Saturday, April 18, 2015

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Akhlak

Standard

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Akhlak


Pengertian Pendidikan Akhlak
Dalam bahasa Arab istilah pendidikan digunakan untuk berbagai pengertian, antara lain tarbiyah, tahzib, ta’lim, ta'dib, siyasat, mawa’izh, 'ada ta'awwud dan tadrib. Sedangkan untuk istilah tarbiyah, tahzib dan ta'dib sering diartikan pendidikan. Ta'lim diartikan pengajaran, siyasat diartikan siasat, pemerintahan, politik atau pengaturan. Muwa'izh diartikan pengajaran atau peringan. 'Ada ta'awwud diartikan pembiasaan dan tadrib diartikan pelatihan.
Di antara mereka yang menjadikan istilah-istilah di atas untuk tujuan pendidikan yakni Ibn Miskawaih dalam bukunya berjudul tahzibul akhlak, Ibn Sina memberi judul salah satu bukunya kitab al siyasat, Ibn al-Jazzar al-Qairawani membuat judul salah satu bukunya berjudul siyasat al-shibyan wa tadribuhum, dan Burhan al-Islam al-Zarnuji memberikan judul salah satu karyanya Ta'lim al-Mula'allim tharik at-ta'alum. Walau terjadi berbagai perbedaan, namun para ahli tidak mempersoalkan penggunaan istilah di atas. Karena, pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam suatu kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih baik.
Memang secara fakta bahwa istilah “pendidikan” telah menempati banyak tempat dan didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pakar, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia masing-masing. Para pakar sependapat bahwa Pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran. Kalau pengajaran dapat dikatakan sebagai "suatu proses transfer ilmu belaka", namun pendidikan merupakan "transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya". Dengan demikian, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan "tukang-tukang" atau para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, karena itu, perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis. Artinya, perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak pada “penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran clan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian” (Azra 2000, hlm. 3-4).
Mengambil makna dari pandangan Azra di atas, artinya pendidikan secara umum memuat sebuah usaha dan cara-cara yang dipersiapkan oleh pelaku pendidikan (Baca ; guru, pendidik) dengan persiapan yang matang dan penekanan-penekanan menuju ke arah proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian yang sesungguhnya tidak mudah dilaksanakan.
            Jika kita melihat sejarah, “pendidikan” secara istilah, seperti yang lazim dipahami sekarang belum dikenal pada zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Orang Arab Mekkah yang tadinya menyembah berhala, musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan kegiatan Nabi mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim, lemah lembut dan hormat pada orang lain.
Dari kegigihan usaha Rasulullah SAW tersebut, mereka telah berkepribadian muslim sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran Islam dengan itu berarti Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan sekaligus berarti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pendidik yang berhasil. Sehingga jelaslah kegigihan tersebut mencerminkan upaya menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki oleh manusia (Arifin 1993, hlm. ix), yaitu potensi untuk selalu cenderung kepada kebaikan dan ridha Allah SWT sebagai jalan yang dapat membahagiakan kehidupan mereka di dunia dan akhirat.
Al-Attas mendefinisikan pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Suatu proses “penanaman” mengacu pada metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut sebagai “pendidikan” mengacu pada metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut sebagai “pendidikan” secara bertahap “sesuatu” mengacu pada kandungan yang ditanamkan; dan “diri manusia” mengacu pada penerima proses dan kandungan itu (Al-Attas 1994, hlm. 35).
            Istilah yang dikemukakan di atas mengandung tiga unsur dasar yang membentuk pendidikan, yaitu proses, kandungan, dan penerima. Tetapi semuanya itu belum lagi suatu definisi, karena unsur-unsur tersebut masih begitu saja dibiarkan tidak jelas. Lagi pula cara merumuskan kalimat yang dimaksudkan untuk dikembangkan menjadi suatu definisi sebagaimana di atas, memberikan kesan bahwa yang ditonjolkan adalah prosesnya (Al-Attas 1994, hlm. 35-36). Jadi dapat dirumuskan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam manusia.
