PENERAPAN
MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016
PENELITIAN PTK
Oleh:
RHENDI VAN PASARIBU, S.Pd
NIM:
4201014002
PENDIDIKAN PROFESI GURU SM3T
UNIVERSITAS
NEGERI
SEMARANG
2015
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah
satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan
kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Akibatnya adalah ketika siswa didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara
teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi.
Dengan pemberlakuan kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatan pembelajaran scientific approach maka siswa dituntut
lebih aktif dalam kegiatan belajar di kelas.
Kenyataan
ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran fisika tidak dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan sistematis, karena
strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam setiap proses
pembelajaran di dalam kelas. Gejala
semacam ini merupakan gejala dari hasil proses pembelajaran. Pembelajaran di
sekolah terlalu menjejali otak siswa dengan berbagai bahan ajar yang harus
dihafal dan tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta
potensi yang dimiliki siswa (Wina Sanjaya,2010:13)
Banyak
kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada
penguasaan sejumlah informasi/ konsep
belaka. Penumpukan informasi/ konsep pada siswa didik dapat saja kurang
bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan
oleh guru kepada siswa melalui satu arah saja (Trianto,2009:88). Tidak dapat disangkal,
bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada
konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh
siswa. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi
sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting
adalah terjadinya belajar yang bermakna (Trianto, 2009:91).
Untuk
mencapai hasil pembelajaran yang optimal
dibutuhkan guru yang kreatif dan inovatif yang selalu mempunyai keinginan terus
menerus untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses belajar mengajar di
kelas. Dengan meningkatkan mutu proses belajar mengajar di kelas, maka mutu
pendidikan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu proses belajar mengajar di kelas harus selalu dilakukan.
Salah satu upaya tersebut adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK).
Dengan penelitian tindakan kelas kekurangan atau kelemahan yang terjadi dalam
proses belajar mengajar dapat teridentifikasi dan terdeteksi untuk selanjutnya
dicari solusi yang tepat (Kunandar,2008:48).
Berdasarkan
hasil observasi peneliti mengenai aktivitas pembelajaran di kelas
XI MIA- 7 SMA Negeri 1 Semarang menunjukan bahwa dalam
proses pembelajaran yang
dilaksanakan selama ini masih
berorientasi pada pola pembelajaran
konvensional. Hal inidilihat dari kurangnya mendengarkan/ memperhatikan
penjelasan guru, kurangnya membaca buku siswa dan LKS, rendahnya respon siswa
dalam mengajukan pertanyaan, dan rendahnya aktivitas belajar berkelompok.
Guru
lebih aktif dari pada siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa menjadi
pasif. Proses pembelajaran seperti ini berdampak pada hasil belajar siswa yang
belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Tidak tercapaian ketuntasan belajar ini karena siswa kurang mampu menyelesaikan permasalahan
sesuai tahapan penyelesaian soal.
Meninjau
kembali hasil observasi, diperoleh temuan yaitu kurangnya aktivitas interaksi siswa ke siswa atau siswa ke guru
saat pembelajaran. Siswa kurang bertanya kepada guru,
dan hanya mendengarkan atau mencatat penjelasan guru tentang materi pelajaran.
Dengan melihat kembali hasil observasi, terlihat bahwa siswa kurang tertarik
dengan pembelajaran, tingkat
kosentrasi yang kurang, serta motivasi yang kurang terhadap pembelajaran
fisika.
Permasalahan tersebut meliputi aktivitas, sikap dan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran Hukum Gravitasi Newton mendorong
guru untuk mengatasi masalah tersebut. Dari hasil wawancara dengan guru, upaya
yang telah dilakukan yaitu menggunakan
proses pembelajaran ceramah yang menyenangkan dan penerapan konsep pada soal.
Hasil yang dicapai dari perlakuan tersebut yaitu siswa terlihat tertarik dan
memperhatikan materi yang sedang disampaikan. Namun lama kelamaan perhatian
siswa semakin berkurang dan kembali lagi melakukan aktivitas yang tidak terkait
dengan pelajaran.
Meninjau
kembali hasil observasi selama pembelajaran materi Hukum Gravitasi Newton masalah
utama yang muncul adalah kurangnya aktivitas belajar siswa saat pembelajaran
dengan metode ceramah. Jika permasalahan tersebut masih berlangsung terus
menerus akan mengakibatkan proses
pembelajaran terhambat. Siswa akan
beranggapan bahwa belajar fisika bukanlah kebutuhan, melainkan hanya tuntutan
dari sekolah saja, karena siswa merasa
tidak mendapatkan makna dari pelajaran fisika yang dipelajarinya. Untuk
mengantisipasi masalah ini, guru perlu menemukan suatu model pembelajaran yang
dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah,
menumbuhkan motivasi dan minat siswa dalam belajar. Untuk itu peneliti mencoba pendekatan
pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif dengan pembelajaran berpusat
pada siswa (student center). Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan model problem
based learning (PBL).
Dengan
pembelajaran yang dimulai dari masalah, siswa belajar suatu konsep dan prinsip
sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua hasil
belajar yang dicapai dengan problem based
learning yaitu jawaban terhadap
masalah (produk) dan cara memecahkan masalah (proses) (Suyatno,2009:9).
Pembelajaran yang dimulai dari masalah nyata akan bermakna bagi siswa.
Pembelajaran yang berbasis materi ajar sering kali tidak relevan dan tidak
bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik bagi siswa. Pembelajaran yang
dibangun berdasarkan materi ajar seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya
siswa tidak dapat menerapkan konsep yang dipelajarinya didalam kehidupan nyata
sehari-hari.
Kemampuan
tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan, tetapi
merupakan perkembangan kemampuan dan strategi kognitif yang membantu siswa menganalisis
situasi tak terduga serta mampu menghasilkan solusi yang bermakna. Bahkan
kemampuan memecahkan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi
(Suyatno,2009:9)
Berdasarkan
uraian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan fakta-fakta tentang aktivitas
belajar siswa, persoalan yang perlu diteliti yaitu mengenai peningkatan aktivitas belajar siswa
dalam pembelajaran akibat diterapkannya model problem based learning (PBL). Sehubungan dengan hal tersebut, akan
dilakukan penelitian
dengan judul “Penerapan model problem
based learning (PBL) Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
Kelas XI di SMA Negeri 1 Semarang Tahun
Pelajaran 2015/
2016”.
B. Identifikasi Masalah
Fakta-fakta dari analisis situasi dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Motivasi siswa yang rendah dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
2. Aktivitas belajar siswa yang kurang selama pembelajaran berlangsung.
3. Serta hasil belajar beberapa
siswa yang masih dibawah nilai KKM
Dari
fakta-fakta tersebut, masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
1. Model pembelajaran
apa yang sesuai untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika ?
2. Pembelajaran
dengan model problem based learning (PBL) banyak
melibatkan siswa dalam pembelajaran. Dapatkah pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) diterapkan
dalam pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa ?
C. Pembatasan
Masalah
Aspek yang diteliti dalam penelitian ini sebatas untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI MIA-7 SMA N 1 Semarang Semester Gasal Tahun Ajaran 2015/ 2016 pada pembelajaran materi Hukum Gravitasi Newton, Usaha dan Energi.
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang, masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana Penerapan model problem based learning (PBL) Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa
Kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang Semester Gasal Tahun Ajaran 2015/ 2016 pada pembelajaran materi Hukum Gravitasi Newton, Usaha dan Energi ?
2.
Berapa persen
peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan
model Siswa Kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang Semester Gasal Tahun Ajaran 2015/ 2016 pada pembelajaran materi Hukum Gravitasi Newton, Usaha dan Energi.
E. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah,
tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang Semester Gasal Tahun Ajaran 2015/ 2016 pada pembelajaran materi Hukum Gravitasi Newton, Usaha dan Energi.
2.
Untuk mengetahui
berapa persen peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan
model Siswa Kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang Semester Gasal Tahun Ajaran 2015/ 2016 pada pembelajaran materi Hukum Gravitasi Newton, Usaha dan Energi.
F. Manfaat
Penelitian
Beberapa
manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi
siswa, memberikan suasana belajar yang lebih variatif dan kondusif sehingga
pelajaran tidak hanya disampaikan dengan metode konvensional, dan diharapkan
hal ini membawa dampak pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa.
2. Bagi
guru, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang lebih
efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.
3. Bagi
sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah
dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kegiatan belajar mengajar yang
selanjutnya dapat meningkatkan mutu sekolah.
4. Bagi
mahasiswa, menambah wawasan dan pengalaman terhadap kegiatan belajar mengajar
dan permasalahannya serta menjadi bahan rujukan untuk tindakan penelitian lebih
lanjut di masa yang akan datang.
G. Batasan
Operasional
1. Aktivitas Belajar
Dalam penelitian ini, aktivitas belajar yang dimaksud
adalah serangkaian kegiatan fisik atau mental
siswa yang dilakukan secara sadar dalam bereaksi dengan lingkungannya hingga
terjadinya proses informasi dalam proses pembelajaran.
2.
Hasil belajar
adalah kemampuan atau pengetahuan yang berupa
penguasaan ilmu pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh siswa setelah melakukan
kegiatan belajar atau bentuk
perolehan belajar siswa yang dinilai setelah siswa melalui proses belajar
mengajar suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu.
3. Model problem
based learning (PBL)
Merupakan
suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
peserta didik untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial
dari materi pelajaran.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Model
Problem Based Learning (PBL)
1. Pengertian
model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Soekamto model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Trianto,2009:23). Jadi, model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran.
Model Problem Based Learning (PBL) atau yang lebih sering dikenal dengan
pembelajaran berdasarkan masalah ini diangkat sebab ditinjau secara umum
terdiri dari menyajikan situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat
memberikan kemudahan untuk melakukan penyelidikan. Model Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Trianto,2009:91).
Menurut
pendapat Bruner bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna. Suatu konsekuansi logis, karena dengan berusaha untuk mencari
pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret,
dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah
serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi siswa (Trianto,2009:91). Problem
based learning (pembelajaran berdasarkan masalah)
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir. Pembelajaran ini
membantu siswa untuk memproses informasi yang diperoleh untuk diselidiki,
dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya secara mandiri.
Belajar berdasarkan masalah adalah
interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar
dan lingkungan (Trianto,2009:91). Lingkungan memberi masukan kepada siswa
berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa
yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna
memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan pembelajaran
(Trianto,2009:92).
Menurut Ratumanan pembelajaran
pembelajaran berdasarkan masalah problem based learning
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat
tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah
jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri (Trianto,2009:92).
Menurut Arends problem based learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana
siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Trianto,2009:92).
Model problem based learning merupakan salah satu dari
berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengaktifkan siswa
dalam belajar. Model problem based
learning bercirikan penggunaan
masalah dunia nyata. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk melatih dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah serta untuk
mendapatkan pengetahuan tentang konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran
ini mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk
membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Problem based learning
penggunaanya di dalam tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam situasi
berorientasi masalah, termasuk bagaimana belajar (Hamzah,2007:55).
Pada model pembelajaran ini peran guru
adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan kemudahan suasana
berdialog, dan memberikan fasilitas penelitian, serta melakukan penelitian.
Kegiatan ini dapat dilakukan guru saat pembelajaran di kelas dan melalui
latihan yang cukup (Hamzah,2007:57). Ini berarti bahwa model problem based learning hanya
dapat terjadi jika guru mampu menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan, sehingga peran guru adalah sabagai pemberi
rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa. Pada
pelaksanaan model problem based learning,
selain guru menjadi penentu keberhasilaan pembelajaran, juga faktor sumber
belajar, sarana yang digunakan, dan kurikulum turut berperan. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sudjana (Hamzah,2007:69) bahwa keberhasilan model problem based learning tergantung adanya
sumber belajar bagi siswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan.
Menuntut adanya perlengkapan kurikulum, menyediakan waktu yang cukup, apa lagi
data yang diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru dalam mengangkat dan
merumuskan masalah.
Jadi, model problem based learning adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial
dari materi pelajaran.
2. Ciri-Ciri
Model Problem Based Learning
Ciri-ciri model problem based learning menurut Arends (Trianto,2009:93)
adalah sebagai berikut:
a. Pengajuan
pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip
atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi
kehidupan autentik (nyata), menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan
adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut.
b. Berfokus
pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun problem based learning mungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar
nyata agar agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran. Jadi masalah yang diajukan dalam problem
based learning hendaknya mengaitkan
berbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan
autentik. Problem based learning
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan
merumuskan kesimpulan.
d. Menghasilkan
produk dan memamerkannya. Problem based
learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk
karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk itu juga dapat berupa laporan, model fisik,
video, maupun program komputer. Karya nyata tersebut dapat didemonstrasikan
kepada teman-temannya yang lainnya.
e. Kolaboratif.
Problem based learningdicirikan oleh
siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil.
3. Sintaks
Model Problem Based Learning
Menurut
Ibrahim ada lima tahapan kegiatan pembelajaran berorientasi model problem based learning, yaitu:
Tabel
2.1 Sintaks Problem Based Learning
Tahap
|
Tingkah Laku Guru
|
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasis siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa
untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
|
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa
untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
|
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu siswa
dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,
dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
|
Guru membantu siswa
untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses- proses yang mereka gunakan.
|
Sumber: Ibrahim (dalam Trianto,2009:98)
4. Pelaksanaan
Problem Based Learning
a. Tugas-tugas
perencanaan
1) Penetapan
tujuan
Model problem based learning dirancang
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan membantu siwa menjadi pelajar yang
mandiri. Dalam pelaksanaanya pembelajaran berdasarkan masalah bisa saja
diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
2) Merancang
situasi masalah
Beberapa guru
dalam problem based learning lebih
suka member kesempatan
dan keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena
cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang
baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak didefinisikan secara
ketat, memungkinkan kerja sama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan
tujuan kurikulum.
3) Organisasi
sumber daya dan rencana logistik
Dalam problem based learning siswa
dimungkinkan bekerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam
pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Oleh karena itu,
tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk
penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru
yang menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah.
b. Tugas
perencanaan
1) Orientasi
siswa pada masalah
Siswa perlu
memahami bahwa tujuan pembelajaran berdasarkan masalah adalah tidak untuk
memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan
penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajaran
yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi
pelajaran dalam problem based learning adalah
dengan menggunakan kejadian yang nyata dan menimbulkan masalah sehingga
membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
2) Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Pada model problem based learning dibutuhkan
pengembangan keterampilan kerja sama di antara siswa dan saling membantu untuk
menyelidiki masalah secara bersama.
3) Membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok
Guru membantu
siwa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan
yang membantu mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang
diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi
penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah
yang dihadapainya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana cara
menyelidiki masalah yang benar. Selama tahap penyelidikan guru memberikan
bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktivitas siswa.
4) Analisis
dan evaluasi proses pemecahan masalah
Tugas guru pada
tahap akhir pengajaran berdasarkan masalah adalah membantu siswa menganalisis
dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan
yang mereka gunakan.
c. Lingkungan
belajar dan tugas manajemen
Dalam
model problem based learning, guru
sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan dan hal ini biasanya dapat
menyulitkan guru dalam pengelolaanya. Oleh karena itu, untuk efektivitas kerja guru
harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaannya,
penyimpanan, dan pembagian bahan.
Selain
itu, yang tidak kalah pentingnya, guru harus menyampaikan aturan, tata karma,
dan sopan santun yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika
mereka melakukan penyelidikan di luar kelas termasuk di dalamnya ketika
melakukan penyelidikan.
d. Penilaian
dan Evaluasi
Teknik
penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model problem based learning adalah menilai
pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan siswa.
Tugas
penilaian dan evaluasi yang sasuai untuk model problem based learning terutama terdiri
menemukan prosedur penilaian alternative yang akan digunakan untuk mengukur
pekerjaan siswa, misalnya dengan penilaian kinerja dan peragaan hasil.
Penilaian kinerja dapat berupa penilaian melakukan pengamatan, penilaian
merumuskan pertanyaan, penilaian merumuskan sebuah hipotesis dan sebagainya (Trianto,2009:102).
B.
Aktivitas Belajar
Belajar merupakan tindakan dan
perilaku siswa yang kompleks. Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau
informasi, namun merupakan berbuat, dan memperoleh pengalaman tertentu sesuai
dengan tujuan yang diharapkan (Wina Sanjaya, 2010: 132). Pengalaman belajar baru dapat
dialami oleh siswa jika siswa dengan kesadaran sendiri bereaksi terhadap
lingkungannya. Piaget menerangkan bahwa seseorang anak itu berpikir sepanjang
ia berbuat. Oleh karena itu, agar siswa dapat berpikir sendiri maka siswa harus
diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas secara langsung (Sardiman, 2009: 100).
Dalam hal kegiatan pembelajaran, Rogers menjelaskan bahwa belajar menuntut
keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh (Dimyati, 2009: 17). Oleh
sebab itu, orang yang belajar harus aktif sendiri.Tanpa ada aktivitas, maka
proses belajar tidak mungkin terjadi. Berlangsungnya proses belajar terbentuk
dari serangkaian aktivitas-aktivitas belajar di dalamnya. Hal tersebut selaras
dengan pendapat Ahmad Rohani HM (1991: 6) yang menyatakan bahwa belajar yang
berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun
psikis. Dengan demikian, aktivitas dalam proses belajar merupakan aktivitas
yang jamak dan majemuk.
Sekolah
merupakan lingkungan belajar untuk mengembangkan aktivitas. Ada berbagai jenis
aktivitas yang dapat dilakukan siswa selama pembelajaran. Aktivitas siswa tidak
cukup hanya mendengar dan mencatat. Dari hasil penelitian Diedrich dalam Ahmad
Rohani HM (1991: 8), disimpulkan terdapat 177 macam kegiatan peserta didik yang
meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain:
a.
visual
activities; membaca, memperhatikan: gambar,
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
b.
oral
activities; menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi
dan sebagainya.
c.
listening
activities; mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato dan sebagainya.
d.
writing
activities; menulis: cerita, karangan, laporan,
test, angket, menyalin dan sebagainya.
e.
drawing
activities; menggambar, membuat grafik, peta,
diagram, pola dan sebagainya.
f.
motor
activities; melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang dan
sebagainya.
g.
mental
activities; menganggap, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan dan sebagainya.
Aktivitas-aktivitas
tersebut tidak terpisah satu sama lain dan saling berkaitan. Berbagai aktivitas
belajar yang dilakukan siswa, disadari atau tidak merupakan kegiatan
pembelajaran itu sendiri. Mustaqim (2008: 69) menyatakan bahwa belajar lebih
berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri
atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya.
Menurut
Umar Hamalik (2005:175-176), nilai-nilai aktivitas dalam pengajaran bagi siswa
yaitu sebagai berikut:
a. para
siswa mancari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
b. berbuat
sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
c. memupuk
kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.
d. para
siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.
e. memupuk
disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.
f. mempererat
hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru.
g. pengajaran
diselenggarakan secara realitis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman
dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalitis.
h. pengajaran
di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di
masyarakat.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat diungkapkan bahwa aktivitas belajar merupakan
serangkaian kegiatan fisik atau mental siswa yang dilakukan secara sadar dalam
bereaksi dengan lingkungannya hingga terjadinya pemrosesan informasi dalam
proses pembelajaran.
C.
Hasil Belajar
Setiap
kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan khusus yang dinamakan hasil
belajar. Hasil belajar ialah merupakan pernyataan perbuatan belajar atau performance.
Hasil
belajar adalah proses belajar mengajar yang dinyatakan dengan rumusan tingkah
laku yang diharapakan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman lapangan
(Nana Sudjana,2005:22)
Hasil
belajar terbagi menjadi tiga macam, yakni (1) keterampilan dan kebiasaan, (2)
pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita (Nana Sudjana,2005:29).
Hasil
belajar adalah segala sesuatu yang dicapai siswa selama mengikuti proses
belajar mengajar dan telah dinilai dalam jangka waktu tertentu (Usman,1997:73).
Untuk mengukur hasil belajar siswa, berarti guru harus memberikan penilaian dan
evaluasi kepada siswa, dimana nilai tersebut biasanya dalam bentuk angka atau
huruf sebagai laporan pendidikan siswa.
