BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kini
Indonesia sedang dihadapkan pada titik kritis dalam memandang masa depannya.
Apakah akan menjadi negara dan bangsa yang berdaulat atau justru menjadi negara
dan bangsa yang terjajah oleh neo-imperialisme modern yang dibungkus atas nama
liberalisasi perdagangan dan globalisasi. Pertanyaan ini juga pada hakikatnya
tak membutuhkan jawaban, karena setiap orang yang merasa dirinya kaum
intelektual seperti mahasiswa sangat
bisa menjawab pilihan jawaban atas pertanyaan di atas. HMI sebagai organisasi
yang lahir atas kondisi kesejarahan yang kental dengan perjuangan
anti-penjajahan yang kemudian berkembang sesuai dengan kondisi bangsa saat itu
dan memasuki fase-fase penting bangsa ini, telah melahirkan jutaan kader yang bisa jadi
telah ikut mewarna bangsa ini dalam berbagai
sendi kehidupan, mulai di tingkat pengambil kebijakan sampai di tingkat akar rumput (grassroot). Pertanyaan kritisnya adalah apakah
HMI yang sekarang masih mampu memperjuangkan nasib masyarakat marginal dan
bertanggung jawab atas terpuruknya kualitas dan daya saing bangsa saat ini atau
malah apatis acuh tak acuh melihat carut marutnya bangsa yang semakin bobrok,
baik dari segi ekonomi, politik dan social.
Saat ini
telah banyak kalangan internal HMI maupun luar HMI yang menilai bahwa HMI tidak
memiliki peranan yang strategis dan signifikan dalam kehidupan kemasyarakatan
dan kebangsaan. HMI sekarang dinilai kurang menyentuh isu-isu yang
bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat di tingkat grassroot. HMI terkesan menghindari
isu-isu yang bersifat strategis tersebut sehingga terlempar dari wacana
gerakan. Kualitas masyarakat pengabdi yang membawa tugas manusia pengabdi bukan
hanya membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi
baik hanyalah sebuah manifesto dan slogan bombastis yang begitu rapuh untuk
diinternalisasikan para aktivis dan kader HMI dalam kapasitasnya sebagai
khalifah dan pioner di dunia.
Padahal
pemihakan pada rakyat atau lapisan masyarakat yang termarjinalisasi dan
tertindas merupakan seruan penting dalam doktrinasi ajaran islam. Perjuangan
membebaskan dan melakukan advokasi bagi kaum tertindas merupakan perintah
al-Qur’an yang harus dilaksanakan. Tentang hal ini al-Qur’an surat an-Nisa ayat
75 menyerukan :
“Mengapa
kamu tidak berjuang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah, baik
laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak.”
Namun
jika kita mengamati secara bersama, tampaknya HMI belum sepenuhnya dapat
mengapresiasi pesan-pesan profetis yang terkandung dalam al-Qur’an itu untuk
direalisasikan dalam bentuk aksi-aksi social secara nyata. Selama ini yang
lebih memberikan perhatian dan giat melakukan advokasi kepada lapisan
masyarakat yang lemah dan marginal justru LSM-LSM yang tak berbasis pada
gerakan islam.
Problem
yang dihadapi HMI saat ini merupakan krisis yang fundamental sebab perkembangan
kaum menengah ke bawah perkotaan dimana struktur kekuasaan terlalu kuat
sehingga HMI tidak lagi memiliki peluang bekerja social. HMI tidak lagi mampu
menangkap dan mengembangkan kembali secara kreatif tradisi populis dan
intelektual yang terwariskan dan lambat laun kian menjadi mitos. Strategi ganda
yang dikenal dengan berjuang dari dalam (struggle from whitin) dan berjuang
dari luar kekuasaan (struggle from without) nampaknya sudah tidak relevan lagi
ketika HMI memilih dekat dengan kekuasaan, dimana para mantan HMI duduk dalam
struktur elite kekuasaan. Maka upaya pemerintah untuk meredam gerak dan
kritisisme HMI adalah melalui structural kekuasaan. Perihal tersebut
menyebabkan independensi HMI terganggu. HMI yang seharusnya sebagai kekuatan
moral bangsa yang kritis dan independen, sekarang hanyalah nonsens (Doli
kurnia, 2002).
Gunjingan
yang mengatakan HMI semakin jauh dari ummat dan perjuangan kerakyatan ada
benarnya. Hal tersebut berbanding positif dengan pola-pola pengkaderan yang
cenderung a-sosial dan lebih condong ke arah politik dan kekuasaan. HMI lebih
sering dan senang bercuap-cuap sampai membusa di hotel mewah berkelas ketimbang
memperbincangkan nasib kaum buruh, kaum miskin kota, anak jalanan, gelandangan
dan sebagainya. Oleh karena itu kiranya saya membuat makalah ini guna
mengungkap masalah kejumudan dan keapatisan gerakan HMI dalam merespon dan
memperjuangkan kepentingan rakyat dan tentunya beserta solusi cerdas dalam
penyelesaiannya.
0 comments:
Post a Comment