BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD)
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sejalan dengan pembukaan UUD, batang tubuh konstitusi itu di antaranya Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32, juga mengamanatkan
bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang.
Sistem pendidikan nasional tersebut harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pendidikan nasional sangat berperan bagi pembangunan manusia karena
dapat menginvestasikan perwujudan manusia Indonesia yang berakhlak mulia,
berkarakter produktif, dan berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP terutama berkaitan dengan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Pengembangan KTSP yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang
standar nasional pendidikan, standar nasional terdiri atas standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilain.
(BSNP, 2005)
Definisi
yang pertama dikembangkan oleh Raplh Tyler (1950), ahli ini mengatakan bahwa
“evaluasi
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam
hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum,
bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas dikemukakan
oleh dua orang ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam. Tambahan definisi
tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekadar mengukur sejauh mana tujuan
tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan”. (Dr. Suharsimi Arikunto.
1995: 3)
Definisi ini
menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan yang
mengukur derajat, dimana suatu tujuan dapat dicapai. Sebenarnya evaluasi juga
merupakan proses memahami, memberi arti, mendapat, dan mengomunikasikan suatu
informasi bagi keperluan pengambil keputusan.
Dalam evaluasi
selalu mengandung proses. Proses evaluasi harus tepat terhadap tipe tujuan yang
biasanya dinyatakan dalam bahasa perilaku. Dikarenakan tidak semua perilaku
dapat dinyatakan dengan alat evaluasi yang sama, maka evaluasi menjadi salah
satu hal yang sulit dan menantang, yang harus disadari oleh para guru.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru
fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA), bahwa guru tidak memahami secara
keseluruhan dari evaluasi. Hasil dari 3 guru di wawancarai pada observasi awal
bahwa kegiatan guru dalam mengevaluasi hanya dilakukan untuk menilai prestasi
belajar siswa tanpa melakukan koreksi perangkat pembelajaran sehingga guru
tidak melakukan pembaharuan dan perbaikan terhadap program pembelajaran setiap
tahunnya. Berdasarkan
uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul: “Studi
Implementasi Guru Dalam Melaksanakan Standar Penilaian Pendidikan Di Sekolah
Menengah Atas ( SMA ) Se-Kecamatan
Medan Area”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Guru tidak memahami secara
keseluruhan fungsi evaluasi
2.
Guru tidak melakukan perbaikan
program tiap tahun
3.
Guru tidak melakukan
pengembangan instrumen tes evaluasi
4.
Guru tidak melakukan evaluasi
besama teman sejawat dalam proses pembelajaran
1.3.Batasan Masalah
Mengingat
bahwa luasnya permasalahan, maka perlu dilakukan pembatasan dalam penelitian
ini sebagai berikut :
1.
Subjek penelitian adalah guru
fisika di Sekolah Menengah Atas ( SMA ) Se-Kecamatan Medan Area.
2.
Sekolah yang akan diteliti
berdasarkan wilayah kecamatan.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:
1.
Apakah guru-guru di sekolah telah menerapkan penilaian sesuai Badan
Standar Nasional Pendidikan ?
2.
Apa penyebab guru tidak melakukan evaluasi pembelajaran di
sekolah?
3.
Berapa banyak guru yang telah memahami penilaian dan
melakukan evaluasi?
1.5. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui kemampuan guru dalam melakukan evaluasi
pembelajaran di sekolah.
2.
Mengetahui faktor-faktor penyebab kendala dalam melakukan
evaluasi yang dilakukan guru di sekolah
3.
Mengetahui instrumen tes evaluasi yang dlakukan guru telah
sesuai dengan kaidah evaluasi.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian diharapkan berguna untuk:
1.
Menambah pengetahuan dan memperluas
wawasan peneliti tentang evaluasi pembelajaran.
2.
Menjadi motivasi baik guru untuk memeriksa proses evaluasi
pembelajaran di sekolah
3.
Pedoman penelitian lanjutan bagi peneliti selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment