Wednesday, November 25, 2015

Jenis- jenis permainan edukatif

Standard
Jenis permainan edukatif yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran sebagai berikut :
a.     Puzzle
Puzzle yang dipakai adalah puzzle yang sederhana, gambarnya belum terlalu rumit dan cocok untuk anak prasekolah sampai umur 8 tahun. Puzzle ini suatu bentuk permainan beregu yang menugasi pemain untuk menggabungkan atau merangkai kembali potongan-potongan kertas berbangun tak beraturan sehingga menjadi suatu bangun atau bentuk tertentu seperti bujur sangkar, persegi panjang, trapesium, jajaran genjang, lingkaran, dan segi tiga. Tujuan dari permainan diharapkan mengandung aspek moral dan inteleknya. Pemainnya adalah siswa kelas 1 - 3. Alat pada permainan ini adalah kertas berbangun tertentu, misalnya bujur sangkar.
b.     Teka Teki Silang (TTS)
Teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petunjuk . Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasyikan, selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang popular juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Melihat karakteristik Teka Teki Silang (TTS) yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata, maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja.
c.      Kartu
Dengan memanipulasi kartu atau potongan kertas, baik baru maupun bekas, guru dapat menggunakannya sebagai media pembelajaran. Banyak permainan yang dihasilkan dari penggunaan kartu ini, yaitu bermain kwartet, menjodohkan, permainan domino (sambung kata), merangkai huruf, merangkai suku kata, mencari huruf yang hilang, menyambungkan kata dan sebagainya.

d.     Gambar
Dalam media grafis, gambar dapat melahirkan banyak metode pembelajaran. Tebak gambar, cerita bergambar, menjawab pertanyaan berdasarkan gambar, cerita bersambung, merupakan contoh dari metode pembelajaran yang menggunakan media gambar.
e.     Film dan Video
Dengan berbasis teknologi, film dan video menjadi alternatif media yang umumnya disukai anak. Hal ini karena film dan video mengandalkan suguhan bagi auditori dan visualisasi. Kekuatan media audio visual ini dapat melahirkan metode bagi pembelajaran menyimak, tayangan senyap (silent viewing), tayangan bersilang (jigsaw viewing), pencarian harta karun, ramalan dan urutan peristiwa (sequencing).
f.       CD Interaktif

CD interaktif adalah sebuah program interaktif yang dibuat untuk menyampaikan sebuah informasi penting, yang dapat dijalankan dengan mudah oleh pengguna. Media ini lazim disebut CD karena media penyimpanannya mayoritas adalah sebuah kepingan CD. Di lihat dari sifatnya CD interaktif bersifat Plug and Play dan jalan secara autorun. 

Pengertian Permainan Edukatif

Standard
            Menurut Andang Ismail (2006), permainan edukatif adalah suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik, untuk memperoleh kesenangan atau kepuasaan dalam kegiatan bermain. Dengan kata lain, permainan edukatif merupakan sebuah bentuk kegiatan mendidik yang dilakukan dengan menggunakan cara atau alat yang bersifat mendidik pula.
            Adapun manfaat permainan edukatif sebagai berikut :
a.     Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar;
b.     Merangsang pengembangan daya pikir, dan daya cipta dan bahasa agar dapat menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik;
c.      Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman dan menyenangkan;
d.     Meningkatkan kualitas pembelajaran anak.bermain memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak pada hampir semua bidang perkembangan fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral, sosial, maupun emosional.
Selain manfaat, permainan edukatif  juga dapat mengembangkan berbagai macam kemampuan, antara lain :
a.     Kemampuan motorik
Berbagai penelitian menunjukan bahwa bermain memungkinkan anak dengan mainannya ataupun bayi yg memainkan mainan bayi bergerak secara bebas sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. Pada saat bermain anak berlatih menyesuaikan antara pikiran dan gerakan menjadi suatu keseimbangan.
b.     Kemampuan kognitif
Menurut Piaget, anak belajar memahami pengetahuan dengan berinteraksi melalui obyek yang ada di sekitarnya. Bermain mainan anak memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan obyek.
c.      Kemampuan afektif
Setiap permainan memiliki aturan. Aturan akan diperkenalkan oleh teman bermain sedikit demi sedikit, tahap demi tahap sampai setiap anak memahami aturan bermain. Oleh karena itu, bermain akan melatih anak menyadari adanya aturan dan pentingnya memahami aturan. Hal itu merupakan tahap awal dari perkembangan moral (afeksi).
d.     Kemampuan bahasa
Pada saat bermain anak dapat menggunakan bahasa, baik untuk berkomunikasi bersama temannya maupun sekedar menyatakan pikirannya (thinking alound).
e.     Kemampuan sosial

Pada saat bermain anak berinteraksi dengan yang lain. Interaksi tersebut mengajarkan anak cara merespon, memberi dan menerima,menolak atau setuju dengan ide dan perilaku anak lain.

Pengertian Belajar

Standard
               Belajar adalah proses yang dialami secara langsung dan secara aktif oleh peserta didik untuk memperoleh kecakapan baru, baik yang berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan maupun sikap. Menurut Oemar Hamalik (1990:21), belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
            Winkel (Ingridwati Kurnia, dkk. 2007:1.3) mendefinisikan, bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungan, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap atau bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

            Dr. Slameto (1995:2) merumuskan, bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Peningkatan Keterampilan Pidato

Standard
Peningkatan Keterampilan Pidato
            Salah satu masalah yang dihadapi oleh guru di lapangan adalah kurang aktif dan kurang terampilnya siswa pada saat menerima pembelajaran yang bersifat klasikal. Banyaknya siswa SD dalam satu kelas, antara 30 sampai dengan 40 yang diampu oleh satu orang guru menjadikan pembelajaran tidak efektif. Siswa tidak dapat terfokus pada saat menerima pembelajaran. Berikut adalah beberapa upaya agar prestasi siswa dapat dapat tergali dengan baik, antara lain:
1.   Penyediaan sarana belajar yang memadai.
                   Pada saat siswa belajar memang memerlukan sarana yang mendukung. Misalnya buku-buku, alat peraga pembelajaran, ruang belajar yang tidak nyaman, serta media pembelajaran.
              Kurangnya sumber belajar berupa buku, alat peraga pembelajaran, ruang belajar yang tidak nyaman, serta media pembelajaran untuk siswa yang duduk dibangku sekolah menyebabkan materi yang diterima siswa menjadi tidak luas dan pengetahuan yang diperoleh sebatas informasi saja.
2.    Memotivasi dengan reward
Sebagian guru kurang menyadari bahwa memberikan reward kepada siswa berupa motivasi juga sangat diperlukan. Pemberian reward dengan motivasi dapat di adopsi dari proses pembelajaran TANDUR, yakni setelah Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan selalu diakhiri dengan Rayakan. Rayakan dalam hal ini dapat berberupa tepuk tangan, pujian, atau acungan ibu jari dengan mengatakan “hebat”.
3.    Memberi kesempatan bertanya pada siswa
             Tidak semua siswa mau dan mampu untuk bertanya pada guru, temasuk siswa yang pandai. Oleh karena bertanya memerlukan suatu kemampuan tersendiri yang tidak dipunyai oleh setiap siswa. Pada saat bertanya, paling tidak siswa harus mempunyai keberanian dan kemampuan menyusun kata dalam bentuk bahasa lisan. Kondisi demikian mensyaratkan guru agar pandai mensiasati agar terjadi interaksi positif dengan cara memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya terutama tentang materi pelajaran yang belum dipahami pada saat guru menerangkan.
4.    Menggunakan Media Pembelajaran

    Menurut Edgar Dale dalam Soeparno, ada 10 jenjang yang memberi isyarat bahwa semakin konkret suatu pengalaman atau informasi, semakin besar kemungkinan untuk diserap oleh penerima informasi, yakni: lambang verbal, lambang visual, lambang verbal dan visual, lambang verbal, visual, dan gerak, pameran, studi wisata, demonstrasi, dramatisasi, pengalaman tiruan, dan pengalaman langsung.

