BAB
II
KAJIAN
TEORITIS
2.1
Arti Evaluasi
Evaluasi (evaluation)
adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement
untuk menentukan nilai suatu program yang
sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan
data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap,
minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena
itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi
bergantung pada jenis data yang ingin
diperoleh. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi
bersifat bertahap (hierarkis), maksudnya kegiatan dilakukan
secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, kemudian penilaian, dan terakhir evaluasi.
Evaluasi dapat juga menunjukkan bagaimana murid tumbuh, karena itu
evaluasi dapat meningkatkan efektivitas pengajaran., dengan evaluasi kita dapat
melokalisasi kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar. Evaluasi dapat pula
dijadikan bahan dalam membimbing kecerdasan murid dalam memilih bidang keilmuan
atau bidang pekerjaan. Pada umumnya evaluasi berguna dalam menentukan kedudukan
dan kemajuan siswa. (Braron, 1985:6)
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Kualitas pendidikan
sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses
pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran.
Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran
dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode
mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi
yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil
keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan
selanjutnya.
Hasil penilaian juga
dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik. Penilaian
dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai peserta didik
dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila peserta
didik telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan lulus
pada mata pelajaran tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai standar, ia
harus mengikuti program remedial/perbaikan sehingga mencapai kompetensi minimal
yang ditetapkan.
Penilaian yang
dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya, peserta didik diperlakukan
sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik yang dinilai.
Selain itu, penilaian tidak membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya,
bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga merupakan bagian dari proses
pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi peserta didik untuk lebih
berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Ditinjau dari sudut
profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian merupakan salah satu
ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik profesional
selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal
tersebut dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran
ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan
demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses
pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Depdiknas
tahun 2008, ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang
digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu
pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi.
Pengukuran (measurement)
adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran
pendidikan berbasis kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi unjuk kerja
atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat
menggunakan tes dan nontes. Pengukuran pendidikan bisa bersifat kuantitatif
atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif
hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya
sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai deskripsi penjelasan
prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang
dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.(Arikunto.2010)
2.2
Evaluasi Pendidikan
Meskipun kini
memiliki makna yang lebih luas, namun pada awalnya pengertian evaluasi
pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1)
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan.
Dalam bidang
pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund merupakan proses yang
sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk
menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.
Menurut Djemari
Mardapi bahwa evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui
pencapaian belajar kelas atau kelompok. Jadi, Evaluasi Pendidikan adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan menggambarkan hasil dari
proses pendidikan.(Arifin.2011)
2.3 Ruang lingkup (Scope)
Evaluasi Pendidikan Di Sekolah
Secara umum, ruang lingkup dari evaluasi dalam bidang pendidikan
disekolah mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) Evaluasi mengenai program
pengajaran, (2) Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran, (3) Evaluasi mengenai hasil belajar (hasil
pengajaran).
1.
Evaluasi mengenai program pengajaran.
Evaluasi atau penilaian terhadap program
pengajaranakan mencakup tiga hal, yaitu: (a) evaluasi terhadap tujuan pengajaran, (b) evaluasi terhadap isi program pengajaran, (c) evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.
2.
Evaluasi mengenai proses
pelaksanaan pengajaran
Evaluasi
mengenai proses pelaksanaan pengajaranakan mencakup: (a) Kesesuaian antara proses
belajar mengajar yang berlangsung, dengan garis-garis besar program pengajaran yang telah ditentukan; (b) Kesiapan guru dalam melaksanakan
program pengajaran; (c) Kesiapan siswadalam mengikuti proses pembelajaran; (d) Minat atau perhatian di dalam mengikuti pelajaran; (e) Keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung; (f) Peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap
siswa yang memerlukannya; (g) Komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses
pembelajaran berlangung; (h) Pemberian dorongan atau motivasi terhadap
siswa; (i) Pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka penerapan
teori-teori yang diperoleh di dalam kelas; dan (j) Upaya
menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di sekolah.
