Saturday, April 18, 2015

Meningkatkan Profesionalisme Guru

Standard
     Peranan Ilmu Jiwa Pendidikan Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru

Sesuatu yang merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi setiap pendidik yang kompeten dan professional adalah melaksanakan profesinya sesuai dengan keadaan peserta didik. Dalam hal ini tanpa mengurangi peranan didaktik dan metodik ilmu jiwa sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia, termasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda itu, amat penting bagi para guru di semua jenjang kependidikan.
Para ahli ilmu jiwa dan pendidikan pada umumnya berkeyakinan bahwa dua orang anak (yang kembar sekalipun) tak pernah memiliki respon yang sama persis terhadap situasi belajar-mengajar di sekolah. Keduanya sangat mungkin berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani, intellegensi, dan ketrampilan motorik. Anak-anak itu seperti juga anak-anak lainny, relative berbeda dalam berkepribadian sebagaimana yang tampak dalam penampilan dan cara berfikir ayau memecahkan masalah mereka masing-masing[i].
Pendidikan, selain merupakan prosedur juga merupakan lingkungan yang menjadi tempat terlibatnya individu yang saling berinteraksi. Dalam interaksi antar individu ini baik antara guru dengan para siswa maupun antara siswa dengan siswa
lainnya, terjadi proses dan peristiwa psikologis. Peristiwa dan proses psikologis ini sangat perlu untuk dipahami dan dijadikan landasan oleh para guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat.
Para guru, khususnya para guru sekolah, sangat diharapkan memiliki –kalau tidak menguasai– pengetahuan pengetahuan ilmu jiwa pendidikan yang sangat
memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses belajar mengajar yang berdaya guna dan berhasil guna. Pengetahuan mengenai ilmu jiwa pendidikan bagi para guru berperan penting dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan karena eratnya hubungan antara ilmu jiwa khusus tersebut dengan pendidikan seerat metodik dengan kegiatan pengajaran.
Pengetahuan yang bersifat psikologis mengenai peserta didik dalam proses belajar dan proses belajar-mengajar sesungguhnya tidak hanya diperlukan oleh calon guru atau guru yang sedang bertugas di lembaga-lembaga pendidikan formal. Para dosen di perguruan tinggi pun, bahkan para orang tua dan mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan informal seperti para kyai di pesantren, para pendeta dan pastur di gereja, dan para instruktur di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan, pada prinsipnya juga memerlukan pengetahuan ilmu jiwa pendidikan.
Masalah belajar dan hubungannya dengan ilmu jiwa pendidikan, unsure utma dalam pelaksanaan sebuah system pendidikan di manapun adalah proses belajar mengajar. Di tengah-tengah proses edukatif ini tak terkecuali apakah di tempat pendidikan formal atau informal, terdapat seorang tokoh yang disebut guru. Sumber pengetahuan yang dapat membantu atau menolong guru dalam mengelola belajar mengajar tersebut adalah ilmu jiwa pendidikan.
Namun sudah barang tentu bahwa masih ada sumber-sumber pengetahuan lainnya yang juga berhubungan dengan proses belajar mengajar. Pemahaman dan kemampuan guru yang kompeten dan professional dalam memanfaatkan teknik-teknik ilmu jiwa pendidikan merupakan hal yang tak pantas ditawar-tawar.
Para ahli ilmu jiwa melakukan riset tingkah laku manusia berdasarkan metodologi ilmiah. Mereka menarik kesimpulan dan merumuskan teori-teori dan asumsi-asumsi berdasrkan hasil temuan riset ilmiah itu. Namun, harus diakui antara satu teori dengan teori lainnya sering muncul pertentangan-pertentangan dan ketidakejegan (inconcistency) seperti yang tampak jelas dalam teori-teori belajar.
Sebagai seorang calon guru maupun praktisi pendidikan, tak perlu memandang ilmu jiwa pendidikan sebagai satu-satunya gudang penyimpan jawaban-jawaban yang benar dan pasti atas persoalan-persoalan kependidikan yang dihadapi. Namun sebaliknya, praktisi pendidikan harus tetap perlu tahu bahwa dalam ilmu jiwa pendidikan terdapat serangkaian stok informasi mengenai teori-teori dan praktik belajar, mengajar, dan belajar-mengajar yang dapat dipilih. Dalam hal ini, pilihan tersebut seyogyanya diselaraskan dengan kebutuhan kontekstual sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu. Dengan bahasa lain, pilihan ilmu jiwa tersebut harus cocok dengan keperluan ke-kini-an dan ke-disini-an, baik itu ditinjau dari sudut kepentingan para siswa maupun dari sudut jenis dan sifat materi yang akan disjikan kepada peserta didik.
Satu hal yang menurut Lindgren sebagaimana dikutip M. Surya merupakan manfaat ilmu jiwa pendidikan bagi seorang guru yaitu membantu para guru dan calon guru dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai kependidikan dan prosesnya[ii]. Sedangkan menurut Chaplin menuturkan bahwa ilmu jiwa pendidikan bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode yang telah disusun secara rapi dan sistematis[iii].
Dari dua pendapat di atas dapat diambil sebuah rumusan bahwa secara umum ilmu jiwa pendidikan merupakan alat bantu penting yang mendukung  bagi penyelenggara pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam ilmu jiwa pendidikan dapat dijadikan landasan berfikir dan bertindak dalam mengelola proses  belajar mengajar. Sedang proses tersebut merupakan unsure utama dalam pelaksanaan setiap system pendidikan.
Selanjutnya guru yang kompeten dalam perspektif ilmu jiwa pendidikan adalah guru yang mampu melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab. Adapaun guru yang bertanggung jawab adalah guru yang mampu mengelola proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip psikologis.
Adapun secara aplikatif, terdapat beberapa hal yang bisa dipetik dari ilmu jiwa pendidikan yang menunjang profesionalisme guru dalam mengajar. Beberapa hal tersebut yaitu:
1.      Proses perkembangan siswa
Di kalangan guru dan orang tua siswa, terkadang timbul pertanyaan apakah perbedaan usia antara siswa yang satu dengan lainnya membuat perbedaan substansial dalam hal merespon pengajaran. Pertanyaan iniu perlu dicari jawabannya melalui pemahaman tahapan-tahapan perkembangan siswa dan cirri-ciri khas yang mengiringi tahapan perkembangan tersebut.
Tahapan perkembangan yang lebih perlu dipahami sebagai bahan pertimbangan pokok dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar adalah tahapan-tahapan yang berhubungan dengan ranah cipta para siswa.
2.      Cara belajar siswa
Di manapun, proses pendidikan berlangsung, alas an utama kehadiran guru adalah untuk membantu siswa agar belajar sebaik-baiknya. Oleh karena itu, adalah hal esensial bagi guru untuk memahami sepenuhnya cara dan tahapan belajar yang terjadi pada diri para siswanya.
Selain itu juga, seorang guru perlu memahami pendekatan beljar, kesulitan belajar, dan alternative yang dapat diambil untuk menolong siswa mengatasi kesulitan-kesulitan belajarnya.
3.      Cara menghubungkan Mengajar dengan Belajar
Tugas utama guru sebagai pendidik sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional adalah mengajar. Secara singkat mengajar adalah kegiatan menyampaikan materi pelajaran, melatih ketrampilan, dan menanamkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut kepada siswanya.
Sehingga sebagai seorang guru diharapkan mengerti benar seluk-beluk mengajar baik dalam arti individual maupun dalam arti klasikal.

