Wednesday, June 8, 2016

Plasma pada Industri Tekstil

Standard


Plasma pada Industri Tekstil
Dalam bidang tekstil, penelitian yang dikerjakan sejak awal 1980-an di banyak laboratorium di seluruh dunia tentang penggunaan radiasi plasma bertekanan rendah untuk material berserat menunjukkan hasil-hasil yang menjanjikan karena mampu meningkatkan berbagai sifat fungsional pada bahan tekstil yang mendapat perlakuan radiasi plasma. Sejumlah mesin plasma bertekanan rendah komersial, yang sebagian besar berbentuk prototipe, telah ditawarkan untuk pemrosesan tekstil selama lebih dari 15 tahun. Dalam beberapa waktu terakhir, beberapa perusahaan bahkan telah mulai menawarkan sistem komersial sistem plasma bertekanan rendah untuk pemrosesan tekstil. Namun, meskipun menjanjikan keuntungan yang besar dalam prototipe laboratorium maupun industri, pemrosesan plasma pada skala industri masih lambat untuk membuat dampak yang besar dalam industri tekstil.  Kendala lainnya yaitu lambatnya pengembangan sistem plasma yang cocok untuk industri, fokus yang lambat pada pengembangan sistem plasma bertekanan rendah dan kurangnya transparansi publik mengenai kesuksesan dan kegagalan dari percobaan-percobaan industri (Shishoo ed., 2007).
Bahan tekstil memiliki sifat-sifat intrinsik yang bernilai dan tidak dimiliki bahan lain, seperti fleksibilitas, berat spesifik yang rendah, kekuatan tarik, rasio permukaan terhadap volume yang besar, sifat pegangan yang baik dan kelembutan. Oleh karena itu, bahan tekstil dapat dengan mudah menerima fungsi-fungsi tambahan, misalnya, hidrofobik, oleofobik, atau sifat anti bakteri. Selama ini, fungsi-fungsi tersebut hanya diperoleh melalui proses basah atau penyempuranaan (finishing) tradisional yang selalu disertai dengan penggunaan sejumlah besar bahan kimia, air, dan energi. Plasma adalah teknik pemrosesan kering yang memungkinkan pereduksian penggunaan air secara signifikan (Rauscher ed., 2010) dan pembangkitan reaksi-reaksi kimia tanpa suhu tinggi dan terlalu banyak zat-zat kimia yang berbahaya.
Interaksi partikel-partikel aktif di dalam plasma dengan substrat dapat mengarah pada penambahan partikel ke substrat atau pelepasan partikel dari substrat. Untuk aplikasi pada bahan tekstil, radiasi plasma dapat digunakan untuk proses pembersihan (cleaning), etsa, maupun sterilisasi. Plasma untuk finishing atau pelapisan mengarah pada deposisi dari suatu pelapisan yang sangat tipis (dalam orde nanometer) di atas substrat. Prekursor dapat dipilih sesuai dengan fungsi target. Aplikasinya termasuk misalnya, sifat oleofobik, ketahanan terhadap api, atau sifat antibakteri. Keuntungan utama adalah bahwa fungsi tersebut dapat direalisasikan dengan ukuran yang sangat terbatas, misalnya pada orde 0,2 g/m2 untuk mendapatkan sifat anti mikroba (Buyle et al.,  2008).
Sistem korona standar dalam industri tekstil terdiri dari elektroda-elektroda pisau logam murni di atas elektroda lawan (counter electrode), yang umumnya berupa rol yang menjalankan substrat. Plasma lucutan korona dibangkitkan di antara elektroda logam dan rol, lalu substrat diradiasi dengan melewatkannya melalui lucutan korona. Umumnya, peradiasian dengan lucutan korona dioperasikan di dalam udara lingkungan yang seringkali menyebabkan peningkatan energi permukaan dari permukaan substrat, misalnya, daya serap air dan daya kapilaritas yang lebih baik. Radiasi lucutan korona standar dapat dioperasikan pada kecepatan beberapa meter per menit hingga 1000 m per menit dan bahkan lebih tinggi. Kecepatan maksimal yang dapat dicapai untuk aplikasi ditentukan oleh masukan daya listrik, material substrat, struktur permukaan dan besaran dari efek-efek induksi yang diperlukan (Rauscher ed., 2010).
Sejumlah penelitian yang bertujuan meningkatkan sifat hidrofilik kain poliester (polietilena tereftalat, PET) telah dilakukan sebelumnya. Analisa ringkas dari literatur telah dilakukan untuk mengidentifikasi molekul yang dapat memberikan sifat hidrofilik dan untuk meningkatkan adhesi. Gas-gas dan monomer yang teridentifikasi di antaranya :
1. Untuk memberikan sifat hidrofilik:
gas : O2, N2, NH3, H2/N2, Ar, udara.
2. Untuk adhesi:
gas: O2, N2, NH3, Ar/N2, udara, CO2, Ar/O2/NH3, H2.
Dapat diamati, beberapa gas memberikan efek peningkatan hidrofilik dan adhesi sekaligus. Plasma yang mengandung nitrogen secara luas digunakan untuk meningkatkan pembasahan (wettability), dan fungsi lainnya dari permukaan poliester. Nitrogen juga digunakan untuk meningkatkan kekuatan antarmuka (interfacial strength) antara serat-serat polietilen dan resin-resin epoksi yang dihasilkan oleh ikatan silang amina., Gugus amino diperkenalkan pada permukaan serat untuk membuat ikatan kovalen (Chappel et al., 1991).
              Sementara penggunaan oksigen selalu dihubungkan dengan permukaan-permukaan polimer yang diradiasi menggunakan plasma-nitrogen. Fenomena yang umum adalah oksigen tergabung pada permukaan polimer setelah dan selama proses radiasi plasma non-oksigen. Radikal-radikal bebas yang tercipta pada permukaan polimer dapat bereaksi dengan oksigen selama peradiasian dengan plasma. Selain itu, radikal-radikal bebas yang masih tersisa di permukaan polimer setelah peradiasian akan bereaksi dengan oksigen ketika permukaan terkena paparan lingkungan atmosfer (Chan et al., 1996).