Peran Guru sebagai Pengajar dan Pembimbing

Standard
Peran Guru sebagai Pengajar dan Pembimbing
          Peran guru sebagai pengajar untuk siswa berlangsung selama siswa di sekolah. Tugas yang harus dilakukan oleh guru adalah memberikan pelayanan kepada siswa agar mereka menjadi siswa sesuai dengan tujuan sekolah. Yang dimaksud peran guru di sini adalah pola tingkah laku laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas yang harus dilakukan oleh seorang guru.

           Peran guru sebagai pembimbing harus mampu memberikan bantuan terhadap siswa untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan oleh siswa untuk menyesuaikan dengan lingkungannya, baik lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.  Dengan kata lain, semua peran saling berkesinambungan sekaligus berinterpretasi yang merupakan satu keterpaduan dari berbagai peran menjadi satu.

Pembelajaran Keterampilan Pidato di Sekolah Dasar

Standard
Pembelajaran Keterampilan Pidato di Sekolah Dasar
    Siswa dalam satu kelas biasanya mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang mempunyai kemampuan yang sangat tinggi, namun juga ada yang mempunyai kemampuan yang sangat rendah. Kondisi demikian menyebabkan tingkat daya serap siswa dalam menerima pembelajaran juga berbeda. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang tepat agar perbedaan daya serap anak terkurangi sehingga kompetensi yang akan dicapai menjadi maksimal.
           Sebagai upaya guru untuk memaksimalkan hasil pembelajaran, banyak sekali strategi yang bisa diterapkan dan salah satunya adalah dengan cara mengubah formasi tempat duduk peserta didik. Pengaturan tempat siswa disesuaikan dengan pelaksanaan proses pembelajaran agar dapat menunjang pembelajaran menjadi lebih bermanfaat dan bermakna bagi siswa. Menurut Uno (2007:18), variabel strategi pembelajaran dibagi menjadi tiga, yakni: a. Strategi pengorganisasian pembelajaran, b. Strategi penyampaian pembelajaran, dan c. Strategi pengelolaan pembelajaran.
       Strategi pengorganisasian pembelajaran dibedakan menjadi dua yakni:
a.    Strategi mikro yang mengacu pada metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau prosedur, atau prinsip, sedangkan.
b.    Strategi makro, yang berurusan dengan bagaimana memilih, menata urutan, membuat sintesis, dan isi pembelajaran yang saling berkaitan.
Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran yang sekurang-kurangnya ada dua fungsi dari stategi ini, yakni:
a.         Menyampaikan isi pembelajaran kepada si belajar.
b.        Menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan peserta didik untuk menampilkan unjuk kerja.
          Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara si belajar dengan variabel metode pembelajaran yang lainnya, dengan klasifikasi strategi pengelolaan berupa penjadwalan pembuatan catatan kemajuan belajar siswa dan motivasi. 
Keuntungan bagi guru mengajar dengan menggunakan formasi ini adalah dapat berkomunikasi secara langsung dengan siswa, masuk dalam formasi, dan berjalan ke berbagai arah sesuai dengan siswa yang dituju. Sedangkan bagi siswa untuk formasi setting kelas formasi U secara kelompok akan mempermudah keluar dari tempat duduk.
                      Pembelajaran di Sekolah Dasar, unsur proses belajar menjadi sesuatu yang sangat penting. Bagi guru, mengajar adalah suatu proses membimbing kegiatan belajar untuk peserta didik. Sedangkan kegiatan itu sendiri menjadi lebih bermakna apabila terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Oleh karena itu, pemahaman guru terhadap proses belajar bagi siswa harus dipahami dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan menyenangkan.
              Belajar merupakan modifikasi untuk memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Oleh karena itu, belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan hanya merupakan suatu hasil saja. Belajar tidak hanya sekadar mengingat, tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Dengan demikian, hasil belajar bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan saja melainkan pengubahan kelakuan.
         Setelah siswa mengalami proses belajar, secara otomatis akan memperoleh pengalaman yang dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan. Pengalaman yang sifatnya pendidikan biasanya bersifat kontinyu dan interaktif yang membantu mengintegrasi pribadi siswa dalam kehidupannya, terutama yang berhubungan secara langsung dengan ajaran agama Islam yang mengajarkan baik dan tidak baik, serta tingkah laku  dari para nabi dan khalifah yang dapat dicontoh dan ditiru. Seperti yang diungkapkan oleh William Burton dalam Hamalik (2001:29)10, yang menyatakan Experiencing means living through actual situations and recting vigorously to various aspects of those situations for purposes apparent to the learner. Experiencing includes whatever one does or undergoes which results in changed behavior, in changed values, meanings, attitudes, or skill.  Artinya pengalaman adalah sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan siswa, pengalaman pendidikan bersifat kontinyu dan interaktif, membantu integrasi pribadi siswa.
               Berbagai pendapat dan komentar banyak diberikan, baik dari kalangan masyarakat, pendidik, bahkan para ahli dan pakar pendidikan. Namun demikian, pendapat dan komentar belum menampakkan hasil yang memuaskan karena belum diterapkan strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa, khususnya di sekolah dasar. Ketidakberhasilan strategi pembelajaran disebabkan karena tujuan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Metode cenderung kaku, statis, serta cenderung bersifat teoretis.  Menurut Towaf dalam Ismail (2009:2) mengatakan bahwa pendekatan yang digunakan masih cenderung normatif. Kurang kreatifnya guru dalam menggali metode yang bisa dipakai untuk keterampilan pidato menyebabkan pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton.

