Profesionalisme Guru Dalam Meningkatkan Proses Belajar
Mengajar
Sebagaimana teori barat,
guru atau pendidik dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik[i].
Pendidik berarti juga orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu
berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memnuhi
tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas
sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri[ii].
Guru merupakan bapak rohani
(spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa
dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk.
Oleh karena itu seorang pendidik dituntut mempunyai kemampuan-kemampuan yang
mendukung tugasnya sebagai pentransfer ilmu kepada peserta didik.
Dalam paradigma Jawa, guru (gu
dan ru) yang berarti digugu dan ditiru. Dikatakan digugu
karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki
wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru
karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya
patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
Dalam melaksanakan tugas
keguruannya, seorang pendidik dituntut mempunyai seperangkat prinsip keguruan
serta kompetensi yang menunjang profesinya, karena ia tidak hanya bertugas
sebagai transfer of knowledge saja, tetapi juga sebagai manager of
leraning, director of learning, fasilitator, dan the plenner of future
society.
A. Kompetensi
Profesional Guru
1. Pengertian Kompetensi Profesional Guru
Menurut Muhamad Ali dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum di Sekolah”
kompetensi diartikan kemampuan.[iv]
Sedangkan Roestiyah NK. Mengartikan kompetensi adalah “sebagai suatu
tugas yang memadai, atau pemilikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang
dituntut oleh suatu jabatan”.[v]
Profesional berasal dari kata profesi yang berarti “bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb.) tertentu”.[vi]
Sedangkan Sudirman AM mendefiniskan profesi adalah suatu pekerjaan yang
memerlukan pendidikan lanjut di dalam sains dan teknologi yang digunakan
sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam kegiatan yang bermanfaat[vii].
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi profesional guru
adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang menjabat sebagai guru.
Muhamad Ali mengartikan Kompetensi profesional guru adalah “menggambarkan
tentang kemampuan yang dituntutkan kepada seorang yang memangku jabatan sebagai
guru.”[viii]
Dalam kaitannya dengan tugas guru, maka kompetensi dasar yang harus
dimiliki oleh seorang guru meliputi sepuluh kompetensi guru yaitu : Menguasai
bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media /
sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar,
mengenal fungsi dan program layanan dan program, layanan bimbingan dan
penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami
prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[ix]
Sebagai contoh
kompetensi yang pertama, yaitu penguasaan bahan pelajaran. Penguasaan yang
dimaksud tidak terbatas pada penguasaan bidang studi yang menjadi
spesialisasinya tetapi juga meliputi penguasaan terhadap bahan-bahan pendalaman
atau aplikasi dari bidang yang bersangkutan. Apalagi bila bidang studi yang
lain, penguasaan atas materi didang studi yang terkait sangat diperlukan.
Akhirnya sebagai
catatan kecil perlu diungkapkan, bahwa pada keadaan-keadaan tertentu seorang
guru tidak selalu harus menerapkan seluruh kompetensi yang dimiliki. Hal ini
perlu dikemukakan untuk menjaga terjadinya kerancuan dalam menerapkan
kemampuan-kemampuan tersebut. Kerancuan ini dapat terjadi manakala pada situasi
tertentu seorang guru harus dihadapkan pada dua atau tiga masalah yang
pemecahannya membutuhkan kompetensi yang berbeda. Sebagai ilustrasi dapat
diumpamakan terjadinya benturan pada pencapaian tujuan yang masuk dalam
kompetensi penelolaan program pengajaran dengan usaha menciptakan iklim belajar
mengajar yang serasi yang masuk dalam kompetensi pengelolaan kelas. Hal
demikian sering terjadi berkenaan dengan target kurikulum yang dirasakan sangat
besar pada sekolah-sekolah di Indonesia .
Pada situasi yang demikian harus ditentukan alternatif terbaik yang harus
dipilih walau harus meninggalkan salah satunya.
Demikianlah pada kenyataanya pemilikan kemampuan belum menjamin seorang
guru mencapai keberhasilan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Kompetensi yang dimiliki ini harus dilengkapi dengan kemampuan untuk menerapkannya
dan kemampuan yang terakhir ini baru dapat diperoleh melalui sejumlah
pangalaman pada serangkaian waktu tertentu.
Namun secara umum kompetensi guru meliputi tiga macam kompetensi yaitu
kompetensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
2. Guru sebagai Tenaga yang Kompeten dan
Profesional
Kompetensi profesional guru dalam proses belajar mengajar di kelas
merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh guru dalam melaksanakan kurikulum,
karena gurulah yang merealisasikan apa yang idial dalam kurikulum, sebab :
1. Guru langsung melaksanakan kurikulum di
dalam kelas.
2. Guru yang bertugas mengembangkan kurikulum
pada tingkatan pengajaran, karena melakukan tugas :
-
Menganalisa
tujuan berdasarkan apa yang tertuang dalam kurikulu.
-
Merumuskan
bahan yang sesuai dengan isi kurikulum.
-
Merumuskan
bentuk kegiatan belajar mengajar yang dapat memberikan pengalaman belajar
kepada siswa.
-
Melaksanakan
apa yang telah diprogramkan.
3. Guru langsung menghadapi masalah-masalah
yang muncul sehubungan dengan pelaksanaan kurikulum di kelas.
4. Guru yang memberikan upaya pemecahan segala
permasalahan yang dihadapi, dan melaksanakannya.
Dengan demikian, keberhasilan kurikulum pada tingkat bidang studi atau
tingkatan pengajaran tergantung pada guru dalam mengembangkannya.
Suatu pekerjaan pada umumnya akan dapat dikerjakan dan diselesaikan
dengan baik apabila dikerjakan oleh orang yang memiliki kemampuan atau keahlian
di bidang itu, dan seseorang yang memiliki kemampuan ditandai ketrampilan
kerja. Karena dalam ketrampilan kerja yang dimilikinya ia akan dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dengan demikian seseorang akan dapat
menunjukkan kualitas layanan di bidang profesinya.
Sehubungan dengan usaha menjadikan guru sebagai tenaga yang kompeten
dan profesional, pemerintah memberi batasan mengenai tenaga kependidikan (dalam
hal ini khususnya guru). Hal ini diatur oleh Undang-Undang RI Nomor 2 tahun
1989 tentang “Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 ayat 1, 2, dan 3 yang
berbunyi :
1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada
suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik
yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga
pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan
tenaga keguruan.[x]
Dengan
demikian akan lebih mengarah kepada terciptanya tenaga-tenaga guru yang
kompeten dan profesional atau sebagai pekerja yang profesional di bidangnya.
Guru sebagai pekerja yang profesional, perlu dibedakan dari seorang
teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik atau prosedur kerja tertentu,
“seorang pekerja profesional atau guru harus menguasai visi yang mendasari
ketrampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional dan
memiliki sikap positif dalam melaksanakan serta mem-perkembangkan mutu
karyanya.[xi]Lebih
lanjut Sardiman A.M. mengemukakan “Kompetensi seorang guru sebagai tenaga
profesional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosa, radiagnosa dan
penyesuaian yang terus menerus”.[xii] Dengan
demikian seorang guru akan dapat memenuhi fungsinya sebagai tenaga yang
profesional.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu profesi, menurut Wolmer
dan Mills, apabila memenuhi kriteria atau ukuran-ukuran sebagai berikut :
1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang
teori yang luas, maksudnya :
a. Memiliki pengetahuan umum yang luas.
b. Memiliki keahlian khusus yang mendalam.
2. Merupakan karier yang dibina secara
organisatoris, maksudnya :
Adanya
keterikatan dalam suatu organisasi profesional.
Memiliki
otonom jabatan.
Memiliki
kode etik jabatan.
Merupakan
karya bakti seumur hidup.
3. Diakui sebagai pekerja yang mempunyai
status profesional, maksudnya :
a. Memperoleh dukungan masyarakat.
b. Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum.
c. Memiliki persyaratan yang sehat.
d. Memiliki jaminan hidup yang layak.[xiii]
Dengan demikian dari kriteria diatas dapat diambil
pengertiannya bahwa pekerjaan guru dapat dikriteriakan sebagai suatu profesi
karena dapat memenuhi kriteria-kriteria diatas.
Berhubungan dengan pekerjaan profesional, CV. Good menjelaskan bahwa :
Jenis pekerjaan berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu,
yaitu : memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon pelakunya
(membutuhkan pendidikan pra-jabatan yang relevan), kecakapan seorang pekerja
profesional dituntut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang
berwenang (misalnya, organisasi profesional, konsorsium, dan pemerintah). Dan
dari jabatan profesional tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan atau
negara.[xiv]
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pekerjaan guru dapat
digolongkan sebagai pekerjaan profesional karena memenuhi ciri-ciri diatas. Hal
ini dapat dibuktikan dengan adanya pengaturan tenaga kependidikan di dalam UU
RI nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 27, 28, 29, 30,
31, dan 32 dan Kode Etik Guru Indonesia (PGRI, 1989).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru adalah tenaga yang kompeten
dan profesional karena secara formal yang dapat menjadi guru hanya orang-orang
yang memenuhi syarat sebagai guru.
[i] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 74-75
[ii] B. Suryobroto, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta:
Bina Aksasra, 1983), hal. 26
[iii] Dep. Dik. Bud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hal. 453.
[iv] Muhamad Ali, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung:
Sinar Baru 1985), hal. 35.
[v] Roestiyah N.K., Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta:
Bina Aksara 1989), hal. 4.
[vi] Dep. Dik. Bud, Kamus…, hal. 702.
[vii] Sardiman AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
(Jakarta: Rajawali, 1986), hal.131
[viii] Muhamad Ali, Pengembangan …, hal. 36.
[ix] Sardiman A. M, Interaksi
…., hal. 162.
[x] UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Penjelasannya, (Semarang: Aneka Ilmu, 1989), hal. 12
[xi] A. Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius,
1994), hal. 27.
[xii] Sardiman A. M., Interaksi…
, hal. 131.
[xiii] Ibid., hal. 131.
0 comments:
Post a Comment