Proses Basah Tekstil

Standard


Proses Basah Tekstil
Produksi yang lebih bersih, lebih ramah lingkungan, dan berkelanjutan hingga kini masih menjadi masalah penting dalam proses pembuatan bahan tekstil. Rangkaian pemrosesan dalam pembuatan bahan tekstil meliputi produksi serat, pemintalan benang, pembuatan kain dengan cara pertenunan, perajutan ataupun proses nir-tenun (nonwoven), dan penyempurnaan. Di antara tahapan proses tersebut, penyempurnaan tekstil merupakan proses yang melibatkan energi, bahan-bahan kimia, dan air dalam jumlah besar. Oleh karena itu, industri tekstil saat ini masih mencari solusi untuk mencapai metode-metode produksi yang lebih bersih, lebih ramah lingkungan, dan berkelanjutan dalam operasi harian mereka (Kan, 2015).
Kain yang baru keluar dari proses pertenunan ataupun perajutan biasanya masih mengandung zat-zat yang pada umumnya disebut “kotoran” (impurities) yang meliputi kanji, minyak pelumas, dan zat-zat yang merupakan bagian alami dari serat-serat alam. Kanji diberikan pada proses persiapan pertenunan terutama untuk melindungi benang dari gaya-gaya friksi dan mekanik yang dapat mengakibatkan putus benang selama proses pertenunan. Minyak pelumas (spinning oil) biasa ditambahkan pada proses pemintalan dan pertenunan serat-serat sintetik. Serat kapas dan serat-serat alam lainnya mengandung zat-zat kimia yang secara alami memang merupakan bagian dari serat yang bersangkutan. Pada serat kapas, misalnya, 4-12% dari berat keringnya terdiri dari zat-zat non-selulosa dan perlu dihilangkan karena dapat mengganggu proses pewarnaan dan penyempurnaan khusus sesudahnya. Kain yang masih mengandung kotoran seperti itu disebut kain grey atau greige atau kain mentah dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan warna. Kain-kain tersebut pada umumnya masih berwarna sedikit kekuningan dan memiliki pegangan kaku serta agak kasar.
Proses basah tekstil (textile wet processing) merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk merujuk kepada rangkaian proses pengolahan bahan tekstil (benang maupun kain) yang meliputi persiapan penyempurnaan, pewarnaan (pencelupan dan pencapan), dan penyempurnaan khusus dan melibatkan penggunaan air sebagai media dalam jumlah sangat besar. Persiapan penyempurnaan (pretreatment) merupakan proses yang paling awal dan meliputi berbagai macam proses yang keseluruhannya dimaksudkan untuk menyiapkan kain agar mudah diproses pada tahap proses selanjutnya. Tergantung jenis kain (serat penyusunnya) yang akan diproses dan tingkat mutu yang diinginkan, persiapan penyempurnaan dapat terdiri dari penghilangan kanji (desizing), pemasakan (scouring), pengelantangan (bleaching) dan merserisasi (khusus untuk kain kapas). Proses pemasakan bertujuan menghilangkan kotoran yang terdapat secara alami pada serat dan kotoran-kotoran lain yang terbawa selama proses pembuatan kain. Pengelantangan adalah proses yang khas hanya dilakukan untuk kain-kain dari serat alam untuk menghilangkan pigmen alam yang terkandung pada serat dan menyebabkan kain mentah berwarna kekuningan hingga krem, sehingga diperoleh kain yang berwarna putih bersih. Pencelupan (dyeing) dan pencapan (printing) adalah proses pewarnaan untuk mendapatkan kain berwarna tanpa dan dengan motif. Kain-kain berwarna, dengan ataupun tanpa motif, dan kain-kain putih selanjutnya diproses dengan penyempurnaan khusus untuk memberikan efek-efek dan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan tujuan akhir penggunaannya seperti anti kusut (crease resistant), anti bakteri, tahan api (flame retardant), hidrofilik, tolak air (water repellent), swa-bersih (self-cleaning) dan sebagainya.  Keseluruhan proses basah tekstil mulai dari persiapan penyempurnaan sampai dengan penyempurnaan khusus juga lazim dikenal sebagai penyempurnaan umum atau penyempurnaan saja.