Keterampilan Pidato di Sekolah Dasar

Standard
1.      Keterampilan Pidato di Sekolah Dasar
                                     Proses pembelajaran kelas tradisional menitikberatkan pada pembelajaran secara konvensional, yakni menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi siswa. Cara pembelajaran seperti ini kurang mempertimbangkan kesesuaian antara materi dengan tingkat perkembangan siswa yang pada saat ini merupakan faktor yang sangat menentukan pelaksanaan dan keberhasilan proses pembelajaran.
                                  Dalam konteks pembelajaran yang berpusat pada siswa, penggunakan pendekatan PAIKEM menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan, yakni pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Penerapan PAIKEM dapat dilakukan melalui setting kelas yang variatif dan dinamis secara fleksibel dan dapat dimodifikasi sesuai dengan karakteristik dan standar kompetensi yang ditetapkan. Oleh karena itu, guru perlu mengatur tempat duduk siswa sebagai tahap yang sangat penting dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga dapat menunjang pembelajaran.
                   Lingkungan fisik dalam ruangan dapat menjadikan belajar siswa menjadi aktif. Pada dasarnya tidak ada bentuk ruang kelas yang sangat ideal, namun penataan interior kelas dapat dirancang yang memungkinkan siswa belajar secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Salah satunya adalah setting kelas formasi huruf U dengan pembelajaran secara klasikal.
              Penataan ruang kelas dengan menggunakan formasi U secara klasikal dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yakni: a) Siswa dapat melihat guru atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling langsung berhadapan antara satu dengan siswa lainnya, b) Posisi duduk antara siswa yang satu dengan lainnya tidak saling  menutupi antara yang duduk di belakang dengan yang duduk di depannya, dan c) Memudahkan guru karena dapat secara cepat masuk berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi yang menjadikan pendidikan yang diberikan menjadi lebih bermakna.
              Selain penataan formasi U secara klasikal, juga dapat di tata dalam formasi U kelompok kecil. Penataan formasi kelas dengan setting seperti ini mempunyai beberapa keuntungan, yakni: a) siswa lebih mudah keluar masuk dari posisi tempat duduk, b) dimungkinkan akan terjadi diskusi antar siswa dalam satu kelompok tersebut, c) memudahkan siswa pada saat mengajukan pertanyaan, karena pandangan guru bisa  langsung terfokus pada beberapa kelompok saja, d) Belajar membangun kerjasama antar teman dalam satu kelompok belajar, e) memudahkan guru pada saat memberikan bimbingan karena jumlah siswa yang terbatas, dan f) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena pemberian materi dari guru dapat diterima dengan jelas tanpa terhalang oleh siswa yang duduk di depannya.
        Penggunaan setting kelas formasi U diharapkan pendidikan yang diterima oleh siswa semakin bermakna. Makna pendidikan tidaklah semata-mata dapat menyekolahkan siswa di sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun menjadi lebih luas dan berkembang dari itu, yakni siswa akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika memperoleh pendidikan yang paripurna (komprehensif) agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Oleh karena itu, pendidikan sekolah menjadi suatu kebutuhan mutlak yang harus di tempuh oleh anak sebagai siswa.

