“Green Belt” Sebagai
Upaya Meningkatkan Kebersihan Lingkungan Kota Medan
Rhendi
Van Pasaribu
Perencanaan tata ruang yang terjadi
di kota Medan semakin lama menunjukkan arah yang tidak optimal.Hal ini
dikarenakan begitu banyak bangunan yang berdiri tanpa perencanaan yang kurang
tepat.Setiap meter tanah kota ini didirikan sebuah bangunan besar seperti
ruko.sehingga melupakan sebuah aturan perundangan UU No.26 Tahun 2007 Pasal 17
ayat 5 ,yang mengharuskan setiap wilayah memiliki kawasan hutan sekitar 30%. Sesuai
dengan peraturan ini seharusnya pemerintah merancang setiap pembangunan kota
dengan memperhatikan ruang terbuka hijau.Ruang terbuka hijau pada setiap kota
harus memiliki besar 30 % dari luas wilayah,Ruang terbuka hijau berfungsi
sebagai tempat untuk mencegah pemanasan global, membersihkan daerah dari polusi
udara,sebagai wadah tempat berlibur warga sekitar wilayah tersebut.Kenyamanan,keteraturan
serta kepedulian kesehatan masyarakat menjadi alasan bahwa keberadaan ruang
terbuka hijau di kota harus direalisasikan.
Banyak faktor yang menyebabkan
perencanaan tata ruang tidak sesuai dengan peraturan.”Perencana kota harus
memikirkan kemungkinan ini sebelum sebuah perencanaan disusun. Maksudnya untuk
memperkuat implementasi perencanaan itu. Sejak dini sudah dipantau
kemungkinannya. Penyusunan perencanaan tata ruang kota hendaknya tidak hanya
diatas kertas tapi juga harus memperhatikan fenomena yang mungkin terjadi
ditengah masyarakat dan perilaku dari pemerintah kota itu sendiri maupun
pengguna tata ruang kota. Saat ini, dilihat dari sudut spasial, kota Medan
adalah kota tanpa perencanaan tata ruang.
Dokumen perencanaan tata ruang kota
yang disusun oleh pemerintah kota bersama pihak legislatife dipakai hanya untuk
memenuhi persyaratan administratif dari sebuah pemerintah kota. Penyusunan
dokumen perencanaan yang memakan biaya besar hampir tidak berpengaruh terhadap
tata ruang kota yang benar. Semua kawasan larangan untuk pendirian bangunan
digarap habis tanpa memperhatikan estetika kota, fungsi kota dan bencana alam
yang mungkin muncul. Keserakahan pengguna tata ruang kota tidak mampu diatur
oleh pemerintah kota. Keberhasilan pembangunan kota hanya dilihat dari
pembangunan gedung gedung bertingkat yang megah tanpa memperhatikan lingkungan,
bencanaalam, kemacatan lalu lintas, estetika kota dan kepentingan masyarakat
banyak. Gedung bertingkat terus dibangun sementara jalan raya tidak diperlebar,
aliran sungai dipersempit, jalur hijau lenyap.Terjadi ketidakseimbangan antara
pembangunan pisik wilayah dengan daya dukung wilayah maupun dengan aktifitas
masyarakat yang ada diatasnya.Tak ada sepotong tanahpun yang tertinggal yang
terdapat ditengah kota. Semua sudah tergarap tanpa aturan yang benar.
Dipinggiran kota tumbuh rumah toko
(ruko) disepanjang jalan sehingga kota menjadi gersang. Semua sudut kota
menggambarkan wajah kota yang sama yang diisi dengan ruko. Pembangunan dan
penjualan ruko memang memberikan keuntungan yang besar bagi pengembang. Tak ada
lagi keimbangan antara yang seharusnya dilakukan dengan apa yang terjadi.Layak
sekali jika kota Medan disebut Kota Ruko. Lahan kota dijadikan komoditi bagi
para pengusaha pengembang. Bangunan peninggalan lama yang merupakan warisan
yang tidak boleh diganggu, satu persatu mengalami kemusnahan.Permasalahannya
terletak pada derasnya arus urbanisasi yang memunculkan permintaan akan sarana
kota secara tajam. Kondisi ini dipergunakan pengembang sebagai momentum yang
tepat dalam berusaha. Kedua sisi ini ditambah pula oleh ketidak berdayaan
pemerintah kota dalam menertibkan dan melalukan pengawasan, dengan alasan
politis dan ekonomis. Secara politis sulit untuk menertibkan pendatang karena
pemerintah kota sendiri memang belum siap menyediakan fasilitas kehidupan bagi
pendatang (perumahan, air minum, listrik dsb). Secara ekonomis desakan pengusaha
juga sulit untuk dihambat pemerintah kota. Dengan demikian setiap jengkal tanah
adalah emas termasuk lahan yang terlarang untuk dibangun.
Ineffisiensi kota pasti terjadi pada
setiap aktifitas kehidupan. Di Medan banyak terdapat ahli perencana tata ruang
kota tapi semuanya lunglai karena alasan politis dan ekonomis tadi. Dengan
demikian, pada masa mendatang diperlukan pimpinan kota yang kuat dan berwibawa,
yang didudukan bersama perencana tata ruang kota yang visioner, yang paham akan
kebutuhan kota sejalan dengan pembangunan kota jangka panjang. Pembangunan
fasilitas kota harus lebih cepat tumbuhnya dari pertumbuhan kebutuhan masyarakat
agar Medan dapat menjadi kota yang ideal bagi kehidupan”( Prof Bachtiar Hassan
Miraza,2010).
0 comments:
Post a Comment