Hasil
belajar adalah suatu proses usaha yang telah dicapai seseorang untuk
mendapatkan suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai suatu
pengalaman seseorang tersebut dangan lingkungannnya (Slameto,2003:57). Hal ini
juga dikuatkan oleh (Hamalik,1994,74) bahwa hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui serangkaian
kegiatan belajar. Selanjutnya Keller memandang hasil belajar sebagai suatu
keluaran dari suatu sistem pemrosesan sabagai masukan yang berupa informasi.
Sedangkan Romiszowski berpendapat bahwa hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan
masukan (inputs). Masukan dari sistem tersebut berupa
bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kenerja.
Jadi hasil belajar dapat diartikan sebagai kemampuan yang diperoleh siswa
melalui kegiatan belajar mengajar yang berupa informasi yang diterapkan melalui
perbuatan atau tingkah laku (Abdurrahman,1999:26).
Hasil
belajar adalah sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Ranah
Kognitif
Menurut Bloom, yang dimaksud dengan
ranah kognitif adalah segala upaya yang menyangkut aktivitas otak. Dalam ranah
kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang tertinggi
yakni pengetahuan/ hafalan/ ingatan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintetis (syinthesis) dan penilaian (evaluation).
2. Ranah
Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
digunakan untuk meramalkan penguasaan kognitif orang tersebut. Ranah afektif
ini digolongkan menjadi lima katagori, yakni (a) recciving yaitu menerima atau memperhatikan, (b) responding yakni menanggapi, (c) valuing yakni menilai atau menghargai,
(d) organization yakni mengatur dan
mengorganisasikan, (e) characterization
by value complex yakni karakterisasi dengan suatu nilai atau nilai
kompleks.
3. Ranah
Psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah ranah yang
berkaitan dengan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil ranah psikomotorik
yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomorik ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Ada enam ranah psikomotorik, yakni (a) gerak refleks, (b)
keterampilan gerak dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau
ketepatan, (f) gerakan ekspresif interpretatife (Bloom dalam Sudjana,1991:34).
Berdasarkan beberapa
pendapat diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau
pengetahuan yang berupa penguasaan ilmu pengetahuan serta keterampilan yang
diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar juga dapat diartikan
sebagai bentuk perolehan belajar siswa yang dinilai setelah siswa melalui
proses belajar mengajar suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan atau pengetahuan yang berupa penguasaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, tingkat keberhasilan, serta perolehan belajar
siswa setelah melakukan kegiatan belajar mengajar tentang pokok bahasan
tertentu di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes.
D.
Tinjauan Keilmuan
1.
Energi
a.
Energi kinetik
Energi kinetik
Gambar 1: perubahan
posisi benda dengan kecepatan v
Energi kinetik adalah energi gerak yang diperoleh sebagai gerakan
dari obyek, partikel, atau seperangkat partikel. Sebuah obyek yang
memiliki gerak, apakah itu gerak vertikal atau horizontal, maka sebuah obyek
tersebut berarti memiliki energi kinetik. Faktor yang mempengaruhi energi
kinetik adalah semakin berat sebuah obyek tersebut dan semakin cepat pula obyek
tersebut bergerak maka energi kinetik yang yang dimiliki obyek tersebut semakin
besar. Ada banyak bentuk energi kinetik antara lain yaitu : getaran
(energi karena gerak getaran), rotasi (energi karena gerak rotasi atau
berputar), dan translasi (energi karena gerakan perpindahan dari satu lokasi ke
lokasi lain). Dalam
hal ini benda yang bergerak tersebut dianggap rigid dan massanya tetap dan
kecepatanya konstan. Untuk benda yang sama, semakin besar kecepatnnya maka akan
semakin besar energi kinetiknya, sebaliknya semakin kecil kecepatannya maka
semakin kecil energi kinetiknya. Dengan demikian berkurang atau bertambahnya
energi kinetik yang dimiliki suatu benda terlihat dari kecepatan geraknya.
Dalam mekanika klasik energi kinetik dari sebuah titik objek (objek yang sangat kecil sehingga massanya dapat diasumsikan di sebuah titik), atau juga benda diam, maka digunakan persamaan:
Keterangan:
Ada banyak contoh sederhana Energi Kinetik didalam praktek kehidupan kita
sehari – hari antara lain sebagai berikut ini : seseorang yang berjalan, bisbol
yang dilempar, pensil yang jatuh dari meja, dan partikel bermuatan dalam
medan listrik juga merupakan contoh energi kinetik dan masih banyak contoh-
contoh yang lainnya.
Energi kinetik adalah kuantitas skalar, dan tidak memiliki arah. Tidak
seperti kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum, energi kinetik dari suatu
benda benar-benar dijelaskan oleh besarnya saja. Seperti usaha dan energi
potensial, satuan ukuran standar pengukuran untuk energi kinetik adalah Joule.
b.
Energi potensial
gravitasi
Energi potensial gravitasi
adalah energi yang dimiliki oleh benda karena kedudukan atau ketinggiannya.
Energi potensial merupakan energi yang masih tersimpan atau tersembunyi pada
benda, sehingga mempunyai potensi untuk melakukan usaha. Misalnya, sebuah benda
dengan massa m diangkat dari
permukaan tanah sampai ketinggian h
dari tanah.