4.      Pengambilan Keputusan untuk Pengelolaan PBM
Dalam mengelola sebuah proses belajar-mengajar (PBM), seorang guru dituntut untuk menjadi figure sentral yang kuat dan berwibawa, namun tetap santun dan bersahabat. Sebelum mengelola sebuah proses belajar mengajar, guru perlu merencanakan terlebih dahulu satuan bahan atau materi dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Sesui perencanaan materi dan tujuan penyajiannya, guru perlu menetapkan kiat yang tepat untuk menyampaikan materi tersebut kepada para siswa dalam situasi belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan kegiatan di atas, guru dituntut untuk menempatkan diri sebagai pengambil keputusan (decision maker) yang penuh perhitungan untung-rugi ditinjau dari sudut kajian psikologi. Jika tidak, pengelolaan tahap-tahap interaksi belajar-mengajar akan tersendat-sendat dan boleh jadi akan gagal mencapai tujuannya.
Agar sebuah pengelolaan proses belajar mengajar mencapai sukses, seorang guru hendaknya memandang dirinya sendiri sebagai seorang professional yang efektif. Lalu, pandangan positif ini diejawantahkan dalam bentuk upaya-upaya pengambilan keputusan mengenai materi-materi pelajaran, metode, pendekatan, tugas, dan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan para siswanya, sehingga terwujud suasana belajar yang seperti diharapkan.



[i] Muhibbin Syah, Psikologi…, hal. 15
[ii] M. Surya, Psikologi Pendidikan, (Bandung: FIP-IKIP, 1982), hal. 32
[iii] J.P. Chaplin, Dictionary of Psychology, (New York: Dell Publishing, 1972), hal. 129

0 comments:

Post a Comment