Wednesday, April 1, 2015

“Green Belt” Sebagai Upaya Meningkatkan Kebersihan Lingkungan Kota Medan

Standard
“Green Belt” Sebagai Upaya Meningkatkan Kebersihan Lingkungan Kota Medan

Rhendi Van Pasaribu

            Perencanaan tata ruang yang terjadi di kota Medan semakin lama menunjukkan arah yang tidak optimal.Hal ini dikarenakan begitu banyak bangunan yang berdiri tanpa perencanaan yang kurang tepat.Setiap meter tanah kota ini didirikan sebuah bangunan besar seperti ruko.sehingga melupakan sebuah aturan perundangan UU No.26 Tahun 2007 Pasal 17 ayat 5 ,yang mengharuskan setiap wilayah memiliki kawasan hutan sekitar 30%. Sesuai dengan peraturan ini seharusnya pemerintah merancang setiap pembangunan kota dengan memperhatikan ruang terbuka hijau.Ruang terbuka hijau pada setiap kota harus memiliki besar 30 % dari luas wilayah,Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai tempat untuk mencegah pemanasan global, membersihkan daerah dari polusi udara,sebagai wadah tempat berlibur warga sekitar wilayah tersebut.Kenyamanan,keteraturan serta kepedulian kesehatan masyarakat menjadi alasan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau di kota harus direalisasikan.
            Banyak faktor yang menyebabkan perencanaan tata ruang tidak sesuai dengan peraturan.”Perencana kota harus memikirkan kemungkinan ini sebelum sebuah perencanaan disusun. Maksudnya untuk memperkuat implementasi perencanaan itu. Sejak dini sudah dipantau kemungkinannya. Penyusunan perencanaan tata ruang kota hendaknya tidak hanya diatas kertas tapi juga harus memperhatikan fenomena yang mungkin terjadi ditengah masyarakat dan perilaku dari pemerintah kota itu sendiri maupun pengguna tata ruang kota. Saat ini, dilihat dari sudut spasial, kota Medan adalah kota tanpa perencanaan tata ruang.
            Dokumen perencanaan tata ruang kota yang disusun oleh pemerintah kota bersama pihak legislatife dipakai hanya untuk memenuhi persyaratan administratif dari sebuah pemerintah kota. Penyusunan dokumen perencanaan yang memakan biaya besar hampir tidak berpengaruh terhadap tata ruang kota yang benar. Semua kawasan larangan untuk pendirian bangunan digarap habis tanpa memperhatikan estetika kota, fungsi kota dan bencana alam yang mungkin muncul. Keserakahan pengguna tata ruang kota tidak mampu diatur oleh pemerintah kota. Keberhasilan pembangunan kota hanya dilihat dari pembangunan gedung gedung bertingkat yang megah tanpa memperhatikan lingkungan, bencanaalam, kemacatan lalu lintas, estetika kota dan kepentingan masyarakat banyak. Gedung bertingkat terus dibangun sementara jalan raya tidak diperlebar, aliran sungai dipersempit, jalur hijau lenyap.Terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan pisik wilayah dengan daya dukung wilayah maupun dengan aktifitas masyarakat yang ada diatasnya.Tak ada sepotong tanahpun yang tertinggal yang terdapat ditengah kota. Semua sudah tergarap tanpa aturan yang benar.
            Dipinggiran kota tumbuh rumah toko (ruko) disepanjang jalan sehingga kota menjadi gersang. Semua sudut kota menggambarkan wajah kota yang sama yang diisi dengan ruko. Pembangunan dan penjualan ruko memang memberikan keuntungan yang besar bagi pengembang. Tak ada lagi keimbangan antara yang seharusnya dilakukan dengan apa yang terjadi.Layak sekali jika kota Medan disebut Kota Ruko. Lahan kota dijadikan komoditi bagi para pengusaha pengembang. Bangunan peninggalan lama yang merupakan warisan yang tidak boleh diganggu, satu persatu mengalami kemusnahan.Permasalahannya terletak pada derasnya arus urbanisasi yang memunculkan permintaan akan sarana kota secara tajam. Kondisi ini dipergunakan pengembang sebagai momentum yang tepat dalam berusaha. Kedua sisi ini ditambah pula oleh ketidak berdayaan pemerintah kota dalam menertibkan dan melalukan pengawasan, dengan alasan politis dan ekonomis. Secara politis sulit untuk menertibkan pendatang karena pemerintah kota sendiri memang belum siap menyediakan fasilitas kehidupan bagi pendatang (perumahan, air minum, listrik dsb). Secara ekonomis desakan pengusaha juga sulit untuk dihambat pemerintah kota. Dengan demikian setiap jengkal tanah adalah emas termasuk lahan yang terlarang untuk dibangun.
            Ineffisiensi kota pasti terjadi pada setiap aktifitas kehidupan. Di Medan banyak terdapat ahli perencana tata ruang kota tapi semuanya lunglai karena alasan politis dan ekonomis tadi. Dengan demikian, pada masa mendatang diperlukan pimpinan kota yang kuat dan berwibawa, yang didudukan bersama perencana tata ruang kota yang visioner, yang paham akan kebutuhan kota sejalan dengan pembangunan kota jangka panjang. Pembangunan fasilitas kota harus lebih cepat tumbuhnya dari pertumbuhan kebutuhan masyarakat agar Medan dapat menjadi kota yang ideal bagi kehidupan”( Prof Bachtiar Hassan Miraza,2010).

            

0 comments:

Post a Comment