Gambar 2.
Energi potensial gravitasi benda pada ketinggian h
Apabila percepatan gravitasi
bumi g,
maka gaya yang diperlukan untuk mengangkat benda adalah
. Jadi, usaha
yang diperlukan untuk mengangkat benda
setinggi h adalah:
Dengan demikian,
benda yang berada pada ketinggian h
mempunyai potensi untuk melakukan usaha sebesar W. Dikatakan benda tersebut mempunyai energi potensial gravitasi,
yang besarnya:
dengan:
Gambar 3.
Energi potensial benda yang mula-mula berada pada ketinggian h1
Besarnya usaha yang dilakukan oleh gaya berat adalah:
Sehingga usaha yang dilakukan oleh gaya berat merupakan
selisih perubahan energi potensial benda tersebut.
Dengan menggunakan gerak jatuh
bebas, kecepatan benda setelah berada di ketinggian h, dapat dicari dengan persamaan :
Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi
untuk memindahkan benda dari ketinggian h1 ketinggian h2 ditinjau
dari titik acuan tertentu adalah :
Dari persamaan usaha tersebut, jika
benda dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi (benda bergerak keatas), usaha
yang dilakukan bernilai positif (
). Sebaliknya, jika
benda dipindahkan ketempat yang lebih rendah (benda bergerak kebawah), usaha
akan bernilai negatif (
).
Ketika benda bergerak keatas, energi potensial akhir lebih besar dari
energi potensial awal yang berarti ada penambahan energi. Penambahan energi
didapatkan dengan mengubah energi kinetik benda menjadi energi potensial.
Inilah yang menyebabkan benda yang bergerak ke atas kecepatannya makin
berkurang. Sebaliknya ketika benda bergerak ke bawah, energi potensial akhir
lebih sedikit dari energi potensial awal. Ini terjadi karena sebagian energi
potensial diubah menjadi energi kinetik. Ini yang menyebabkan kecepatan benda
yang bergerak turun, semakin besar.
E.
Kerangka
Berpikir
Kondisi
Awal
|
·
Pembelajaran didominasi
peran aktif guru (teacher centered)
·
Metode yang dipilih guru
untuk membuat aktif siswa tidak efektif
·
Pengalaman belajar langsung
(dengan obyek nyata) yang dimiliki siswa kurang
·
Siswa kurang aktif dalam
kegiatan pembelajaran
|
Tindakan
|
Penerapan
model Problem
Based Learning (PBL)
pada pembelajaran
|
Hasil
|
·
Siswa dapat menerapkan 5M (mengamati, menanya,
mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasi)
·
Hasil belajar
meningkat
·
Siswa dapat
melakukan pembelajaran langsung (dengan obyek nyata)
|
Kondisi
Awal
|
·
Aktivitas siswa yang
rendah
·
Hasil belajar yang
rendah
·
Pengalaman belajar langsung
(dengan obyek nyata) yang dimiliki siswa kurang
|
Tindakan
|
Penerapan
model Problem
Based Learning (PBL)
pada pembelajaran
|
Gambar.4 Kerangka Berpikir
Pembelajaran
fisika di sekolah dibatasi
oleh waktu dan beban materi yang harus disampaikan. Hal tersebut menimbulkan
kecenderungan guru untuk menggunakan metode ceramah dalam tiap pembelajaran fisika. Penggunaan metode
pembelajaran yang kurang bervariasi dan kurang sesuai dengan karakteristik
materi yang disampaikan, ikut berpengaruh terhadap respon belajar siswa. Salah
satu pengaruh yang terlihat yaitu aktivitas
dan hasil belajar siswa menjadi kurang.
Dengan
melihat karakteristiknya, fisika
dipelajari dengan prinsip ‘menemukan
dan membuktikan’, tidak hanya ‘menerima’ suatu
konsep. Pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL)
menggunakan aturan tersebut, yaitu siswa menemukan suatu konsep pengetahuan
melalui serangkaian keterampilan proses. Melalui proses tersebut, siswa akan
didorong untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam mempelajari suatu
konsep materi pelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan ini juga akan mengasah
keterampilan proses siswa. Seperti yang sudah diketahui bahwa keterampilan
proses merupakan bekal yang bisa digunakan untuk menemukan suatu konsep atau
pengetahuan.
Keterlibatan
siswa secara langsung dalam pembelajaran akan meningkatkan aktivitas dan hasil siswa dalam belajar.
Diharapkan dengan penggunaan pendekatan keterampilan proses, aktivitas siswa
dalam pembelajaran akan lebih berkembang. Selanjutnya siswa akan mengalami
peningkatan pemahaman pada materi yang sedang dipelajari.
F.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah model problem
based learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang semester gasal
tahun ajaran 2015/ 2016.
Peningkatan aktivitas belajar antara lain terlihat dari meningkatnya kegiatan berupa mengamati, bertanya, bereksperimen,
asosiasi dan komunikasi, melakukan tugas sesuai arahan guru, memusatkan perhatian dan melakukan
tugas dengan teliti dan meningkatnya hasil belajar siswa lebih
dari 75% siswa mencapai KKM.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah dan tujuan
penelitian, maka rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut
Wina Sanjaya (2009: 26) penelitian tindakan kelas diartikan sebagai proses
pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam
upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan
yang terencana dalam situasi nyata serta
menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.
