Wednesday, June 8, 2016

Pembentukan Plasma

Standard


Pembentukan Plasma
            Proses mendasar dalam pembentukan plasma adalah ionisasi. Ionisasi didefinisikan sebagai proses terlepasnya elektron suatu atom atau molekul dari ikatannya. Energi yang dibutuhkan untuk melepas satu atau lebih elektron dari orbitnya pada sebuah atom atau molekul dapat didefinisikan sebagai energi ionisasi Ei. Besarnya energi ionisasi dinyatakan dalam satuan elektron-volt (eV). Suatu atom atau molekul akan menjadi ion positif apabila memiliki kelebihan muatan positif, dan akan menjadi ion negatif apabila kelebihan muatan negatif (Lieberman et al., 1994). Sedangkan eksitasi adalah peristiwa dimana  elektron yang berada di tingkat energi lebih rendah berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan menyerap energi elektron yang menumbuknya (Nur, 2011). Peristiwa ionisasi dapat menyebabkan terjadinya disosiasi, atau disebut juga pemisahan suatu molekul menjadi atom-atom penyusunnya.  
Saat keadaan stabil ionisasi dapat terjadi apabila energi elektron yang menumbuk lebih besar atau sama dengan energi ionisasi atom atau molekul tertumbuk.Tumbukan antara elektron dengan partikel-partikel gas tidak hanya menyebabkan terjadinya ionisasi, tapi juga rekombinasi. Rekombinasi merupakan proses kebalikan dari ionisasi, dimana terjadi proses pengikatan elektron oleh ion dan ikatan antar atom membentuk molekul.
Selain ionisasi oleh elektron, ionisasi juga dapat terjadi terhadap suatu atom atau molekul yang memperoleh energi dari sejumlah foton yang disebut fotoionisasi. Fotoionisasi dapat terjadi apabila energi foton lebih besar atau minimal sama dengan energi ionisasi dari atom tersebut. dimana h adalah konstanta planck, c kecepatan cahaya,  panjang gelombang foton,  energi kinetik elektron, dan energi ionisasi dari atom. dengan  frekuensi foton datang,  frekuensi foton yang diemisikan (Nur, 2011).

Tabel.2.1 Beberapa energi eksitasi dan ionisasi dari bentuk atomik atau molekul dari beberapa gas (Boenig, 1988).
Gas

Energi Eksitasi
Energi Ionisasi

(eV)
(eV)
Oksigen
O2
7,9
12,5

O
1,97 ; 9,15
13,61
Nitrogen
N2
6,3
15,6

N
2,38 ; 10,33
14,54
Hidrogen
H2
7,0
15,4

H
10,16
13,54
Raksa
Hg
4,89
10,43

Hg2

9,6
Air
H2O
7,6
12,59
Natrium Oksida
NO
5,4
9,5

NO2

11,0


Tabel.2.2 Energi dalam lucutan pijar dan ikatan (Boenig, 1988).
Konstituen
Energi, eV
Dalam lucutan pijar

Elektron
0 - 20
Ion
0  -  2
Metastabil/eksitasi
0 - 20
UV/Visible
3 - 40


Dalam Ikatan

C-H
4,3
C-N
3,17
C-Cl
3,52
C-F
5,53
C=O
7,78
C-C
3,61
C=C
6,35

Definisi Plasma

Standard


Definisi Plasma
Pada pertengahan abad ke-19 ahli fisiologi berkebangsaan Ceko, Jan Evangelista Purkinje, memperkenalkan penggunaan istilah plasma (dalam bahasa Yunani yang berarti "terbentuk atau tercetak") untuk menunjukkan fluida bening yang tersisa setelah penghapusan seluruh material sel-sel hidup dalam darah. Setengah abad kemudian, ilmuwan Amerika Irving Langmuir pada 1922 mengusulkan bahwa elektron, ion, dan netral dalam gas terionisasi dengan cara serupa dapat dianggap sebagai material sel-sel hidup yang bertahan pada suatu jenis medium fluida dan dalam hal ini disebut media plasma. Namun berbeda dengan darah yang benar-benar terdapat suatu medium fluida yang membawa material sel-sel hidup, dalam plasma sebenarnya tidak terdapat medium fluida yang menahan elektron, ion, dan netral dalam suatu gas terionisasi (Bellan, 2006). Langmuir menyatakan bahwa kecuali di dekat elektroda, dimana terdapat selubung yang mengandung sangat sedikit elektron, gas yang terionisasi mengandung ion dan elektron dalam jumlah yang sama sehinga resultan muatan ruang sangat kecil. Kita harus menggunakan nama plasma untuk menggambarkan daerah yang mengandung muatan-muatan setimbang dari ion dan elektron ini (Fridman, 2008).
Selanjutnya, definisi plasma tersebut digunakan untuk mendefinisikan suatu keadaan materi (fase ke-empat materi). Sebuah definisi kasar namun komprehensif dari plasma adalah suatu ensambel dari spesies-spesies bermuatan, tereksitasi, dan netral, yang meliputi beberapa atau semua spesies berikut: elektron, ion positif dan negatif, atom, molekul, radikal, dan foton. Diperkirakan bahwa lebih dari 99,9% alam semesta ini berada dalam fase plasma, diantaranya: gas nebula, gas interstellar (Sweet, 1958), bintang termasuk matahari (Priest, 1981), yang memiliki suhu permukaan sangat tinggi (dari 2.000 sampai 22.000 K) dan secara keseluruhan mereka terdiri dari plasma.
Menurut Chen (2002), plasma merupakan daerah dimana reaksi tumbukan elektron berlangsung secara sangat signifikan. Plasma dapat terjadi ketika temperatur atau energi suatu gas dinaikkan sehingga memungkinkan atom-atom gas terionisasi dan membuat gas tersebut melepaskan elektron-elektronnya yang pada keadaan normal mengelilingi inti.