            Realitas di lapangan, persoalan yang dihadapi oleh guru di lapangan sangatlah kompleks. Baik yang datangnya dari diri pribadi anak itu sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitar. Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.  Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menciptakan pembelajaran yang baik dan menyenangkan dengan berbagai upaya memaksimalkan. Salah satunya adalah upaya meningkatkan hasil belajar siswa agar menjadi lebih baik. Seperti dikemukakan oleh Adam dan Dickey dalam Hamalik bahwa peran guru sangatlah luas, meliputi: guru sebagai pengajar (teacher as instructor), guru sebagai pembimbing (teacher as counselor), guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist), dan guru sebagai pribadi (teacher as person).

Monday, November 23, 2015

Pembelajaran Kooperatif Model STAD

Standard
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.  Pada pelaksanaan pembelajaran peserta didik dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Pembelajaran kooperatif pada setiap harinya memberikan kesempatan  untuk terjadinya  kontak  personal  yang  intens  di antara  para peserta didik dengan latar belakang ras berbeda (Slavin, 2008: 103). 
Tujuan pembelajaran kelompok adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada peserta didik, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar. Sekurang-kurangnya ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam belajar kelompok, yaitu: (1) hasil belajar akademik, (2) pengakuan adanya keragaman, dan (3) pengembangan keterampilan sosial.
Slavin (2008: 26) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif.

Sintaksis / langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD.          
Menurut Slavin (2008:38 ) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut
Tabel 2.1  Sintak Pembelajaran Kooperatif STAD
Fase
Sintak
1
Guru menyampaikan materi pelajaran
2
 Guru membentuk beberapa kelompok,setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda
3
 Guru memberi tugas kepada kelompok membahas hasil diskusi secara bersama-sama.
4
Guru memfasilitasi siswa  dalam membuat rangkuman mengarahkan,dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran.
5
Guru memberikan tes /kuis  kepada siswa secara individu
6
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai hasil belajar individu dari skor dasar ke skor kuis berikut nya
                 
Tabel 2.2
Konversi Skor Perkembangan Kemajuan

Skor Tes
Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5 poin
10 – 1 poin di bawah skor awal
10 poin
Skor awal sampai 10 poin di atasnya
20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
30 poin
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal)
30 poin










Sumber: Slavin, R.E. (2008:160)

 Tabel 2.3
Tingkat Penghargaan Kelompok


Rata-rata Kelompok
Penghargaan
15 poin
Tim baik
16 poin
Tim sangat baik
17 poin
Tim super








Sumber: Slavin, R.E. (2008:159)