3.
Evaluasi mengenai hasil belajar (hasil pengajaran).
Evaluasi
terhadap hasil belajar peserta didik mencakup: (a) Evaluasi mengenai tingkat penguasaan
peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus
yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang
bersifat terbatas; (b) Evaluasi mengenai tingkat pencapaian pesertadidik
terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran.(Arifin.2011)
2.4
Standar Penilaian Pendidikan
Kualitas pendidikan sangat ditentukan
oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian
merupakan bagian yang penting dalam proses pembelajaran. Dengan melakukan
penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui
kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang
digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah
ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan
secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil
penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi
lebih baik.
Dalam melaksanakan penilaian, tentu
dibutuhkan kriteria penilaian yang berfungsi sebagai acuan atau standar untuk
menilai. Standar penilaian berkaitan dengan
mekanisme,prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar . Standar penilaian
pendidikan di Indonesia dijelaskan dalam Permendiknas No.20 Tahun 2007.
Menurut Joint Commitee on Standards for
Educational Evaluation dalam Susetyo (2009), standar-standar penilaian tersebut
meliputi: kegunaan (utility), fisibilitas (feasibility), kesopanan (propriety),
dan akurasi (accuracy).
a.
Standar Kegunaan (Utility Standards)
Standar utilitas untuk menjamin bahwa
suatu penilaian yang dilakukan memberikan informasi praktis yang dibutuhkan
peserta didik. Beberapa aspek yang harus diperhatikan agar informasi hasil
penilaian yang diperoleh dapat menjadi informatif (informative), tepat
(timely), dan mempunyai pengaruh (influential), meliputi:
1)
Identifikasi peserta didik,
dimaksudkan untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang akan
dinilai;
2)
Kredibilitas evaluator, artinya
penilaian harus dilakukan oleh orang-orang yang terpercaya dan kompeten,
sehingga pencapaian maximum yang diperoleh dari peserta didik yang dinilai
dapat kredibel dan diterima;
3)
Pemilihan dan ruang lingkup
informasi, dimaksudkan bahwa dalam melakukan penilaian perlu dipilih dan jelas
ruang lingkup, dan diperuntukkan bagi peserta didik yang mana, sehingga objek
yang dinilai dapat responsif untuk memenuhi minat peserta didik peserta didik
yang khas;
4)
Interpretasi penilaian,
dimaksudkan bahwa perspektif, prosedur, dan rasional yang digunakan untuk menginterpretasikan
penemuan (penilaian) harus digambarkan secara hati-hati, sehingga dasar menjudgmen
nilai menjadi jelas;
5)
Kejelasan laporan, artinya
laporan suatu penilaian harus menggambarkan objek yang dinilai baik mengenai
konteks, tujuan, prosedur, dan penemuan penilaian. Dengan demikian, peserta
didik memahami apa yang telah dilakukan, mengapa melakukan, informasi apa yang
diperoleh, kesimpulan apa yang digambarkan, dan rekomendasi apa yang telah
dibuat;
6)
Diseminasi laporan, mengandung
arti bahwa penilaian harus didesiminasikan (disosialisasikan) kepada peserta
didik, sehingga mereka dapat menilai dan menggunakan apa yang telah ditemukan dari
penilaian tersebut;
7)
Dampak evaluasi, mengandung
arti bahwa suatu penilaian harus direncanakan dan dilakukan dalam cara-cara
yang dapat membangkitakan semangat dan harapan kepada peserta didik.
b.
Standar Fisibilitas (Feasibility Standards)
Standar fisibilitas, merujuk kepada
pengertian bahwa dalam melakukan penilaian harus mengacu kepada prosedur yang
mempermudah pelaksanaan, yakni praktis, realistis, diplomatis, dan
efektif-efisien dalam pembiayaan (menghasilkan informasi yang cukup bernilai
untuk menjustifikasi aspek yang diukur), dan mampu mengantisipasi posisi-posisi
yang berbeda dari kelompok-kelompok kepentingan yang bervariasi. Dengan
demikian, dapat diperoleh hasil penilaian yang akurat, sehingga dapat
mengurangi bias terhadap hasil penilaian.
c.
Standar Akurasi (Accuracy Standards)
Standar akurasi mengandung arti bahwa
informasi yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian suatu lembaga atau guru,
secara teknis harus tepat (adequate) dan kesimpulan (conclusion) yang diambil harus
terkait secara logis dengan data yang diperoleh di lapangan.
Oleh karena itu penilaian yang dilakukan
harus memenuhi standar agar hasil penilaian dapat mengungkap dan menunujukkan
kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
2.5
Lingkup Penilaian
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang berlaku saat ini, ada bidang-bidang kemampuan atau keterampilan
yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti pendidikan tertentu,
yang dirumuskan dalam terminologi sebagai berikut: Sandard Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar (KD) dan Indikator (I), Standar Kompentensi Ideal (SKI) dalam bentuk
kemampuan yang harus dicapai peserta didik. Berdasarkan Sandard Kompetensi, Kompetensi
Dasar dan Indikator tersebut kemudian dibuat perangkat ukur untuk keperluan
penilaian terhadap peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dalam kurun
waktu tertentu.
Menurut Susetyo (2007) mengungkapkan
bahwa peserta didik dinyatakan kompeten apabila yang bersangkutan telah
menguasai domain-domain sebagai berikut:
a)
Kognitif (Cognitive), domain
ini meliputi aspek; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan
penilaian (evaluation).
b)
Sikap (Attitude), domain ini
menunjuk kepada kecenderungan bertindak (predisposisi) seseorang, meliputi
aspek-aspek: penerimaan (receiving), kemampuan merespon (responding), kemampuan
menghargai (valuing), pengorganisasian atau pengintegrasian (integration),
pengkarakterisasian (characterization),
c)
Keterampilan
(Psikomotor-skill), domain ini berkaitan dengan kemampuan pergerakan
syaraf-otot, meliputi aspek-aspek: persepsi (perception), kesiap-sediaan
(mental set), respon/gerakan terpimpin/terbimbing (guided respons), gerakan
kebiasaan-mekanisme (mechanism), gerakan khas/kompleks, yang menunjukkan taraf
keterampilan/kemahiran tertentu (skillful) serta profisiensi (koordinatif), dan
gerakan penyesuaian (adaptation), ini merupakan gerakan kemahiran tertinggi, dimana
terjadi pengubahan (modification) gerakan sesuai pola gerakan baru, ada
improvisasikeunikan, dan penciptaan, pembaharuan, kreativitas, sehingga gerakannya
variatif dan efisien.
Penguasaan
ketiga domain kemampuan tersebut sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh
suatu kompetensi di sekolah.
2.6 Prinsip Penilaian
Dalam melaksankan penilaian, beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara
lain:
1.
Penilaian ditujukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi;
2.
Penilaian menggunakan acuan
kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran;
3.
Penilaian dilakukan secara menyeluruh
dan berkelanjutan;
4.
Hasil penilaian ditindaklanjuti
dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di
bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah
memenuhi kriteria ketuntasan;
5.
Penilaian harus sesuai dengan
kegiatan pembelajaran.
Menurut Arifin (2009:52) mengungkapkan
bahwa penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1.
Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur;
2.
Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
3.
Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik,
dan tidak membedakan latar belakang sosialekonomi, budaya, agama, bahasa, suku
bangsa, dan jender;
4.
Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran;
5.
Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
6.
Menyeluruh dan
berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua
aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau
perkembangan kemampuan peserta didik;
7.
Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah yang baku;
8.
Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan;
9.
Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
2.7 Teknik Penilaian
Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyatakan
bahwa Standar Isi (SI) untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup
lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi
lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Di dalam SI dijelaskan
bahwa kegiatan pembelajaran dalam KTSP meliputi tatap muka, penugasan terstruktur,
dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Tatap muka adalah pertemuan formal
antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran di kelas.
Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi pembelajaran
oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi.
Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik, sedangkan waktu
penyelesaian kegiatan mandiri tidak terstruktur diatur sendiri oleh peserta
didik. Sejalan dengan ketentuan tersebut, penilaian dalam KTSP harus dirancang
untuk dapat mengukur dan memberikan informasi mengenai pencapaian kompetensi
peserta didik yang diperoleh melalui kegiatan tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Menurut Arifin (2009) mengungkapkan bahwa
teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai
dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain
melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri,
dan penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi
dan tingkat perkembangan peserta didik.
1.
Tes
Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan
yang jawabannya dapat benar atau salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes
lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis adalah tes yang menuntut
peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian. Tes
yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar, salah, dan
menjodohkan. Tes lisan adalah tes yang dilaksanakan melalui komunikasi langsung
(tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban
diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang meminta peserta
didik melakukan perbuatan/mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan.
2.
Observasi
Observasi adalah penilaian yang dilakukan
melalui pengamatan terhadap peserta didik selama pembelajaran berlangsung
dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan
data kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai, dan
dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Penilaian observasi dilakukan
antara lain sebagai penilaian akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran
estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
3.
Penugasan
Penugasan adalah pemberian tugas kepada
peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok. Penilaian penugasan
diberikan untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur,
dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas rumah, portofolio, projek,
dan/atau produk.
4.
Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan
karyakarya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk
mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan kreativitas peserta didik. Bentuk
ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan
menilai bersama karyakarya atau tugastugas yang dikerjakannya. Peserta didik
dan pendidik perlu melakukan diskusi untuk menentukan skor. Pada penilaian
portofolio, peserta didik dapat menentukan karyakarya yang akan dinilai,
melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Perkembangan kemampuan
peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian portofolio. Teknik ini dapat dilakukan
dengan baik apabila jumlah peserta didik yang dinilai sedikit.
5.
Projek
Projek adalah tugas yang diberikan kepada
peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Peserta didik dapat melakukan
penelitian melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan analisis data, serta
pelaporan hasil kerjanya. Penilaian projek dilaksanakan terhadap persiapan,
pelaksanaan, dan hasil.
Produk (hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik
menghasilkan suatu hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap persiapan,
pelaksanaan/proses pembuatan, dan hasil.
6.
Inventori
Inventori merupakan teknik penilaian
melalui skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat, dan
persepsi peserta didik terhadap objek psikologis.
7.
Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik selama
proses pembelajaran yang berisi informasi hasil pengamatan terhadap kekuatan
dan kelemahan peserta didik yang berkait dengan kinerja ataupun sikap dan
perilaku peserta didik yang dipaparkan secara deskriptif.
8.
Penilaian diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian
dengan cara meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri mengenai
berbagai hal. Dalam penilaian diri, setiap peserta didik harus mengemukakan
kelebihan dan kekurangan dirinya secara jujur.
9.
Penilaian antarteman
Penilaian antarteman merupakan teknik
penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan
kekurangan temannya dalam berbagai hal secara jujur.
Kombinasi penggunaan berbagai teknik
penilaian di atas akan memberikan informasi yang lebih akurat tentang kemajuan
belajar peserta didik.
2.8
Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui
tingkat pencapaian kompetensi yang diperoleh peserta didik, sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Menurut Hayat (2004) mengatakan bahwa tujuan
penilaian di kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada empat (4) hal berikut.
1. Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran
anak didik tetap sesuai dengan rencana,
2. Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang
dialami anak didik dalam proses pembelajaran,
3. Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran,
4. Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah
mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai,
guru harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang
dilaluinya.
2.9
Asesmen Otentik
Asesmen yang relevan adalah jenis-jenis asesmen yang gayut dengan
ciri peserta didik aktif membangun pengetahuan, hingga terbentuk kompetensi
seperti yang ditetapkan dalam SKL, SK, KD, maupun indikator. Jenis-jenis
asesmen berbasis kompetensi meliputi asesmen portofolio, kinerja, esai, projek,
dan evaluasi diri. Tes-tes objektif sebaiknya dihindari karena jenis tes
tersebut merupakan imposed target by the tester with only one single answer.
