
Kompetensi profesional guru, selain berdasarkan pada
bakat guru, unsur pengalaman dan pendidikan memagang peranan yang sangat
penting. Pendidikan guru, sebagai suatu usaha yang berencana dan sistematis
melalui beberapa program yang dikembangkan oleh LPTK dalam rangak usaha
peningkatan kompetensi guru.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa pendidik
Islam yang profesional harus memiliki kompetensi-kompetensi yang lengkap
meliputi: (1) penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan
dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya; (2)
penguasaan strategi pendidikan, termasuk kemampuan evaluasinya; (3) penguasaan
ilmu dan wawasan kependidikan; (4) memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan
hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan masa depan;
(5) memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung yang mendukung
kepentingan tugasnya[i].
Salah satu ciri guru yang profesional sebagai tuntutan sosok pendidik
adalah bagaimana ia dapat menyampaikan pelajaran secara efektif, menyenangkan,
dan antusias. Ada
beberapa aspek yang harus dimiliki oleh guru profesional, antara lain
keyakinan, perilaku, dan pengendalian[ii].
Aspek-aspek tersebut mengandung beberapa hal, diantaranya adalah bahwa:
1) Mengajar adalah belajar
“When you teach, you learn”. Guru yang berkeyakinan bahwa
mengajar adalah belajar, maka bila menerima atau menanggapi beragam pertanyaan
“cemerlang” dari siswa, akan merespon yang lebih cemerlang. Ia menggali
pertanyaan lagi, merumuskan serta menghubungkan dengan teori yang ada walaupun
belum terjawab.
2) Hidup adalah belajar
Dunia selalu tumbuh dan berkembang dan sekarang ini dunia mengalami
perubahan yang cukup drastis, terutama dalam bidang informasi termasuk di
dalamnya pendidikan.
Bagaimana kalau ilmu guru tidak berkembang seiring perkembangan jaman
dan teknologi. Pengetahuan akan menjadi ketidaktahuan, karena pengetahuan tidak
sesuai dengan kenyataan lagi. Guru yang profesional meyakini diri, bahwa hidup
adalah belajar terus menerus menuju kesempurnaan. Belajar bukan hanya bentuk
resmi di kelas. Belajar mempunyai makna yang luas.
3) Otak manusia tak berhingga
Manusia dibedakan menjadi tiga tipe dalam menyerap informasi yaitu auditif,
visual, dan kinestestik. Sementara dalam mengolah informasi ada
empat tipe yaitu: sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkrit dan acak
abstrak[iii].
Kita mungkin mengharap ada tipe terbaik dibanding tipe yang lain.
sehingga ada orang yang lebih cerdas, ternyata tidak ada. Semua tipe adalah
baik. Orang akan cerdas apabila ia menerima dan mengolah informasi sesuai
dengan tipenya. Orang akan tampak “bodoh” bila sistem pendidikan tidak mengakomodasi
tipenya. Sehingga dengan demikian, tugas guru tertantang untuk mampu
mengidentifikasi tipe-tipe anak didiknya, kemudian menyusun rencana
pembelajaran yang sesuai.
Guru yang berhasil membangun kepercayaan diri dan
kepercayaan siswa, adalah guru yang profesional. Dan guru yang demikian patut
disebut sebagai guru yang berhasil.
Dari sini kemudian dapat diformulasikan
asumsi yang melandasi keberhasilan guru
yakni: “pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai
kompetensi personal-religius, sosial-religius, dan profesional-religius”[iv].
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
diambil suatu remusan tentang pengertian guru profesional, yaitu guru yang
melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai
sumber kehidupan. Lebih lanjut, dalam menjalankan kewenangan profesionalnya,
guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang bersifat psikologis, yang
meliputi:
1) Komptensi kognitif (kecakapan ranah cipta);
2) Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);
3) Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah
karsa)[v].
Secara terperinci ketiga kompetensi
tersebut dapat diuaraikan sebagai berikut:
1. Kompetensi kognitif
Kompetensi bidang kognitif artinya adalah kemampuan intelektual seorang
guru seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai belajar dan
tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, serta
kemampuan umum lainnya. Dalam hal ini pengetahuan ranah kognitif dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
a.
Pengetahuan
Kependidikan / Keguruan
Pengetahuan kependidikan dalam hal ini dibuktikan dengan adanya ijazah
formal[vi].
Pengetahuan kependidikan dalam hal ini dibagi menjadi dua yaitu ilmu
kependidikan umum dan ilmu kependidikan khusus. Pengetahuan kependidikan umum
meliputi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi pendidikan, dan
sebagainya. Sedangkan pengetahuan kependidikan khusus meliputi, metode mngajar,
metodik khusu pengajaran materi tertentu, teknik evaluasi, praktik keguruan dan
sebagainya.
Kalau pengetahuan kependidikan umum meliputi segenap pengetahuan yang
tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, sebaliknya
pengetahuan kependidikan khusus langsung terkait dengan praktik pengelolaan
proses belajar mengajar.
b.
