Tuesday, April 7, 2015

Independensi HMI

Standard
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kini Indonesia sedang dihadapkan pada titik kritis dalam memandang masa depannya. Apakah akan menjadi negara dan bangsa yang berdaulat atau justru menjadi negara dan bangsa yang terjajah oleh neo-imperialisme modern yang dibungkus atas nama liberalisasi perdagangan dan globalisasi. Pertanyaan ini juga pada hakikatnya tak membutuhkan jawaban, karena setiap orang yang merasa dirinya kaum intelektual seperti mahasiswa sangat bisa menjawab pilihan jawaban atas pertanyaan di atas. HMI sebagai organisasi yang lahir atas kondisi kesejarahan yang kental dengan perjuangan anti-penjajahan yang kemudian berkembang sesuai dengan kondisi bangsa saat itu dan memasuki fase-fase penting bangsa ini, telah melahirkan jutaan kader yang bisa jadi telah ikut mewarna bangsa ini dalam berbagai sendi kehidupan, mulai di tingkat pengambil kebijakan sampai di tingkat akar rumput (grassroot). Pertanyaan kritisnya adalah apakah HMI yang sekarang masih mampu memperjuangkan nasib masyarakat marginal dan bertanggung jawab atas terpuruknya kualitas dan daya saing bangsa saat ini atau malah apatis acuh tak acuh melihat carut marutnya bangsa yang semakin bobrok, baik dari segi ekonomi, politik dan social.
Saat ini telah banyak kalangan internal HMI maupun luar HMI yang menilai bahwa HMI tidak memiliki peranan yang strategis dan signifikan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan. HMI sekarang dinilai kurang menyentuh isu-isu yang bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat di tingkat grassroot. HMI terkesan menghindari isu-isu yang bersifat strategis tersebut sehingga terlempar dari wacana gerakan. Kualitas masyarakat pengabdi yang membawa tugas manusia pengabdi bukan hanya membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik hanyalah sebuah manifesto dan slogan bombastis yang begitu rapuh untuk diinternalisasikan para aktivis dan kader HMI dalam kapasitasnya sebagai khalifah dan pioner di dunia.
Padahal pemihakan pada rakyat atau lapisan masyarakat yang termarjinalisasi dan tertindas merupakan seruan penting dalam doktrinasi ajaran islam. Perjuangan membebaskan dan melakukan advokasi bagi kaum tertindas merupakan perintah al-Qur’an yang harus dilaksanakan. Tentang hal ini al-Qur’an surat an-Nisa ayat 75 menyerukan :
“Mengapa kamu tidak berjuang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak.”
Namun jika kita mengamati secara bersama, tampaknya HMI belum sepenuhnya dapat mengapresiasi pesan-pesan profetis yang terkandung dalam al-Qur’an itu untuk direalisasikan dalam bentuk aksi-aksi social secara nyata. Selama ini yang lebih memberikan perhatian dan giat melakukan advokasi kepada lapisan masyarakat yang lemah dan marginal justru LSM-LSM yang tak berbasis pada gerakan islam.
Problem yang dihadapi HMI saat ini merupakan krisis yang fundamental sebab perkembangan kaum menengah ke bawah perkotaan dimana struktur kekuasaan terlalu kuat sehingga HMI tidak lagi memiliki peluang bekerja social. HMI tidak lagi mampu menangkap dan mengembangkan kembali secara kreatif tradisi populis dan intelektual yang terwariskan dan lambat laun kian menjadi mitos. Strategi ganda yang dikenal dengan berjuang dari dalam (struggle from whitin) dan berjuang dari luar kekuasaan (struggle from without) nampaknya sudah tidak relevan lagi ketika HMI memilih dekat dengan kekuasaan, dimana para mantan HMI duduk dalam struktur elite kekuasaan. Maka upaya pemerintah untuk meredam gerak dan kritisisme HMI adalah melalui structural kekuasaan. Perihal tersebut menyebabkan independensi HMI terganggu. HMI yang seharusnya sebagai kekuatan moral bangsa yang kritis dan independen, sekarang hanyalah nonsens (Doli kurnia, 2002).

Gunjingan yang mengatakan HMI semakin jauh dari ummat dan perjuangan kerakyatan ada benarnya. Hal tersebut berbanding positif dengan pola-pola pengkaderan yang cenderung a-sosial dan lebih condong ke arah politik dan kekuasaan. HMI lebih sering dan senang bercuap-cuap sampai membusa di hotel mewah berkelas ketimbang memperbincangkan nasib kaum buruh, kaum miskin kota, anak jalanan, gelandangan dan sebagainya. Oleh karena itu kiranya saya membuat makalah ini guna mengungkap masalah kejumudan dan keapatisan gerakan HMI dalam merespon dan memperjuangkan kepentingan rakyat dan tentunya beserta solusi cerdas dalam penyelesaiannya. 

0 comments:

Post a Comment