Sedangkan kata "Akhlak" dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan akhlak, moral, etika, watak, budi pekerti, tingkah laku, perangai dan kesusilaan. Akhlak jamak dari khuluq yang berarti adat kebiasaan (al-'adat), perangi, tabi'at (at-jiyyat), watak (at-thab), adab atau sopan santun (al-muru’at), dan agama (al-din). Istilah-istilah akhlak juga sering disetarakan dengan istilah etika. Sedangkan kata yang dekat dengan etika adalah moral.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat: 4. Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul: "Sesungguhnya engkau [Muhammad] berada di atas budi pekerti yang agung" (QS. Al-Qalam [68]: 4). Kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadis-hadis Nabi SAW, dan salah satunya yang paling populer adalah : “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bertitik tolak dari pengertian bahasa di atas, yakni akhlak sebagai kelakuan, kita selanjutnya dapat berkata bahwa akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam, dan bahwa firman Allah berikut ini dapat menjadi salah satu argumen keanekaragaman tersebut, dalam al-Qur'an : “Sesungguhnya usaha kamu (hai manusia) pasti  amat beragam” (QS. Al-Lail [92]: 4). Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruk, serta dari objeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditujukan.
Sedangkan kata etika berasal dari bahasa Yunani Kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adat kebiasaan (Bertens, 2004, him. 4). Kata yang dekat dengan etika adalah moral. Kata moral berasal dari bahasa Latin mos dan jamaknya mores yang berarti kebiasaan atau adat. Jadi menurut Bertens kata "etika" sama dengan etimologi "moral", karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaaan. Hanya bedanya "etika" dari bahasa Yunani dan "moral" dari bahasa Latin. Dalam bahasa Inggris dan juga bahasa Indonesia kata etika dan moral sangat berdekatan dengan istilah akhlak dari bahasa Arab.
Terkait masalah istilah dalam bahasa Indonesia dikenal istilah "etika dan etiket”. Etika disini berati moral. Etiket berarti sopan santun. Etiket juga berarti secarik kertas yang ditempelkan pada botol atau kemasan barang. Jika dari asal usulnya, kedua istilah ini tidak ada hubungannya. Etika dalam bahasa Inggris adalah ethics sedangkan etika adalah etiquette. Kedua istilah ini memiki persamaan dan perbedaan. Dari segi persamaan. Pertama, sama-sama menyangkut perilaku manusia. Kedua, sama-sama mengatur perilaku manusia secara normatif.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti 1) Ilmu tentang yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), 2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut para ahli masa lalu (al-qudama). Akhlak adalah kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan. Sering pula yang dimaksud akhlak adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik dan buruk.
Akhlak disebut juga ilmu tingkah laku atau perangai ('ilm al-suluk), atau tahzib al­akhlaq (falsafat akhlak) atau al hikmah al-amaliyat atau al hikmat al khuluqiyyat. Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya, agar jiwa bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya.
Sedangkan menurut Imam al-Ghazali berpendapat bahwa “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama” (Mahyuddin 1996, hlm. 4). Sedangkan Asmaran cenderung melihat akhlak merupakan bawahan sejak lahir yang tertanam di dalam jiwa manusia. Asmaran (1994), mendefinisikan "akhlak itu adalah sifat-sifat yang dibawah manusia sejak lahir, yang tertanam di dalam jiwanya dan selalu ada pada dirinya. Sifat itu dapat dilihat dari perbuatannya. Perbuatannya yang baik disebut akhlak mulia, dan perbuatan yang buruk disebut akhlak yang buruk atau tercela. Baik atau buruknya suatu akhlak tergantung pda pembinaannya" (Asmaran 1994, hlm.1).
Ditinjau dari segi sifatnya, akhlak terbagi dua macam, yakni akhlak yang baik, disebut akhlaqul mahmudah; dan akhlak yang tercela, disebut akhlaqul mazmumah (Barmawie 2001, hlm.22). Kemudian dilihat dari segi sasarannya, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada lingkungan. Akhlaqul mahmudah juga terbagi lagi beberapa macam, diantaranya adalah:
1.    Al-Amanah, artinya jujur
2.    Al-Afwu, artinya pema’af
3.    Al-khusu’, artinya menghormati tamu
4.    Al-Hilmu, artinya tidak melakukan maksiat
5.    Al-Adli, artinya bersifat adil
6.    Al-Hifafah, artinya memelihara kesucian
7.    Al-Hifafah, artinya memelihara kesucian
8.    Ar-Rahman, artinya bersifat belas kasih
9.    At-Ta’awun, artinya suka menolong (Barmawie 2001, hlm.23).


0 comments:

Post a Comment