Ilmu
pengetahuan materi bidang studi
Kategori yang kedua ini meliputi semua bidang studi yang akan diajarkan
oleh guru. Penguasaan atas mata pelajaran atau bidang studi yang akan diajarkan
seorang guru mutlak diperlukan[vii].
Penguasaan tersebut seyogianya dikaitkan dengan pengetahuan kependidikan khusus
terutama mengenai metodik khusus serta praktik keguruan.
“Jenis kompetensi kognitif lain yang juga perlu dimiliki seorang guru
adalah kemampuan mentransfer strategi kognitif kepada para siswa agar dapat
belajar secara efisien dan efektif”[viii].
Dengan kemampuan ini diharapkan seorang guru mampu mengubah preferensi kognitif
siswa dari yang bermotif ekstrinsik menjadi preferensi yang bermotif intrinsik.
2. Kompetensi Sikap/ afektif
Kompetensi sikap atau afektif, artinya “kesiapan dan kesediaan guru
terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya”[ix]. Kompetensi ranah afektif bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar
diidentifikasi. Namun demikian kompetensi afektif yang sering dijadikan obyek
penelitian adalah sikap dan perasaan
diri yang terkait dengan profesi keguruan. Sikap dan perasaan diri
tersebut adalah:
a.
Konsep
diri dan harga diri guru
Konsep diri guru adalah “totalitas sikap dan persepsi seorang guru
terhadap dirinya sendiri”[x]. Guru
yang profesional memerlukan konsep diri
yang tinggi. Guru yang mempunyai konsep diri yang tinggi dalam mengajarnya akan
cenderung memberi peluang yang luas kepada para siswa untuk berkreasi, sehingga
dalam hal ini terwujud komunikasi banyak arah. “Proses belajar mengajar dengan
pola komunikasi ini mengarah pada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan
pelajar yang optimal, sehingga mendorong pelajar untuk belajar aktif”[xi].
Dengan tingginya konsep diri seorang guru, pada umumnya menimbulkan
harga diri yang tinggi pula. Seorang guru mempunyai keberanian untuk membantu
sekuat tenaga dan mendorong siswa untuk maju.
b.
Efikasi
diri dan efikasi kontekstual guru
Efikasi guru adalah “keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya
sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswanya”[xii]. Ini berarti bahwa kemampuan keyakinan guru
terhadap kemampuannya sebagai pengajar profesional bukan hanya dalam hal
menyajikan materi pelajaran di dalam kelas, akan tetapi lebih dari itu juga
kemampuan mendayagunakan keterbatasan ruang, waktu serta media yang terkait
dengan proses belajar mengajar.
b.
Sikap
penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain
Sikap ini terkait dengan perasaan seorang guru yang mempunyai
kecenderungan penilaian terhadap
dirinya sebagai seorang
pendidik.
Sikap ini
diiringi dengan kepuasan seorang guru terhadap kelebihan serta kekurangannya
sebagai seorang manusia. Sikap penerimaan terhadap diri sndiri ini secara
otomatis akan berpengaruh terhadap sikap penerimaan terhadap orang lain.
3. Kompetensi psikomotorik
Kompetensi yang ketiga ini terkait dengan ketrampilan jasmaniah seorang
guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar. Perbedaan kompetensi
ini dengan kompetensi kognitif terletak dalam sifatnya. Kalau kompetensi
kognitif berkenaan dengan aspek teori, pada kompetensi psikomotorik yang
diutamakan adalah praktek/ketrampilan melaksanakannya[xiii].
Secara garis besar kompetensi ini dibagi menjadi dua, yaitu (1) Kecakapan
jasmaniah umum, dan (2) Kecakapan jamaniah khusus.
Kecakapan jamaniah yang umum meliputi kemampuan yang diwujudkan dalam
bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani seorang guru seperti duduk, berdiri,
berjalan dan lain-lain yang secara tidak lansung berhubungan dengan proses
belajar mengajar.
Sedangkan kecakapan jasmaniah yang sifatnya khusus, meliputi
ketrampilan tertentu yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi
kecakapan ini secara langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar[xiv].
Kompetensi guru di Indonesia telah pula dikembangkan. Depdikbud
sebagaimana dikutip Nana Syaodih Sukmadinata[xv],
merinci 10 kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru, yaitu:
1) Penguasaan bahan pelajaran beserta
konsep-konsep dasar keilmuannya.
2) Pengelolaan program belajar mengajar
3) Pengelolaan kelas
4) Penggunaan media dan sumber pelajaran
5) Penguasaan landasan-landasan kependidikan
6) Pengelolaan interaksi belajar mengajar
7) Peilaian prestasi siswa
8) Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan
penyuluhan
9)
Pengenalan
dan penyelenggaraan administrasi sekolah
[i] Abdul Mudjib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media,
2006), hal. 94-95
[iv] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Opersionalisme, (Bandung: Trigenda Karya,
1993), hal. 173
[v] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 230
[xi] Tim Penyusun, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bagais
Depag RI, 2001), hal.78
[xv] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 193
0 comments:
Post a Comment