Dalam proses penyempurnaan tekstil, berbagai bahan kimia dan reaksi kimia digunakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan pada bahan tekstil. Tidak semua zat-zat tersebut dapat terserap seluruhnya ke dalam serat. Zat-zat kimia tersebut ada yang tertinggal di dalam larutan dan ada juga yang terbawa oleh kain lalu terlepas sebagian pada saat pencucian. Bahan-bahan kimia yang dilepaskan dan menjadi residu tersebut kemungkinan besar beresiko masih memiliki efek berbahaya jika dilepas ke lingkungan (Leung et al., 1996). Peraturan pemerintah tentang limbah cair industri tekstil mempersyaratkan batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh industri sebelum membuang limbah cairnya ke badan sungai dan lingkungan, sehingga untuk itu diperlukan suatu proses pengolahan air limbah yang memadai.
Air hingga saat ini masih menjadi media pelarut utama untuk proses penyempurnaan tekstil. Di samping itu, air juga dibutuhkan untuk menghasilkan uap yang masih menjadi media transfer panas utama untuk berbagai proses basah tekstil (Broadbent, 2001). Air untuk proses basah dalam tekstil dapat diperoleh dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut dapat meliputi air permukaan dari sungai dan danau serta air bawah tanah dari sumur. Air alami atau yang belum diproses dapat mengandung berbagai spesies kimia yang dapat mempengaruhi proses basah dalam tekstil. Berbagai jenis garam-garaman dapat terkandung di dalam air, tergantung pada bentuk geologi yang dilalui air saat mengalir (Broadbent, 2001).
Setelah proses basah dalam tekstil, sejumlah besar air limbah akan dialirkan ke dalam sistem pembuangan umum atau misalnya air permukaan pada lahan terbuka, dimana air limbah tersebut diproses hingga mencapai batas toleransi yang ditetapkan. Karakteristik air limbah dari berbagai metode pemrosesan basah memiliki beberapa rentang nilai yang diperkirakan, diantaranya nilai pH (6.7-9.5); total alkalinitas (500-796 ppm); total pelarut (2180-3600 ppm); padatan endapan (80-720 ppm), kebutuhan oksigen biologis (60-540 ppm), kebutuhan oksigen kimia (592kebutuhan oksigen biologis (60-540 ppm), kebutuhan oksigen kimia (592) kebutuhan oksigen biologis (60-540 ppm), kebutuhan oksigen kimia (592) kebutuhan oksigen biologis (60-540 ppm), kebutuhan oksigen kimia (592-800 ppm); Klorida (sebagai Cl-) (488-1390 ppm); sulfat (SO42-) (47-500 ppm); kalsium (Ca2+) (8-76 ppm); magnesium (Mg2+) dan natrium (sebagai Na+) (610-2175 ppm) (Broadbent, 2001).
Dengan demikian menjadi jelas di sini bahwa air memegang peran sangat penting dalam proses basah tekstil dan mewakili komponen biaya yang cukup besar. Jika pemakaian air dapat dikurangi secara signifikan, maka akan diperoleh penghematan biaya produksi secara besar-besaran di samping tentu saja keuntungan non-ekonomis lain yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan untuk masa depan.

Plasma Lucutan Pijar Korona

Standard


Plasma Lucutan Pijar Korona
Plasma yang digunakan dalam industri tekstil termasuk plasma dingin dalam klasifikasi plasma berdasarkan suhu (Nur, 2011). Salah satu plasma dingin adalah lucutan pijar korona. Lucutan korona termasuk lucutan mandiri (self-sustained) yang merupakan proses pembangkitan arus di dalam fluida netral di antara dua elektroda bertegangan tinggi dengan mengionisasi fluida tersebut sehingga membentuk plasma di sekitar salah satu elektroda dan menggunakan ion yang dihasilkan dalam proses tersebut sebagai pembawa muatan menuju elektroda lainnya (Chen dan Davidson, 2002). Lucutan pijar korona dimulai ketika medan listrik di sekitar elektroda dengan bentuk geometri sangat lengkung (elektroda aktif) memiliki kemampuan untuk mengionisasi spesies gas (Sigmond,1982).
Proses terjadinya lucutan pijar korona dalam medan listrik diawali dengan lucutan Townsend kemudian diikuti oleh lucutan pijar (glow discharge) atau korona (corona discharge) dan berakhir dengan lucutan arc (Raizer, 1991). Menurut Veldhuizen (2002) bentuk lucutan yang terjadi sebelum lucutan arc adalah lucutan yang salah satu cara pembangkitannya menggunakan pasangan elektroda tak simetris yang akan membangkitkan lucutan di dalam daerah dengan medan listrik tinggi di sekitar elektroda dengan bentuk geometri sangat lengkung. Kondisi lucutan sebelum terjadinya lucutan arc dinamakan korona. Kondisi ini terjadi pada saat tegangan yang diberikan pada elektroda berada dalam ambang batas. Sementara pada saat terjadi arc  harga tegangan nol.
Korona dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu tekanan udara, bahan elektroda, adanya uap air di udara, fotoionisasi dan tipe tegangan tinggi yang diserap. Sedangkan karakteristik korona tergantung pada tegangan, bentuk permukaan elektroda, dan kondisi permukaan (Hermagasantos,1994).
Suatu korona akan bersifat positif atau negatif bergantung kepada pemberian polaritas tegangan elektroda aktif. Korona positif terjadi ketika elektroda aktif (elektroda dimana proses ionisasi terjadi) dihubungkan dengan terminal positif sumber tegangan. Sedangkan korona negatif terjadi ketika elektroda aktif dihubungkan dengan terminal negatif sumber tegangan. Pada gambar 2.3 ditunjukkan daerah dalam lucutan pijar korona antara dua elektroda dengan konfigurasi geometri hiperboloida-bidang yang merupakan pendekatan terhadap geometri multi titik-bidang. Pada gambar 2.3 tersebut terdapat arus yang keluar dari geometri lengkung titik bidang yang dinamakan arus saturasi unipolar korona yang dihasilkan dari ion-ion yang mengalir melalui daerah aliran muatan (drift region)  (Sigmond, 1982).

Plasma tekanan Atmosfer

Standard


Plasma tekanan Atmosfer
            Plasma tekanan atmosfer termasuk dalam plasma tekanan rendah. Plasma tekanan rendah merupakan suatu teknologi yang dikembangkan dengan sangat matang untuk industri mikroelektronik. Namun, kebutuhan dalam fabrikasi mikroelektronik tidaklah sama dengan kebutuhan pada pemrosesan tekstil, dan telah banyak perusahaan yang mengembangkan teknologi reaktor bertekanan rendah untuk memperoleh fungsionalisasi yang efektif dan ekonomis dari produk-produk serat dan bahan-bahan yang fleksibel. Bentuk yang paling umum digunakan dari plasma tekanan atmosfer adalah plasma korona, plasma berpenghalang dielektrik, dan plasma pijar.
            Lucutan korona dicirikan dengan berpendarnya filamen-filamen dari suatu elektroda runcing bertegangan tinggi menuju substrat. Perlakuan korona merupakan pemrosesan menggunakan plasma yang paling luas digunakan. Kelebihan perlakuan korona adalah bahwa proses ini dapat dilakukan dalam kondisi tekanan atmosfer, gas reagennya biasanya berupa udara lingkungan. Sistem korona secara prinsip memiliki persyaratan pembuatan pada industri tekstil, namun jenis plasma yang dihasilkan tidak mencapai spektrum yang diinginkan pada fungsionalisasi permukaan dalam tekstil dan bahan-bahan non-tenun.
            Selanjutnya, lucutan berpenghalang dielektrik merupakan suatu kelas yang luas dari sumber plasma yang memiliki penghalang dielektrik yang melingkupi salah satu atau kedua elektroda dan beroperasi dengan pembangkit tegangan tinggi dengan rentang dari frekuensi rendah AC sampai 100 kHZ. Lucutan ini termasuk dalam plasma non termal dan terjadi dalam jumlah yang acak, sejumlah lucutan (arc) terbentuk di antara kedua elektroda. Namun, lucutan-lucutan mikro tersebut tidak seragam dan berpotensi menyebabkan perlakuan yang tidak merata.
            Sedangkan lucutan pijar dicirikan sebagai suatu bentuk lucutan seragam, homogen dan stabil yang biasanya dibangkitkan dalam keberadaan gas helium dan argon (dan beberapa dalam nitrogen). Lucutan ini terjadi, misalnya, dengan mengaplikasikan tegangan frekuensi radio diantara dua elektroda plat paralel. Lucutan pijar tekanan atmosfer (APGD) menawarkan suatu sumber plasma dingin homogen alternatif, yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan kondisi vakum, metode plasma dingin, sementara mengoperasikannya pada tekanan atmosfer (Shishoo ed., 2007).