Tes objektif tidak memberi kesempatan peserta didik menemukan jawaban atas
persoalan yang dihadapi dengan caranya sendiri, tetapi dipaksa dengan hanya
sedikit pilihan tanpa boleh mengambil pilihan diluar pilihan yang diberikan.
Penilaian
autentik merupakan bagian dari penilaian performance (alternatif) yang berusaha
mengukur atau menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dengan cara
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan itu pada kehidupan nyata. Sedang
penilaian performance merupakan kegiatan penilaian yang meminta siswa untuk
mengkonstruk respon, menghasilkan produk atau menunjukkan hasil suatu kegiatan
(demonstrasi). Karena penilaian performance umumnya tidak meminta jawaban benar
atau salah saja, tetapi juga tentang apa yang diketahui dan apa yang akan
dilakukan siswa, maka penilaian ini sangat sesuai untuk mengetahui ketercapaian
tujuan proses dalam pembelajaran.(Siswono, 2002)
Secara garis
besar, asesmen otentik memiliki sifat-sifat berbasis kompetensi yaitu
asesmen yang mampu memantau kompetensi seseorang. Asesmen otentik pada dasarnya
adalah asesmen kinerja, yaitu suatu unjuk kerja yang ditunjukkan sebagai akibat
dari suatu proses belajar yang komprehensif. Kompetensi adalah atribut individu
peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat individual.
Kompetensi tidak dapat disamaratakan pada semua orang, tetapi bersifat
personal. Karena itu, asesmen harus dapat mengungkapkan seoptimal mungkin
kelebihan setiap individu, dan juga kekurangannya (untuk bisa dilakukan
perbaikan); berpusat pada peserta didik karena direncanakan,
dilakukan, dan dinilai oleh guru dengan melibatkan secara optimal peserta didik
sendiri; Asesmen otentik bersifat tak terstruktur dan open-ended, dalam arti, percepatan penyelesaian
tugas-tugas otentik tidak bersifat uniformed dan klasikal, juga kinerja
yang dihasilkan tidak harus sama antar individu di suatu kelompok.
Untuk memastikan
bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu (peserta
didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara otentik (nyata,
riil seperti kehidupan sehari-hari) dan sesuai dengan proses pembelajaran yang
dilakukan, sehingga asesmen otentik berlangsung secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.
Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan,
oleh karena itu asesmen harus dilakukan secara langsung pada saat proses
belajar mengajar berlangsung, dimana dapat terpantau roses dan produk belajar.
Dengan demikian,
asesmen otentik memiliki sifat berpusat pada peserta didik,
terintegrasi dengan pembelajaran, otentik, berkelanjutan, dan individual.
Sifat asesmen otentik yang komprehensif juga dapat membentuk unsur-unsur
metakognisi dalam diri peserta didik seperti risk-taking, kreatif,
mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dan divergen, tanggungjawab
terhadap tugas dan karya, dan rasa kepemilikan (ownership). ( Marhaeni, 2007)
2.10
Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif (qualitative
research) bertolak dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan
itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial (a
shared social experience) yang diinterpretasikan oleh individu-individu.
Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari
sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang diajak
berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, dan
persepsinya.
Pemahaman diperoleh melalui analisis
berbagai keterkaitan dari partisipan, dan melalui penguraian “pemaknaan
partisipan” tentang situasi-siyuasi dan peristiwa-peristiwa. Pemaknaan
partisipan meliputi perasaan, keyakinan, ide-ide, pemikiran, dan kegiatan dari
partisipan. Penelitian kualitatif diarahkan lebih dari sekedar memahami
fenomena tetapi juga mengembangkan teori.
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif
partisipan dengan multi strategi, strategi-strategi yang bersifat interaktif, seperti
observasi langsung, observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dokumen-dokumen, teknik-teknik pelengkap seperti foto, rekaman, dll. Strategi
penelitian bersifat fleksibel, menggunakan aneka kombinasi dari teknik-teknik
untuk mendapatkan data yang valid.
2.10.1 Karakteristik
Penelitian Kualitatif
Menurut Sukmadinata (2008), penelitian kualitatif memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Kajian naturalistik: melihat
situasi nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, dan tidak ada rekayasa pengontrolan
variabel.
2.
Analisis induktif: mengungkap
data khusus, detail, untuk menemukan kategori, dimensi, hubungan penting dan
asli dengan pernyataan terbuka.
3.
Holistik: totalitas fenomena
dipahami sebagai sistim yang kompleks, keterkaitan menyeluruh tak dipotong
padahal terpisah, sebab akibat.
4.
Data kualitatif: deskripsi
rinci-dalam, persepsi-pengalaman orang.
5.
Hubungan dan persepsi pribadi:
hubungan akrab peneliti-informen, persepsi dan pengalaman pribadi peneliti
penting untuk pemahaman fenomena-fenomena.
6.
Dinamis: perubahan terjadi
terus, lihat proses desain fleksibel.
7.
Orientasi keunikan: tiap
situasi khas, pahami sifat kh usus
dan dalam konteks social-historis, analisis silang kasus, hubungan
waktu-tempat.
8.
Empati netral: subjektif murni,
tidak dibuat-buat.
Dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dalam Sugiono, 2009
dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tig elemen
yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktifitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat di rumah berikut
keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang
ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, desa, di sekolah, atau wilayah suatu
negara.
Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan
sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendalam “apa yang
terjadi” di dalamnya. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini dapat
mengamati secara mendalam aktifitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada
tempat (place) tertentu.
Place/ Tempat
Actor/ Orang Activity/ Aktifitas
Gambar 2.1
Situasi Sosial
Dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat
dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya
tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada
situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang
dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden,
tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam
penelitian.
2.11
Survei
Penelitian survei merupakan kegiatan
penelitian yang mengumpulkan data pada saat tertentu. Menurut Sukardi (2004)
menjelaskan, penelitian survei mempunyai tiga tujuan penting, yaitu
1)
Mendeskripsikan keadaan alami
yang hidup saat itu,
2)
Mengidentifikasi secara terukur
keadaan sekarang untuk dibandingkan,
3)
Menentukan hubungan yang hidup
di antara kejadian spesifik
Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran umum tentang
karakteristik populasi seperti, komposisi masyarakat berdasarkan kelompok usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, etnis, dll. Survei
juga dapat digunakan untuk mengumpulkan data berkenaan dengan sikap, nilai,
kepercayaan, pendapat, pendirian, keinginan, cita-cita, perilaku, kebiasaan,
dll.
2.11.1 Langkah-Langkah Survei
Agar diperoleh data atau informasi yang diharapkan, ada beberapa
langkah yang sebaiknya ditempuh oleh peneliti dalam mengumpulkan data.
Menurut Rea dan Parker dalam Sukmadinata
(2008) mengemukakan langkah-langkah lengkap dari pelaksnaan survei sebagai
berikut:
1.
Identification of the focus of the study and method of research,
2.
The research schedule and budget,
3.
Establishment of an information base,
4.
The sampling frame,
5.
Determination of sample size and sample selection,
6.
Design of the survey instrument,
7.
Pretest of survey instrument,
8.
Selection and training of interviewers,
9.
Implementation of the survey ,
10.
Codification of the completed questionnaires and computerized data
entry,
11.
Data analysis and the final report.
2.11.2 Pengumpulan Data Survei
Pengambilan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya data dapat dikumpulkan
pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode
eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar dan lain-lain.
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan
sumber primer dan sumber sekunder. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau
teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
interview (wawancara), kuessioner (angket), observasi (pengamatan), dan
gabungan ketiganya.