B.
Subjek
Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah siswa Kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang semester gasal tahun ajaran 2015/ 2016. Pertimbangan
digunakannya kelas ini sebagai subjek penelitian dikarenakan kurangnya
aktivitas dan hasil belajar
siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Pertimbangan di atas mendasari
harus dilakukannya tindakan perbaikan di kelas tersebut.
C.
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang semester gasal tahun ajaran 2015/ 2016. Waktu penelitian direncanakan pada bulan Agustus - Oktober 2015.
D.
Setting Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Data diperoleh pada saat pembelajaran berlangsung.
E.
Desain
Penelitian
Menurut Kemmis dan McTaggart yang dikutip oleh Depdiknas (2004:2), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi empat alur (langkah), yaitu:(1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Meskipun alur penelitian tindakan kelas terdiri dari empat alur, namun pada saat pengambilan data, langkah pelaksanaan tindakan dan observasi digabung menjadi satu langkah. Alur (langkah) pelaksanaan tindakan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar.5 Siklus PTK Model Kemmis & Mc
Taggart
Penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar
siswa kelas XI MIA-7 SMA Negeri 1 Semarang semester gasal tahun
ajaran 2015/ 2016 pada materi Usaha
dan Energi melalui penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning. Prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat dijabarkan
sebagi berikut:
1.
Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini disusun perencanaan
pembelajaran sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Tindakan
perencanaan penelitian meliputi:
a)
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
akan digunakan guru sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran.
b)
Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS) yang berfungsi
sebagai petunjuk kegiatan yang akan dilakukan siswa dan merupakan media belajar
sebagai kelengkapan RPP
c)
Menyusun lembar observasi untuk pengamatan aktivitas
belajar siswa saat pembelajaran.
d)
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
e)
Menyiapkan kamera atau alat perekam lain untuk
mendokumentasikan kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
2.
Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hal ini didasarkan pada
kondisi ril
siswa saat pembelajaran. Ketika pembelajaran sebelum tindakan dilakukan,
aktivitas belajar siswa kurang. Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran
menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning. Siklus I membahas
tentang Usaha.
Siklus II membahas Energi.
Pembelajaran tiap siklus dilakukan
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Selanjutnya, pembelajaran yang telah
dilakukan dianalisis untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dilakukan perbaikan untuk siklus
selanjutnya, hingga diperoleh perkembangan aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran.
Observasi dilakukan selama pelaksanaan
tindakan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan merupakan upaya untuk
mengumpulkan data. Dalam melakukan observasi, peneliti dibantu oleh observer
(guru pamong dan teman sejawat).
3.
Refleksi
Pada tahap ini dilakukan diskusi dan analisis dengan guru dan observer mengenai
hasil pengamatan yang dilakukan selama pembelajaran. Hasil dari diskusi dan
analisis pembelajaran digunakan sebagai pertimbangan untuk merencanakan
pembelajaran pada siklus selanjutnya.
F.
Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah lembar observasi dan soal pre-test
dan post-test.
a.
Lembar Observasi Aktivitas Belajar
Lembar observasi
digunakan untuk mengobservasi aktivitas belajar siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berisi indikator aktivitas belajar
siswa yang meliputi:
a.
bertanya hal-hal terkait materi yang sedang dipelajari teman
b.
mengemukakan pendapat atau menanggapi pendapat anggota lain
c.
membantu anggota kelompok dalam melakukan percobaan
d.
berdiskusi sebelum menjawab pertanyaan dalam LKS
e.
mengerjakan tugas sesuai panduan/ arahan guru
f.
memusatkan perhatian pada kegiatan yang sedang dilakukan
g.
mengerjakan tugas dengan teliti
b. Soal Pre-test
danPost-test
Soal pre-test dan post-test
dibuat berdasarkan indikator
pembelajaran dari tiap materi yang disampaikan dan berbentuk pilihan ganda.
|
2.
Instrumen Pembelajaran
a.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP yang digunakan sebagai instrumen
pembelajaran berisi:
- Kompetensi Dasar dan Indikator
1.1
|
:
|
Bertambah
keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan
jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya
|
2.1
2.2
|
:
:
|
Menunjukkan
perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat;
tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan)
dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan
percobaan , melaporkan, dan berdiskusi
Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas
sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan
hasil percobaan
|
3.3
|
:
|
Menganalisis konsep usaha, konsep
energi, hubungan usaha dan perubahan energi, dan hukum kekekalan energi untuk
menyelesaikan permasalahan gerak dalam kejadian sehari-hari
Indikator :
Pertemuan
Kesatu
3.3.1 Menjelaskan
perbedaan pengertian usaha dalam fisika dan usaha dalam kehidupan sehari-hari
3.3.2 Mendeskripsikan hubungan antara usaha, gaya, dan perpindahan
Pertemuan Kedua
3.3.3 Menghitung
usaha dari grafik gaya sebagai fungsi jarak.
Pertemuan Ketiga
3.3.4 Menghitung besar energi potensial (gravitasi dan pegas)
Pertemuan Keempat
3.3.5
Menganalisis hubungan usaha dengan energi
potensial
Pertemuan Kelima
3.3.6 Menghitung besar energi kinetik
Pertemuan Keenam
3.3.7
Menganalisis hubungan usaha dengan energi kinetik
Pertemuan Ketujuh
3.3.8 Merumuskan bentuk hukum kekekalan energi mekanik
3.3.9
Menganalisis hukum kekekalan energi dalam
menyelesaikan permasalahan dalam kejadian sehari-hari
Pertemuan kedelapan
3.3.10 Menghitung besar daya
|
4.3
|
|
Memecahkan
masalah dengan menggunakan metode ilmiah terkait dengan konsep gaya, dan
kekekalan energi
4.3.1
Mengetahui
pengaruh sudut antara gaya dan perpindahan terhadap usaha yang dilakukan
4.3.2
Menentukan besar energi potensial melalui
percobaan
4.3.3
Menentukan besar energi kinetik melalui
percobaan
4.3.4
Menentukan besar daya seseorang untuk melalui
sebuah tangga
|
b.
Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
LKS disusun berdasarkan
rumusan kompetensi dasar 3.3, dan 4.3 sebagai arahan belajar siswa saat
kegiatan pembelajaran.
c.
Alat dan Bahan Percobaan
Alat dan bahan percobaan untuk
pembelajaran disesuaikan dengan materi yang disampaikan, sehingga tiap siklus
memiliki alat dan bahan yang berbeda.
3.
Validasi Instrumen
a.
Instrumen Penelitian
Validitas lembar observasi aktivitas belajar
siswa diperoleh dari proses validasi yang dilakukan dosen dan observer.
Sedangkan validitas soal pre-test dan
post-test diperoleh melalui proses
validasi isi & ahli. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan. (Suharsimi Arikunto, 1997: 64). Sedangkan menurut Nana Sudjana
(2005: 13) validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian dalam mengukur
isi yang seharusnya, artinya tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu konsep
atau variabel yang hendak diukur. Validitas isi pada soal pre-test dan post-test diperoleh
dengan menyesuaikan indikator soal pre-test
dan post-test dengan materi yang akan
disampaikan dan tujuan pembelajaran pada RPP.
b.
Instrumen Pembelajaran
RPP dan LKS yang digunakan selama penelitian
pembelajaran dilakukan proses validasi oleh dosen dan guru.
G.
Jenis dan Teknik
Pengumpulan Data
1.
Jenis Data
Pada penelitian ini, data yang diperoleh
adalah data kualitatif. Data kualitatif berupa informasi yang diperoleh dari
hasil observasi pembelajaran di kelas. Data hasil observasi yang akan diambil
adalah aktivitas belajar siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
2.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Metode Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data
aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model PBL.
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi pengamatan aktivitas
belajar siswa yang telah disiapkan sebelumnya.
b.
Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi hal-hal yang terjadi
selama pembelajaran berlangsung. Rangkuman data yang ditulis diantaranya yaitu
situasi pembelajaran, interaksi antara guru-siswa dan antara siswa-siswa, serta
aspek-aspek lain selama proses pembelajaran berlangsung.
c.
Soal Pre-test dan Post-test
Soal pre-test dan post-test dibuat berdasarkan indikator pembelajaran dari tiap materi yang disampaikan
dan berbentuk pilihan ganda.
H.
Teknik
Analisa Data
Analisis data didasarkan pada hasil
refleksi tiap siklus tindakan. Hal ini bermanfaat untuk perbaikan rencana
pembelajaran pada siklus selanjutnya.
1.
Analisis Data Aktivitas Belajar
Pembelajaran dikatakan optimal bila ada peningkatan aktivitas belajar siswa setelah
pemberian tindakan.
2.
Analisis Hasil Pretest
dan Posttest
Peningkatan prestasi belajar siswa dari hasil pre-test
dan post-test dianalisis pada
masing-masing siklus menggunakan rumus normalisasi gain (Meltzer, David E., 2002: 3) sebagai berikut:
Keterangan:
X maks = nilai maksimal tes
Hasil perhitungan
diinterpretasikan dengan menggunakan indeks gain
<g> sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria Gain Score
Indeks Gain
|
Interpretasi
|
g > 0,70
|
Tinggi
|
g > g £ 0,70
|
Sedang
|
g £ 0,30
|
Rendah
|
Gain score merupakan indikator yang baik
untuk menunjukkan tingkat kefektifan pembelajaran berdasarkan skor pre-test dan post-test.
I.
Kriteria
Keberhasilan Penelitian
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila aktivitas dan hasil belajar
siswa pada pembelajaran fisika yang ditunjukan oleh Gain Score siswa yang
memperoleh nilai lebih tinggi dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) SMA Negeri 1 Semarang. Siswa yang memperoleh
nilai lebih tinggi dari KKM dikatagorikan tuntas pada materi tersebut.
sayangnya ga ada daftar referensinya
ReplyDeletedapat menanmbah pmahamna saya tentang model pembelajaran PBL.
ReplyDeleteJudul Buku referensinya apa saja ya mas Rendhi?
Terima kasih sebelumnya.