Radiasi plasma diakui dapat memberikan sejumlah perubahan sifat fisik maupun kimia pada permukaan kain tekstil.

Standard


Radiasi plasma diakui dapat memberikan sejumlah perubahan sifat fisik maupun kimia pada permukaan kain tekstil. Dampak yang ditimbulkan terhadap sifat-sifat fisis maupun kimia pada kain berbeda-beda diantaranya tergantung pada jenis plasma, jenis gas, maupun jenis kain yang digunakan. Efek radiasi plasma pada kain dari serat alami akan berbeda dengan efek pada serat sintetis. Radiasi plasma dilaporkan dapat meningkatkan daya serap air pada permukaan serat terutama dengan oksidasi dan etsa. Radiasi plasma juga telah dimanfaatkan untuk beberapa aplikasi seperti anti mengkeret (Mori dan Inagaki, 2006); (Canal et al., 2007), meningkatkan sifat tahan gosok dan kemampuan menyerap warna dari serat-serat wol (Mori dan Inagaki, 2006); (Sun dan Stylios, 2005), serta mampu memberikan peningkatan sifat-sifat mekanik secara signifikan baik melalui radio frekuensi maupun frekuensi rendah yang meliputi kekuatan geser (shear strength), kekuatan lentur (flexural strength), dan kekuatan tarik (tensile strength) (Yoldas dan Mehmet, 2010).
Dalam penelitian ini dikaji perubahan sifat kebasahan pada permukaan kain poliester dan katun, masing-masing dipilih untuk mewakili serat sintetik dan alam, akibat perlakuan plasma. Jenis plasma yang digunakan dalam penelitian ini adalah plasma pijar korona yang dibangkitkan dengan konfigurasi elektroda multi titik-bidang. Perubahan sifat yang diamati, sebagai indikasi pengaruh perlakuan plasma, dikaitkan dengan perubahan morfologi dan kemunculan gugus fungsional aktif penarik air pada permukaan kain yang diradiasi.
Faktor-faktor operasional peradiasian yang diduga memberikan efek signifikan terhadap perubahan sifat pada kain divariasikan dalam penelitian ini untuk kemudian dapat ditarik hubungan. Parameter peradiasian yang akan dipelajari dalam penelitian ini yaitu lama peradiasian, tegangan, serta jarak elektroda titik dan bidang yang diduga kuat merupakan tiga parameter proses yang berpengaruh terhadap perubahan sifat-sifat fisik bahan tekstil. Sifat fisik kain terkait sifat hidrofilik yang akan diamati perubahannya dalam penelitian ini antara lain adalah:  daya basah (wet ability), daya serap kapiler (wet ability by wicking), morfologi permukaan serat dan sifat-sifat kimia permukaan (terkait kemunculan gugus fungsional) melalui analisa dengan FTIR.

1.1.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a.         Mengetahui faktor-faktor yang memberikan perubahan sifat kebasahan pada kain akibat radiasi plasma.
b.        Mendapatkan hubungan antara parameter peradiasian terhadap perubahan sifat fisis kain akibat radiasi plasma.
c.         Mendapatkan hubungan antara parameter peradiasian terhadap faktor-faktor perubahan pada kain yang mengalami perlakuan plasma
1.2.Manfaat
Dalam manfaat jangka panjang, setelah diketahui faktor-faktor perubahan yang muncul sebagai fungsi parameter peradiasian, penelitian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan kontrol plasma. Kontrol plasma selanjutnya dapat digunakan dalam melakukan modifikasi permukaan guna mendapatkan kain dengan sifat tertentu yang diinginkan.