2.11.2.1 Interview (Wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,
dan juga apabila peneliti ingin respondennya sedikit/kecil. Menurut Sutrisno
dalam Sugiono ,2009 mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh
peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah
sebagai berikut.
a)
Subyek (responden) adalah orang
yang paling tahu tentang dirinya sendiri
b)
Apa yang dinyatakan oleh subyek
kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
c)
Interpretasi subyek tentang
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa
yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara dapat dilakukan secara
terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan
telepon.
Penelitian survei dengan melakukan
wawanacara individual merupakan survei dengan menggunakan pendekatan
konvensional yaitu wawancara prerorangan. Pada penelitian dengan wawancara
individual ini lebih berhasil apabila peneliti merasa tertantang challenging untuk melakukan eksplorasi
permasalahan dengan informasi yang terbatas.
Menurut Sukardi (2004), penelitian survei dengan wawancara
individual memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu:
A.
Kelebihan
a.
Dapat bersifat personal,
b.
Memungkinkan terjadinya
wawancara yang mendalam dengan jawaban bebas,
c.
Proses dapat fleksibel dengan
menyesuaikan situasi dan kondisi lapangan yang ada,
d.
Memungkinkan peneliti
memperoleh informasi tambahan dari responden yang berkaitan dengan gerakan
tangan, badan, nada dan suara jawaban,
e.
Lingkungan rumah juga dapat
meningkatkan ketepatan teknik wawancara.
B.
Kekurangan
a.
Lebih mahal dan memerlukan
waktu lama, memungkinkan terjadinya intimidasi ketika terjadi hal yang
mengecewakan responden, misalnya: karena atribut yang dimiliki responden yang
berbeda. Atribut responden tersebut misalnya: perbedaan ras, perbedaan etnis,
perbedaan latar belakang sosial antara peneliti dan responden.
b.
Terjadinya manipulasi secara
terangan-terangan dari pewawancara.
c.
Memungkinkan terjadinya konflik
pribadi.
d.
Memerlukan keterampilan
berwawancara.
e.
Mungkin sulit menyimpulkan hasil
temuan wawancara.
2.11.2.2 Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yang
akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Dalam menggunakan kuesioner untuk
mengumpulkan data harus memahami prinsip penulisan angkrt. Prinsip dalam
penulisan angket menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan pertanyaan,
bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka-negatif positif,
pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan
tidak mengarahkan, panjang pertanyaan dan urutan pertanyaan.
2.11.2.3 Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data
mempunyai cirri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu
wawancara dan kuesioner. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan
bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala
alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan
data, observasi dapat dibedakan menjadi participant
observation (observasi berperan serta) dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi
yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur
dan tidak terstruktur.(arikunto.2009)
2.12
Kerangka Berpikir
Pembelajaran di sekolah merupakan aplikasi pelaksanaan kurikulum dalam
mencapai tujuan pendidikan, yaitu terjadinya perubahan perilaku peserta didik
ke arah yang positif. Untuk mengetahui tercapai tidaknya suatu tujuan yang
telah ditetapkan dalam kurikulum, dalam kegiatan pembelajaran diperlukan
penilaian. Hasil penilaian ini merupakan input
yang memberikan gambaran mengenai kemampuan peserta didik dan berfungsi sebagai
indikator keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.
Pedoman pelaksanaan penilaian yang baik juga telah
ditetapkan secara teori oleh kurikulum dan BSNP juga Permendiknas No. 20 Tahun
2007 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1) evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga,
dan program pendidikan.
Oleh karena itu guru harus memahami
bagaimana melaksanakan evaluasi yang benar sehingga guru mengetahui apakah siswanya telah
mencapai kompetensi yang ditetapkan atau tidak. Selain itu guru dapat menyusun
laporan hasil belajar yang benar. Pada akhirnya, guru dapat memperbaiki proses belajar
mengajarnya. Bila guru tidak melaksanakan evaluasi tidak sesuai dengan yang ditetapkan
maka harus dilaksanakan penyuluhan dan bimbingan pelaksanaan evaluasi yang benar dari
pemerintah.
0 comments:
Post a Comment